Menyelami Khazanah Berpikir dari Esai-esai Reflektif

1,566 kali dibaca

Iqbal mencitrakan dirinya sosok yang kritis, tajam, aktual, dialogis, dan diskursif.

Begitulah sepenggal kalimat yang ditulis Edi AH Iyubenu di pengantar buku ini, yang diberi judul Dilarang Mengutuk Hujan. Barangkali bukan hanya saya yang mengakui itu. Pembaca dan penikmat buku lainnya mungkin memiliki pendapat yang sama tentang esais Iqbal Aji Daryono. Gagasan yang segar dan berbeda dapat kita nikmati dari kumpulan esai-esai yang ditulisnya di beragam media.

Advertisements

Buku ini termasuk dari kumpulan esai-esai reflektifnya di salah satu media nasional dalam rentang waktu 2017 hingga 2020. Kecerdikan dan kepiawaian Iqbal dalam membangun sudut pandang merupakan implikasi dari lingkaran pertemanannya yang luas dan bagus, jelajah bacaan serta kedalaman Iqbal dalam menyelami langgam pemikiran dan kebatinan.

Sebagai seseorang yang pernah berguru langsung sekaligus penikmat esai-esainya di Detik.com, tentulah saya barangkali juga yang lain akan memujinya. Tak sedikit esais yang gaya tulisannya seperti Iqbal. Tetapi, ia brilian dalam membangun sudut pandang, dan menyuguhkan perspektif. Hingga menjadi pembeda dari para penulis esai reflektif lainnya, seperti Mohammad Sobari dan Mahbub Junaidi.

Di esai pertama, “Sawah-sawah yang Berubah Menjadi Perumahan”, pembaca disuguhi oleh beragam pendapat warga kampung perihal keluhungan memelihara keasrian sawah versus laju pembangunan yang meniscayakan pengorbanan besar.

Di bagian kedua, “Perubahan Zaman” perlahan menggeser buku sebagai konsumtivisme intelektual. Iqbal membangun argumennya lewat proses refleksi buku-buku yang dimiliki juga pengamatannya akan gaya hidup generasi zaman sekarang.

Esai “Perihal Angka-angka Kolesterol” dalam general check up di hadapan sate-sate kambing yang menggugah selera. Iqbal membangun sudut padangangnya lewat cerita nyata banyak orang berumur panjang meski tetap makan sate plus penjelasan metematis saintis dan medis.

Lalu di bagian esai Perihal Tragedi Pembantaian Mesir yang diduga pelakunya beragama Islam, pembaca disuguhi dengan kedalaman pemaknaan sekaligus mengajak berpikir logis. Islam sebagai agama memiliki alat tertentu dalam menyampaikan substansi-substansi ajaran. Sebab, zaman Rasulullah sangat berbeda dengan masyarakat sekarang. Maka dari itu, alat bahasa dalam menyampaikan ajaran agama juga pastilah berbeda.

Di esai lainnya, Perihal Hujan yang seringkali melesakkan problematis antara satu kalangan dengan kalangan lainnya. Perspektif Iqbal merujuk pada nilai-nilai Al-Qur’an yang menganjurkan agar bersyukur dengan adanya hujan. Di sisi lain, hendaknya juga mengapresiasi hujan yang membawa dampak riskan seperti toko yang sepi, longsor dan banjir.

Kita juga akan menyelami khazanah berfikir Iqbal pada kasus Fidelis Arie yang divonis penjara akibat menanam ganja demi pengobatan istrinya. Tipisnya perbedaan teori dan realitas seringkali memburamkan pandangan kita akan pentingnya mencapai tujuan yaitu, keadilan dan kesejahteraan.

Begitulah sekelumit esai Iqbal yang akan Anda temukan dalam buku ini. Iqbal mengayuh tipikal reflektif dengan gagasannya yang segar dan matang. Ia telah menyelami samudra teori, referensi buku untuk kemudian membingkai argumennya menjadi bangunan refleksi yang utuh dan tidak membosankan. Eksplorasinya pada nilai-nilai spiritualitas dan maslahat hidup dalam ragam tulisannya telah memikat banyak orang untuk menyelami khazanah berfikir kritis, tajam dan dialogis.

Data Buku

Judul buku: Dilarang Mengutuk Hujan
Jumlah Halaman: 165 hlm
Penulis: Iqbal Aji Daryono
Penerbit: Diva Press
Tahun Terbit: Februari 2021

Multi-Page

Tinggalkan Balasan