Menyoal Urgensi Sanad dalam Keilmuan Islam

54 views

Posisi sanad dalam keilmuan Islam masih terus menjadi perdebatan. Ada kalangan yang mempertanyakan relevansi sanad dalam era kekinian. Ada yang tetap menganggap tak ada ilmu tanpa sanad. Bagaimana seharusnya memposisikan sanad di era kekinian?

Sesungguhnya Islam sangat menekankan ketelitian dan kehati-hatian dalam menerima informasi. Hal ini tercermin dalam Al-Qur’an yang menganjurkan verifikasi terhadap informasi (tabayyun), terutama jika berasal dari orang fasik.

Advertisements

Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya juga menegaskan akan pentingnya menyampaikan pesan dengan benar dan memperingatkan ancaman neraka bagi mereka yang berbohong atas namanya. Ini menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian dalam menerima dan menyebarkan informasi agar tidak terjerumus pada berita palsu (hoaks).

Kehati-hatian ini juga tercermin dalam perumusan kaidah-kaidah dan aturan yang sangat ketat dalam periwayatan hadis. Setiap hadis yang disandarkan kepada Nabi disaring dengan teliti melalui Ilmu Hadis, yang menetapkan berbagai ketentuan untuk menilai kualitasnya, apakah benar (shahih) atau palsu (maudhu’). Salah satu aspek yang diperhatikan adalah ketersambungan sanad, yaitu mata rantai rawi yang meriwayatkan hadis.

Seiring waktu, istilah sanad tidak hanya digunakan dalam konteks hadis, tetapi juga dalam menyelidiki latar belakang keilmuan seseorang (sanad keilmuan) yang merujuk pada jejak pendidikannya, mulai dari mana ia belajar, siapa gurunya, hingga apakah rantai keilmuannya bersambung kepada Nabi. Sanad ini sangat penting, terutama dalam menuntut ilmu agama, untuk memastikan bahwa ajaran yang diterima tidak menyimpang atau salah, serta tetap sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi.

Namun, di zaman sekarang banyak orang yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya sanad keilmuan. Mereka bersemangat dalam belajar atau mengantar anaknya untuk belajar kepada seorang guru, ustaz, atau kiai, namun seringkali mengabaikan sanad keilmuannya.

Dalam pandangan mereka, yang penting adalah belajar agama dari seorang guru, tanpa mempertimbangkan apakah ajaran yang diterima benar atau sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi.

Selain itu, ada sebagian kalangan yang menyadari pentingnya sanad, namun sikap mereka bervariasi. Beberapa sangat ketat, menetapkan persyaratan berat yang sering membuat murid putus asa. Sementara yang lain terlalu longgar, memberikan sanad dengan mudah tanpa mempertimbangkan kesiapan murid untuk menerima dan mengamalkan ilmu tersebut.

Ini merupakan tantangan besar bagi kita semua: bagaimana cara menyadarkan masyarakat tentang pentingnya sanad, serta mencari solusi untuk sikap yang berbeda-beda terhadap sanad tersebut. Artikel ini akan mengulasnya lebih lanjut.

Definisi dan Macam-macam Sanad

Sanad dalam Ilmu Hadis, secara bahasa bermakna tempat bersandar atau berpegang (al-mu’tamad). Sedangkan secara istilah, Mahmud Thahhan menjelaskan bahwa sanad adalah silsilah para rawi yang menghubungkan kepada matan hadis. Maksudnya, sanad merupakan susunan atau rangkaian orang-orang yang menyampaikan riwayat tersebut, dari awal hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam konteks keilmuan, sanad dapat didefinisikan sebagai rangkaian guru yang mengajarkan ilmu agama hingga bersambung pada Nabi. Dengan memperhatikan sanad, keilmuan seseorang dapat dilacak sumbernya, apakah berasal dari orang yang terpercaya atau dari mereka yang menyebarkan ajaran yang tidak jelas (ahli bidah), dalam artian tidak memiliki sumber yang kredibel.

Menurut Arrazy Hasyim, sanad terbagi menjadi tiga jenis: sanad riwayah atau ijazah, sanad fikrah, dan sanad tarbiyah atau suhbah.

Sanad riwayah adalah izin untuk menyampaikan ilmu atau kitab dari guru ke murid, dengan tujuan memperoleh keberkahan dan menjaga keterhubungan dengan Rasulullah SAW atau ulama.

Sanad fikrah berbentuk pemikiran yang diperoleh melalui pembelajaran langsung dengan guru, baik secara formal maupun informal.

Sedangkan, sanad tarbiyah atau Suhbah melibatkan interaksi langsung antara guru dan murid, yang mewariskan kualitas spiritual guru, mencakup ilmu zahir dan batin, serta lebih menekankan pada pendidikan akhlak dan karakter.

Urgensi Sanad

Sanad sangat penting dalam agama. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Abdullah bin Mubarak dalam Shohih Muslim bi Syarhi An-Nawawi, yang menyatakan bahwa sanad merupakan bagian dari agama.

Beliau juga menambahkan, jika sanad tidak diperhitungkan, maka siapapun dapat berkata dengan bebas sesuai kehendaknya. Ketika seseorang berbicara sembarangan tentang agama, dikhawatirkan apa yang disampaikan tidak sesuai, atau bahkan sangat menyimpang dari ajaran Nabi. Tentu saja ini sangat berbahaya karena dapat mengancam kemurnian ajaran Islam.

KH Hasyim Asy’ari dalam kitabnya, Risalah Ahlus Sunnah wal Jamaah, berpesan agar berhati-hati dalam mencari ilmu. Beliau juga mengutip perkataan Imam Malik yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir yang menekankan bahwa ilmu tidak boleh diambil dari ahli bidah.

Selain itu, kita juga dilarang mengambil ilmu dari orang yang tidak diketahui dengan jelas sumber ilmunya. Lebih lanjut, ilmu tidak boleh diambil dari orang yang dikenal sering berdusta tentang manusia, meskipun ia tidak berdusta tentang Rasulullah SAW. Oleh karena itu, sanad sangat penting dalam menjaga kemurnian dan keotentikan ajaran Islam.

Sanad juga menjadi keunggulan tersendiri bagi umat Islam yang tidak ditemukan dalam agama lain. Dalam agama lain, tidak ada perhatian khusus terhadap sanad, sehingga ajaran mereka rentan tercemar oleh campur tangan penganutnya, sehingga mengurangi keotentikan ajaran tersebut.

Berbeda dengan Islam, yang sangat ketat dan berhati-hati dalam menjaga kemurnian ajarannya. Benar apa yang dikatakan oleh Muhammad bin Hatim bahwa Allah memuliakan dan mengunggulkan agama Islam dengan adanya sanad.

Perbedaan Menyikapi Sanad

Sebagaimana telah disinggung di awal, meskipun banyak yang menyadari pentingnya sanad, terdapat perbedaan dalam cara menyikapinya. Secara umum, ada dua golongan utama, yaitu golongan yang ketat dan golongan yang longgar dalam sanad.

Pertama, golongan yang ketat. Golongan  ini memiliki pendekatan yang sangat selektif dan menetapkan persyaratan yang berat untuk memberikan sanad, seperti mengharuskan murid untuk menguasai berbagai disiplin ilmu, memiliki kemampuan intelektual tinggi, serta memenuhi standar moral dan spiritual yang ketat.

Proses seleksi ini melibatkan ujian yang rumit, penilaian karakter, dan masa belajar yang panjang. Sebelum diberikan sanad, murid harus melewati penilaian mendalam mengenai pemahaman ilmu hingga penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh, dalam persyaratan untuk menerima sanad Al-Qur’an, murid tidak hanya diharuskan menghafal dan memahami kandungannya, tetapi juga berpuasa selama 41 hari dengan tata cara khusus serta mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari dengan hafalan (bil ghaib) selama puasa tersebut. Dengan demikian, murid akan merasa terbebani, tertekan, dan akhirnya menyerah.

Jika ditinjau lebih jauh, pendekatan ketat ini dapat membatasi akses terhadap ilmu. Banyak orang yang sebenarnya sudah layak atau memiliki potensi untuk belajar, namun tidak dapat menerima sanad karena persyaratan yang terlalu berat. Hal ini dapat mempersempit penyebaran ilmu dan membuat banyak calon murid merasa putus asa karena tidak sanggup dengan persyaratan yang ditetapkan.

Selain itu, pendekatan ini berisiko menimbulkan isolasi keilmuan, di mana hanya sekelompok kecil orang yang dapat mengakses ilmu. Akibatnya, akan muncul rasa angkuh, di mana mereka merasa paling layak dalam memegang ilmu serta menutup diri terhadap pandangan lain yang mungkin lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Kedua, golongan yang longgar. Kebalikan yang pertama, golongan ini terlalu longgar dalam pemberian sanad dan cenderung memiliki pendekatan yang lebih terbuka, yaitu dengan persyaratan yang mudah atau bahkan tanpa syarat sama sekali. Sanad bisa diberikan kepada siapa saja yang minat belajar, tanpa mempertimbangkan kesiapan intelektual, moral, atau spiritualnya. Proses pemberian sanad pun sering kali sederhana, hanya membutuhkan sedikit pelatihan atau beberapa sesi pembelajaran, tanpa pengujian mendalam.

Pendekatan seperti ini sering dijumpai di beberapa pesantren atau madrasah yang memberikan sanad kepada banyak murid secara bersamaan, tanpa memperhatikan tingkat kemampuan mereka. Hal tersebut sangat berbahaya karena dapat menurunkan esensi sanad serta bisa menjadi formalitas belaka jika tidak diawasi dengan baik.

Meskipun pendekatan ini dapat membuka kesempatan belajar yang lebih luas, namun hal ini juga dapat membawa sejumlah risiko, seperti hilangnya makna dan nilai sanad. Jika sanad diberikan dengan mudah, terlebih pada murid yang belum benar-benar menguasai ilmu, ia akan kesulitan mengajarkan ilmu tersebut, sehingga kualitas ajaran yang diteruskan kepada orang lain menjadi rendah.

Di sisi lain, risiko terbesar dari pendekatan yang longgar ini adalah penyalahgunaan ilmu. Jika sanad diberikan kepada seseorang yang belum cukup memahami ilmu, mereka bisa mengajarkan ajaran yang keliru atau tidak lengkap, hingga akhirnya menyesatkan orang lain. Selain itu, jika sanad diberikan dengan mudah, dapat menghilangkan makna otoritatifnya, sehingga tidak lagi berfungsi sebagai tanda bahwa seseorang benar-benar menguasai ilmu.

Jalan Tengah

Sebenarnya, jika kedua pendekatan di atas diterapkan dengan bijak, masing-masing memiliki kelebihan tersendiri. Pertama, pendekatan yang lebih ketat dapat menjaga kualitas sanad dan ilmu, mencegah penyalahgunaan ilmu, serta meningkatkan kredibilitas guru. Kedua, pendekatan yang lebih longgar dapat memperluas akses terhadap ilmu, menumbuhkan semangat belajar, dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih terbuka, fleksibel, serta adaptif terhadap kebutuhan zaman.

Sebagai jalan tengah, diperlukan pendekatan yang seimbang antara ketat dan longgar. Solusinya adalah dengan menetapkan kriteria yang jelas namun tetap fleksibel, serta memberikan kesempatan bagi murid untuk berkembang secara bertahap melalui pendampingan.

Dengan cara tersebut, kualitas ilmu tetap terjaga, sementara murid dapat mengembangkan pemahaman mereka secara bertahap. Selain itu, penting untuk menyusun kriteria yang adaptif terhadap perkembangan zaman, dengan fokus tidak hanya pada aspek intelektual, tetapi juga pada kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan tentang pentingnya sanad juga perlu diperkenalkan lebih luas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kemurnian ajaran Islam. Guru dan lembaga pendidikan harus menekankan pentingnya pendidikan berkelanjutan yang mencakup pengembangan karakter dan akhlak, bukan hanya ilmu teoritis.

Dengan sistem yang menekankan kualitas, akhlak, dan relevansi zaman, pemberian sanad dapat lebih inklusif dan memberikan kesempatan belajar kepada lebih banyak orang tanpa mengorbankan kualitas ajaran yang diteruskan.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sanad memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga kemurnian dan keotentikan ajaran Islam, baik dalam konteks hadis maupun keilmuan. Meskipun ada perbedaan dalam cara menyikapi sanad, baik yang ketat maupun yang longgar, penting untuk menemukan keseimbangan antara keduanya.

Sebuah pendekatan yang fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan zaman, dengan penekanan pada kualitas ilmu, akhlak, dan relevansi praktik dalam kehidupan sehari-hari, dapat memastikan bahwa ajaran yang diteruskan tetap sahih dan bermanfaat.

Sebab itu, edukasi tentang pentingnya sanad perlu diperluas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga pendidikan Islam dapat tetap relevan dan memberikan manfaat bagi banyak orang tanpa mengorbankan kualitasnya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan