Bila Santri Mencuci Beras

1,032 kali dibaca

Zubaid begitu dimanjakan oleh orang tuanya. Ia jarang sekali membantu bapak ibunya dalam mengerjakan tugas-tugas rumahan. Setelah lulus dari SMP, ia dipondokkan. Tradisi pondok, biasanya jika ada santri baru maka ia harus digojlok agar kerasan. Penggojlok adalah para seniornya.

Malam hari setelah selesai mengaji, santri yang sekamar dengan Zubaid ingin menyambut kedatangannya dengan memasak. Mereka membagi tugas. Ada yang mencari lauk. Ada menyiapkan alat masak. Saat itu Zubaid ditugasi untuk ngliwet atau menanak nasi, tugas yang paling mudah untuk santri baru. Tapi, karena Zubaid tidak pernah tahu-menahu urusan tersebut, ia pun bingung.

Advertisements

“Kang, beras ini harus diapakan dulu sebelum ditanak?”

Kang Nuril yang ditanya menertawakan Zubaid. “Gitu aja ko nggak ngerti. Ya, dicuci dulu berasnya biar bersih, kemudian taruh dalam dandang, taruh di atas kompor.”

Zubaid mengerti. Ketika memasak sudah selesai dan giliran untuk bersantap bersama, Kang Nuril merasa ada yang aneh dengan nasi yang ia makan. “Zubaid, berasnya tadi sudah kamu cuci kan? Ko rasanya aneh begini.”

Zubaid menjawab, “Sudah Kang! Sudah saya cuci ko. Saya cuci dengan deterjen supaya lebih bersih lagi.”

Teman sekamar Zubaid tertawa. Malam itu mereka memakan nasi rasa deterjen yang berslogan ‘membersihkan paling bersih’. Zubaid diam saja, tanpa mengetahui kenapa teman-teman menertawakannya.

KHITABAH

Biasanya tradisi dalam pondok terdapat kegiatan khitabah. Yaitu kegiatan santri memberikan ceramah kepada santri lainnya sebagai audiens. Hal ini bertujuan agar santri pesantren siap berdakwah jika nanti terjun ke masyarakat. “Acara selanjutnya adalah mauizah hasanah, yang akan disampaikan oleh Kiai Haji yang masih nyantri, Saudara Bisri Musthofa untuk memberikan tausiyahnya,” MC khitabah mempersilakan Bisri untuk berkhitabah.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan