Mengapa Kita Perlu Tersenyum?

2,172 kali dibaca

Dalam kitab Wasiyatul Musthofa, Nabi Muhammad SAW berpesan kepada Sayyidina Ali ra. “Wahai Ali, jadilah pribadi yang murah senyum, sebab Allah mencintai orang-orang yang murah senyum. Dan janganlah menjadi orang yang suka cemberut, sebab Allah membenci mereka yang bermuka cemberut.”

Keceriaan dan wajah yang sumringah memang mampu menghadirkan perasaan nyaman bagi siapa saja yang memandang. Senyum yang rekah adalah sedekah. Begitulah disebutkan dalam hadits Nabi. Memang demikian, setiap kali memandang wajah orang-orang yang kutemui di jalanan dan mereka itu dengan sederhananya menebarkan senyum, entah mengapa diri seperti mendapatkan perasaan yang melegakan, nyaman, dan ikut bahagia.

Advertisements

Senyum seakan barang yang sederhana, tapi begitu besar pengaruhnya. Menampakkan wajah yang ceria dan berseri-seri membuat orang yang kita temui merasa senang dan gembira, dan membahagiakan orang lain termasuk suatu kebaikan pula.

Di desa-desa, ketika dua orang atau lebih sedang berpapasan, tentu salah satu dari mereka (biasanya yang lebih muda yang memulai) akan saling lempar senyum dan berkata, “monggo“. Di pondok pesantren, dulu saya merasakan kehangatan saling sapa dengan senyum dan salam itu, walaupun awalnya harus dipaksa dulu dengan bentuk peraturan pondok. Tapi lambat laun, ketika aku telah pulang, kebiasaan untuk menyapa siapa pun, terlebih kepada yang berusia lebih tua dariku, masih juga kubawa. Malahan terasa aneh jika bertemu dengan seseorang di jalan, saling pandang tapi tak saling menebar senyuman.

Ada satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim, Nabi Muhammad bersabda, “Kamu tidak akan mampu berbuat baik kepada semua manusia dengan hartamu, maka hendaknya kebaikanmu sampai kepada mereka lewat keceriaan (pada) wajahmu.”

Kebaikan itu bermacam-macam bentuknya. Menebar senyuman adalah salah satunya. Kita tahu bahwa ada kebaikan yang hanya mampu dikerjakan oleh orang yang memiliki harta saja, ada pula kebaikan yang hanya bisa dikerjakan oleh orang yang berpangkat dan mempunyai kekuasaan. Lalu beberapa kebaikan lainnya yang hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang tertentu.

Beda halnya dengan menebar senyum, ini merupakan kebaikan yang semua orang bisa melakukannya. Senyum dapat dijangkau oleh siapa pun dan tentunya mudah dan murah. Tapi mengapa terkadang kita temukan seseorang yang sepertinya jarang terlihat tersenyum?

Demikianlah, secara teori, menebar senyum memang terdengar mudah. Tapi jangan lupa bahwa tersenyum merupakan suatu kerja yang melibatkan hati dan pikiran. Jika hati dan pikiran seseorang sedang kacau dan tidak nyaman, biasanya akan nampak pada raut wajahnya, atau senyumnya. Ia akan lebih mudah terlihat cemberut dan muram.

Ya, memang wajah dan senyum bisa sedikit mewakili apa sedang seseorang rasakan. Seseorang akan kesulitan untuk menebarkan senyum dan terus-menerus membohongi dirinya sendiri jika yang sedang ia rasakan adalah kegundahan, sedih, atau bahkan marah. Tapi, meskipun jiwa sedang dilanda kesedihan, marah atau pun resah, memilih untuk tetap menebarkan senyum kadang bisa sedikit meredakan perasaan itu semua.

Kusarankan, jika kau merasa kesulitan bahagia, carilah teman atau sanak familimu yang hobi menebarkan senyum dan membuatmu tertawa. Mungkin problem hidupmu tidak akan bisa begitu saja selesai dengan menemui mereka, tapi perlu kau sadari, untuk menyelesaikan masalah engkau perlu energi yang cukup dan jiwa yang penuh semangat. Dan berbincang dengan mereka yang penuh ceria, senyum dan bahagia, sama halnya dengan engkau sedang mengisi baterai jiwamu.

Disebutkan bahwa termasuk akhlak yang mulia adalah seseorang yang ketika malam hari menangis memohon ampun kepada Allah dan selalu ceria dan tersenyum di pagi hari. Memang begitu besar perhatian agama Islam terhadap hal-hal sederhana dalam keseharian umatnya, terlebih hubungan sosial, dan di sini senyum adalah salah satunya.

Sahabat Jarir bin Abdullah ra berkata, “Rasulullah tak pernah memandangku kecuali dalam keadaan tersenyum.” Begitulah, Nabi kita memang terkenal sangat murah senyum, berwajah sumringah, pada siapa pun, tidak terkhusus umat muslim saja. Dari itu, bukankah semestinya kita ikut mencontoh beliau juga?

Multi-Page

Tinggalkan Balasan