Menggagas Holding Usaha Pesantren

2,980 kali dibaca

Bank Indonesia (BI), bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain, sedang menginisiasi dibentuknya holding usaha pesantren di Indonesia. Pembentukan holding usaha pesantren di seluruh Indonesia. ini bertujuan untuk memperkuat pesantren sebagai salah satu komponen keuangan dan ekonomi syariah di Tanah Air.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo pada acara Sarasehan Pesantren dengan tema “Atta’awun dalam Peningkatan Sinergi dan Kolaborasi Antar-Pesantren Menuju Kemandirian Ekonomi Pesantren di Era Digital” di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (12/11).

Advertisements

Saat ini, dengan melibatkan sejumlah Lembaga lain, BI sudah membuat pilot project pembentukan holding ini dengan melibatkan sekitar 250 pesantren atau kurang satu persen dari total jumlah pesantren. Ia berharap, dalam waktu tidak terlalu lama holding pesantren sudah terbentuk. “Kita masih pilot project pengembangan holding pesantren. Induk usaha pesantren dalam skala nasional ini diharapkan mampu memperkuat pesantren, tidak hanya permodalan, tapi pasar dan askes informasi,” ujarnya.

“Kami memang telah menyusun program kapasitas SDM untuk pengembangan pesantren. Cakupannya luas, kelembagaan, kemandirian ekonomi. Kalau BI sendiri telah kerja sama pada 250 pondok pesantren (ponpes), kurang dari 1 persen,” jelasnya.

Dia melanjutkan, dengan adanya holding pesantren, seluruh pesantren di Indonesia nantinya akan bisa mandiri dalam mengelola unit usahanya. Misalnya, ada satu ponpes mengembangkan bisnis air minum. Dengan holding pesantren, dia akan bisa dikembangkan ke pesantren lainnya. Atau, ada satu ponpes punya usaha produk layak ekspor, bisa dikembangkan dengan system holding ke pesantren lain juga..

Dalam holding pesantren itu, nantinya pesantren diarahkan juga untuk memanfaatkan teknologi informasi digital. Sebab, digitalisasi telah menyebabkan perubahan besar di berbagai aspek kehidupan, mulai dari komunikasi, hubungan sosial, hingga kepada perilaku ekonomi. Mau tidak mau, menurut Dody, pesantren juga harus mampu bersaing di era digital ini. Apalagi, pangsa pasar ekonomi digital sangat besar dan akan terus berkembang.

Dijelaskan Dody, dari total populasi Indonesia yang sekitar 268 juta jiwa penduduk, sebanyak 56 persen di antaranya, atau 150 juta orang, merupakan pengguna internet aktif. Dari 150 juta orang tersebut, sebanyak 91 persen menggunakan ponsel/smartphone dan lebih dari 10 persen sudah memanfaatkannya untuk melakukan pembelian/pembayaran online secara rutin.

Berdasarkan riset, market size ekonomi digital Indonesia pada akhir 2019 diprediksi akan mencapai  40 miliar dollar AS atau sekitar Rp 560 triliun. Lalu, pada 2025 berpotensi mencapai 100 miliar dollar AS atau setara Rp 1.400 triliun.

Dijelaskan Dody, bukan hal yang mustahil kalangan pesantren mampu bersaing dalam era ekonomi digital. Semangat gotong royong atau sinergi di kalangan pesantren dapat menjadi modal sosial yang besar. Hal tersebut juga dilandasi fakta bahwa inti dari implementasi ekonomi digital adalah membangun suatu ekosistem yang bisa menghubungkan antara seluruh kebutuhan dari konsumen dengan layanan yang bisa disediakan oleh produsen atau pelaku usaha lainnya. Dengan keberadaan sekitar 32.000 pondok pesantren dengan 5 juta santri, modal besar pesantren untuk membangun ekosistem digital secara internal tidak diragukan lagi.

Dia meminta pimpinan pesantren agar dapat memperkuat sinergi dan kolaborasi antar pesantren, baik dalam lingkup pemberdayaan ekonomi, maupun kegiatan yang lainnya. “Terutama dengan tujuan memperkuat peran pesantren dalam rantai nilai halal nasional,” katanya.

Serikat Ekonomi Pesantren

Di Provinsi Jawa Barat, ratusan perwakilan pesantren justru sudah mendeklarasikan Serikat Ekonomi Pesatren . Deklarasi dilakukan di Pesantren Idrisiyyah, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Selasa (12/11/).

Menurut Inisiator Serikat Ekonomi Pesatren, Ahmad Tazakka Bonanza, pembentukan serikat itu bertujuan untuk meningkatkan ekonomi pesantren yang belum memiliki kegiatan usaha. Mereka akan dibina supaya dapat membentuk koperasi dalam menjalankan usaha mereka. “Pesantren yang belum punya usaha juga bisa menginisiasi kegiatan, setelah itu kita buatkan kelembagaannya hingga memberikan bantuan permodalan, manajemen, pemasaran supaya pesantren semakin maju,” katanya.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha, Kecil, Menegah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM, Rully Indrawan, mengapresiasi pembentukan Serikat Ekonomi Pesantren. Sebab, pesantren selama ini merupakan komunitas lebih dari sekadar mendidik para santri, tetapi mereka juga memiliki potensi mengembangkan ekonomi di daerah.

“Kita perlu menciptakan kelompok bisnis dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk apa pun dalam lingkungan pesantren. Dengan jaringan antarpesantren, kelompok bisnis satu bisa bekerja sama atau berkolaborasi dengan usaha dari pesantren,” katanya.

Rully mengungkapkan, Kementerian Koperasi dan UKM akan terus membangun ekosistem kerja sama antarkelompok seperti Serikat Ekonomi Pesantren dengan tujuan membangun ekonomi masyarakat dan bisa menjadi pelaku ekonomi nasional. Dengan kerja sama tersebut akan tercipta pemerataan pendapatan nasional melalui kelompok-kelompok usaha kecil. Termasuk menciptakan lapangan kerja luas.

“Kerja sama antarpesantren berupa Serikat Ekonomi Pesantren ini bukan pertama kali dilakukan. Karena, di daerah lain seperti Jawa Timur dan Yogyakarta selama itu sudah banyak dibentuk. Namun, di Jawa Barat Serikat Ekonomi Pesantren merupakan yang pertama dilakukan. Kita akan memberikan pendampingan, pelatihan berkaitan dengan koperasi, juga pembiayaan dan pemasaran,” katanya.—

Multi-Page

Tinggalkan Balasan