Perjalanan Literasi Indonesia dari Masa ke Masa

618 kali dibaca

Literasi adalah sebuah aktivitas membangun pengetahuan atau mengembangkan keterampilan dalam bidang tertentu. Literasi tidak hanya dalam lingkup menulis dan membaca. Namun, yang disebut sebagai literasi sering kali kita lakukan, misalnya ketika kita melaksanakan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di kelas, termasuk ketika kita menghadiri acara sosialisasi tentang mengembangkan keterampilan siswa. Semua hal itu adalah bentuk luas dari literasi.

Setelah kemerdekaan, Indonesia memiliki tiga masa atau orde. Setiap orde memiliki kebijakan atau peraturan berbeda. Masa yang pertama disebut Orde Lama, kedua Orde Baru, dan yang ketiga Era Reformasi. Fokus kita di sini pada Orde Baru hingga Era Reformasi.

Advertisements

Orde Baru adalah masa kelam bagi literasi Indonesia. Pada masa itu, tampuk kepemimpimpinan dipegang oleh rezim Soeharto yang otoriter (sewenang-wenang). Kenapa masa Orde Baru disebut sebagai masa kelam bagi literasi negeri? Karena, kala itu para penulis yang mengkritik rezim Soeharto tidak pernah tersampaikan. Apabila ada yang berani menjatuhkan atau menjelekkan rezim Soeharto, maka mereka akan diburu bagaikan seorang penjahat. Karenanya, para pemikir pada masa itu lebih memilih bungkam. Semua ini diakibatkan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) pada masa itu lebih condong memihak rezim Soeharto, menjadikan ABRI sebagai salah satu senjata pemerintah yang paling ampuh menghadapi rakyatnya sendiri. Padahal seharusnya ABRI yang melindungi rakyat dan mengayomi serta memberikan rasa aman.

Masa reformasi adalah masa di mana perubahan drastis atau perbaikan terjadi dalam semua bidang dalam satu pemerintahan atau negara. Masa ini dimulai setelah lengsernya pemerintahan Soeharto, yaitu pada tahun 1998 hingga saat ini. Pada masa ini kebebasan berpendapat diperbolehkan. Pada dekade ini pula banyak lahir penulis bernas penuh kreativitas, sehingga muncul perkataan bahwa orang-orang yang lahir di era ini merupakan generasi emas. Itu dibuktikan dengan banyak lahirnya sastrawan, sebut saja Joko Pinurbo, Taufik Ismail, dan Seno Gumira Ajidarma.

Adapun saat ini, literasi telah gencar digaungkan, menarik minat tunas-tunas bangsa agar memberi corak yang lebih berwarna dalam literasi Indonesia. Itu dilakukakan karena negara ini tidak ingin kehabisan penulis-penulis berkualitas. Untuk wadah literasi sendiri, mulai dari sarana dan prasarana dinilai sangat mumpuni. Wadah-wadah ini digunakan untuk melahirkan dan mengembangan potensi bakat generasi muda saat ini di bidang literasi yang sekaligus menjadi tempat menuang aspirasi mereka dalam mengkritisi suatu permasalahan. Apalagi saat ini adalah era modern di mana pun dan kapan pun kita dapat menemukan dengan mudah karya-karya tulis dari semua kalangan, entah dari kalangan pelajar hingga mahasiswa ataupun karya-karya yang ditulis oleh sarjana universitas tertentu.

Seperti yang telah disebutkan, bahwa literasi tidak hanya mencakup kegiatan membaca dan tulis-menulis, tetapi juga KBM di kelas yang dilakukan para siswa. Sosialisasi suatu masalah yang melibatkan masyarakat luas juga termasuk bagian dari literasi.

Kembali pada Orde Baru, pada masa itu pendidikan hanya terfokus pada sarananya saja atau hanya membangun banyak (gedung) sekolah hingga perguruan tinggi, namun kualitas pembelajarannya (kurikulum) tidak dibenahi apalagi ditingkatkan. Namun di era reformasi (saat ini) semua aspek dalam pendidikan dikembangkan secara merata dan seimbang. Hasilnya, dengan adanya kebebasan dalam berpendapat masyarakat dengan sangat antusias melancarkan kritik-kritik atau sarannya terhadap pemerintah. Mereka tak perlu lagi memikirkan rasa takut karena kebebasan dalam berpendapat saat ini dilindungi oleh hukum.

Teknologi yang kian maju di era reformasi memudahkan literasi negeri ini. Terlebih dengan adanya kehadiran media massa atau sosial media sebagai perantara baru agar lebih gencar mengenalkan literasi kepada khalayak luas. Ketika masih di tahun-tahun awal era reformasi tulisan-tulisan para pemikir kritis hingga karya-karya sastrawan di era itu hanya dapat dipublikasikan melalui media cetak saja karena pada saat itu perkembangan teknologi masih minim sekali.

Maka dari itu dengan majunya teknologi saat ini kita seharusnya lebih semangat dalam kegiatan yang berbau literasi. Kenapa demikian? Karena saat ini tidak hanya dengan media cetak saja seperti koran atau majalah sebagai sarana kita dalam menyebarluaskan karya-karya sastra hingga karya ilmiah seperti opini, namun dengan munculnya media masa, dapat mempermudah kita mempubikasikan karya hingga pendapat kita tentang suatu permasalahan.

Dengan segala keuntungan dan kemudahan yang telah kita rasakan agaknya dapat melahirkan benih-benih sastrawan muda yang akan menggantikan para pendahlu mereka. Apabila para pendahulu mereka dapat berkarya di tengah keterbatasan yang ada, apakah penerusnya tidak bisa melegenda seperti para pendahulunya dengan tekad yang luar biasa?

Multi-Page

Tinggalkan Balasan