Merawat Tradisi Toleransi dan Pluralitas Tokoh Islam-Tionghoa

743 kali dibaca

Historitas Imlek tidak terlepas dari perjuangan KH Abdurrahman Wahid agar masyarakat Tionghoa dapat merayakan hari raya mereka secara terbuka. KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur membuka pintu pluralitas yang selama ini selalu ditindas oleh prinsip-prinsip diskriminasi. Gus Dur meyakini bahwa semua warga negara berhak untuk menjalankan spiritualitas mereka masing-masing tanpa adanya paksaan ataupun hambatan dari pihak manapun.

Prinsip prluralitas yang dibangun Gus Dur ini sebenarnya sudah dilakukan oleh para pendakwah zaman dulu. Di mana, hubungan Islam-Tionghoa sangat kental terkait nuansa dakwah yang dilakukan keduanya. Tokoh dari Tionghoa, misalnya, ada Laksamana Cheng Hoo yang dikenal sebagai penjelajah laut dan samudera terbesar dalam sejarah, yang menyebarkan agama Islam dengan cara yang damai.

Advertisements

Laksamana Cheng Hoo tetap menghormati hak dan kewajiban warga yang tidak memeluk agama Islam. Bahkan lebih dari itu, Laksamana Cheng Hoo memberi teladan moral yang memunculkan daya tarik tersendiri bagi penduduk sekitar. Pada akhirnya sikap itulah yang membuat penduduk tertarik untuk memeluk Islam. Pluralisme membuat segala sesuatunya menjadi lebih indah.

Perjuangan tokoh-tokoh pluralis untuk menyemarakkan semangat keagamaan semua umat itu  membuahkan hasil yang manis. Terlihat beberapa arsitektur masjid mempunyai corak Islam-Tionghoa. Misalnya, Masjid Agung Palembang yang memiliki corak atap mirip klenteng. Kemudian ada Masjid Cheng Hoo yang memiliki bentuk arsitektur yang kental dengan adat China. Akulturasi budaya yang ditampilkan oleh beeberapa rumah ibadah membuktikan kerukunan agama yang ada di dalamnya.

Kemudian, dari etnis Tionghoa juga melakukan hal yang sama dengan menggelar acara buka puasa bersama di beberapa klenteng untuk menyemarakan Ramadhan. Terdapat beberapa klenteng yang ikut memeriahkan suasana Ramadhan. Klenteng Hok Swie Bio, Bojonegoro, Jawa Timur menjadi salah satu klenteng yang menggelar acara buka bersama untuk ikut meramaikan suasana Ramadhan.

Ikatan persaudaraan mereka menjadi satu entitas penting bahwa Indonesia adalah bangsa yang satu, di mana kesemuanya dipersatukan oleh adat, toleransi, sehingga perbedaan adat, budaya, maupun agama tidak menjadikan sebagai halangan untuk menjalin kebajikan bersama. Momentum Imlek adalah bagian kecil tentang bagaimana antar umat beragama menjalin toleransi dan persaudaraan.

Ikatan itulah yang terus dibangun dalam budaya Imlek dari tahun ke tahun. Arti kata “Gong Xi Fa Cai” yang bermakna selamat semoga banyak rezeki, menandakan kemuliaan dan kemmakmuran seseorang. Di mana, kaum Tionghoa mengharapkan manusia berada dalam posisi kemuliaan yang sama, tanpa melihat agama ataupun sejenisnya.

Kemudian tradisi pembagian angpao yang menandakan kasih sayang dalam perayaan Imlek. Angpao menjadi simbol tulus bagaimana seseorang mau berbagi sesuatu yang istimewa kepada orang lain. Bagaimana kebersaaan dan kasih sayang melebihi apapun dan lebih berharga dibandingkan harta. Tradisi Imlek adalah gabungan antara kasih sayang, kebersamaan, dan persaudaraan. Kesemuanya bercampur menjadi satu dalam satu perayaan keagamaan.

Oleh karena itu, dalam nuansa perayaan Imlek di tahun ini, jangan sampai terjadi lagi langkah diskriminasi yang mengekang etnis Tionghoa melakukan ritual keagamaan. Semua orang tidak terkecuali berhak melakukan perayaan keagamaan tanpa adanya paksaan dan gangguan. Maka dari itu, sudah sewajarnya kita mendukung penuh perayaan Imlek dengan suasana suka cita.

Memberikan spirit toleransi kepada mereka, mengulurkan bantuan untuk suksesi perayaan keagamaan, dan hal-hal lain yang kiranya bisa memupuk persaudaraan antar umat. Mengutip historitas tokoh Islam-Tionghoa, maka sudah sejak dari dulu kita diajarkan untuk mengamalkan toleransi. Menjadikannya sebagai satu kekuatan besar, yang mampu membangun kehidupan yang lebih baik.

Seperti halnya Laksamana Cheng Hoo yang meniadakan kekerasan ataupun Gus Dur yang meniadakan tindakan diskriminasi terhadap minoritas, kesemuanya menuju pada satu hal, yaitu terpenuhinya hak-hak semua manusia. Maka dalam kaitan nasionalisme, mencintai dan menghormati tradisi keagamaan umat merupakan cara termudah untuk memberikan kekuatan lebih pada bangsa Indonesia. Karena letak kekuatan ada pada persatuan.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan