PENJUAL IKAN KELILING

1,721 kali dibaca

PENJUAL IKAN KELILING

pindang dan teri mengimani maut dalam rinjing kecil
aroma amisnya sebagai bahasa laut kepada darat
disunggi di atas kepala menuju pedusunan, seperti ziarah laut ke jasad tanah.

Advertisements

belilah ikan dalam bungkus daun pisang ini, Bhing!
amatilah lingkar matanya yang diam berujar ke hati terdalam
bahwa maut adalah gauk yang bertelanjang sampai ke dalam lautan.

dagingnya yang asin adalah kaul tersembunyi dari daging kita
yang kelak akan hampa meski tanpa terpaut jala
sampai di dermaga barzah dengan kulit yang tak berharga.

sedang ringkuk bersisir dari tulang ikan ini adalah gambar hidupku
yang hanya punya warna putih untuk melawan laut
dengan  keadaan yang lemas dan rapuh.

FRAGMEN RASA

tatapan kita ialah api, melalap sendi
:umpak yang bertahun kita abaikan dalam dada
panasnya beranjak dari liuk ngarai alismu

dan di antara lingkar bulu matamu
kuhidu aroma asap wangi cendana
:kayu yang dulu kita kumpulkan dari jalan kecil ke utara bungduwak.

lambat laun dari yang berkobar pada pertemuan ini
hati kita jadi arang yang sama hitamnya
aku pun yakin bahwa cinta adalah api yang tak sepenuhnya padam.

JILBAB HELMI

di segi empat kain merah bata dengan motif bunga merah taram
berilah aku celah menuju teduh helai-helai rambutmu
sebab di sanalah aku akan sempurna menjadi penyair.

biar dalam sehelai kain yang membungkus wajahmu itu aram tiarap
aku tetap kerasan menulis puisi
karena aku menemukan bulan di sudut matamu, tepat menghadap ke malamku. .

pada ujung kain yang melancip ke lengkung punggungmu itu
izinkan aku mencari telapak cuaca
yang penuh partikel doa-doaku yang terlepas di malam gulita.

dan pada akhirnya aku jadi penyabar di hadapanmu
tepatnya di bawah bayang dadamu aku belajar membuat epilog sebuah puisi
dengan mengangankan bersentuhnya dua ujung jilbabmu sebagai kau dan aku

: dua manusia merah bata dengan dada penuh cinta merah taram
menyatu sebagai warna kain yang kau gunakan menutup kepalamu
di setiap kali kau bertemu denganku.

KAMBING HITAM

lindap angin dusun bertumpu di telinga pendekmu, kau melongo
mungkin kabar dari leluhurmu yang mati dijagal
ketika idul adha sedang mengirim tausiyah dan doa-doa.

hingga kemudian kau makan apa saja dari tumbuhan
yang hidup di telapak tangan bukit tanpa memilih cita rasanya
mulai dari daun kering mengkudu sampai pupus rukam yang hijau patam.

di antara lambak carahan kayu mataba, kau mengembek
memanggil anak-anakmu yang belajar melompati batu
begitulah caramu yang halus meniru penyair menulis sajak.

matamu bening hanya mau mengadu ke langit
dan kau bersedia tidur meski tak berkandang panggung
menakar kasih dalam kepada sang tuan

:itulah sebabnya kau rutin hamil tiap enam bulan.

ilustrasi: lukisan gunawan bagea.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan