Menafsirkan Abdurrahman Addakhil

1,247 kali dibaca

Abdurrahman Addakhil atau lebih familiar dipanggil “Gus Dur” adalah “Buku Pengetahuan” yang multitafsir. Pemikiran-pemikirannya yang tertuang dalam berbagai media selalu menarik para pembaca untuk mendalami, menganalisis, merefleksi, dan mengaktualisasikanya dalam bingkai nilai kemanusiaan dan keberagaman.

Sering kali, pemikiran-pemikiran Gus Dur menuai banyak kontroversi dari berbagai kalangan. Meskipun, banyak pula yang menjadikannya sebagai provokasi untuk menjatuhkan suatu golongan dan institusi. Tetapi itulah keunikan sekaligus nilai tambah pemikiran-pemikiran Gus Dur, seorang kiai, negarawan, sekaligus manusia multidimensi.

Advertisements

Persentuhan pertama penulis dengan pemikiran Gus Dur bermula dari rasa kekaguman seorang santri kepada salah satu kiai favoritnya, dan lambat laun kekaguman itu menjadi rasa keingintahuan yang sangat besar untuk selalu mendalami dan mencerna nilai-nilai yang diteladani dalam semua lini kehidupan.

Gus Dur adalah manusia yang tidak akan pernah selesai untuk kita pelajari. Semakin kita mendalami nilai khazanahnya, semakin luas pula jangkauan dari nilai itu sendiri. Karena, kita mempelajarinya secara objektif bukan subjektif. Bukan untuk mengkultuskan sosok Gus Dur, melainkan untuk meneruskan nilai-nilai yang telah diwariskan.

Jika kita bandingkan sosok Gus Dur dengan tokoh Nurcholish Madjid (Cak Nur), maka bisa kita lihat perbedaannya pada gaya bahasa dan cara penyampaian. Cak Nur cenderung formal, sistematis, dan selalu mengedepankan pendekatan ilmiah yang normatif. Wajar, karena Cak Nur datang dari latar belakang akademik.

Sedangkan Gus Dur? Jadi rektor sebentar saja sudah diberhentikan oleh ketua yayasan. Gus Dur begitu mengalir, humoris, merefleksikan bahasa keseharian dengan berbagai candaan. Meski kadang tingkah lakunya menuai cacian hingga hinaan dari banyak pihak, akan tetapi Gus Dur tetaplah Gus Dur, selalu santai dalam berbagai keadaan.

Tulisan-tulisan Gus Dur yang dulu dimuat oleh berbagai media nasional atau sekarang bisa kita lihat juga sangat menarik untuk direfleksikan. Terkadang, untuk mempercayai bahwa tulisan itu ditulis beberapa puluh tahun yang lalu pun sulit, dikarenakan apa yang ditulis dan dipikirkan Gus Dur masih relevan dengan apa yang terjadi di era sekarang. Dan setelah kita pahami lebih dalam, ternyata Gus Dur bukan hanya menulis apa yang dipikirkan saat itu, akan tetapi menulis dengan analisa begitu tajam terhadap keadaan yang terjadi dan dilengkapi dengan solusi yang sangat subtansial. Sehingga, tulisan-tulisan Gus Dur terkesan melampaui zaman.

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita sedikit mengupas gagasan-gagasan Gus Dur soal agama dan kemanusiaan. Banyak sekali tulisan tulisan Gus Dur yang membahas tentang peran agama sebagai solusi utama dalam berbagai permasalahan. Gus Dur menjadikan agama sebagai insiprasi batin, bukan aspirasi politik.

Dalam meyakini sebuah ajaran agama, setiap orang pasti meyakini bahwa agama yang dianutnya adalah benar. Tetapi juga tidak bisa dimungkiri bahwa semua agama mengajarkan tentang kebenaran. Dan tingkat tertinggi dari agama dan peribadatan adalah kemanusiaan. Agama hadir untuk mengatur manusia agar senantiasa menyebarkan cinta kasih dan kedamaian secara universal, tanpa pandang bulu terhadap beragam perbedaan. Dan itulah jalan keagamaan yang diambil Gus Dur. Welas asih meluas di semua golongan, dan menyayangi secara mendalam terhadap semua lapisan.

Jika ada yang menyebut Gus Dur sebagai agen Zionis ataupun Yahudi, menurut saya itu pandangan yang sangatlah keliru. Coba Anda tengok dan baca sendiri tulisan-tulisan Gus Dur di berbagai periode. Terlihat bahwa Gus Dur bukan sekadar ulama turunan, tapi secara kapasitas memang pantas disebut seorang ulama. Gus Dur selalu menyelipkan nilai-nilai keislaman di setiap tulisanya. Meskipun, yang ditekankan adalah nilai-nilai universal. Bukan pandangan yang terlalu dogmatis dan sempit.

Kemudian pandangan Gus Dur mengenai PKI dan Ahmadiyah. Semasa hidup, Gus Dur selalu menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kelompok yang mengalami diskriminasi. Termasuk PKI dan Ahmadiyah. Ketika banyak orang membenci dan memberi stigma buruk pada kedua kelompok itu, Gus Dur secara terbuka memasang badan untuk mereka. Karena, bagi Gus Dur, semua orang wajib mendapat perlakuan yang sama dalam hal bernegara dan bermasyarakat. Dan bukan hanya pada kelompok itu saja. Peran Gus Dur dalam menegakkan keadilan di negeri ini sangatlah progresif; di mana ada ketidakadilan, pasti di situ kita menemukan Gus Dur di garda terdepan.

Dalam hal berbangsa dan bernegara, Gus Dur selalu menerapkan kaidah “tassarruf al-Imam ‘ala al-ra’iyyah manutun bilmaslahah”. Selalu mengedepankan kemaslahatan bersama daripada kepentingan pribadi. Gus Dur bukan tipe orang yang gila hormat dan jabatan, dan selalu mengutamakan nilai persatuan dan kesatuan.

Hal itu bisa kita lihat, ketika Gus Dur dengan sangat legowo dilengserkan dari kursi kepresidenan hanya untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah di masyarakat. Begitu mulia sekali hati Gus Dur. Bagi Gus Dur, tidak ada jabatan yang patut dipertahankkan secara mati-matian, karena yang paling penting dalam politik adalah kemanusiaan. Karena itu, sangat naif sekali bila kita masih menganggap Gus Dur sebagai salah satu tokoh politik. Gus Dur lebih pantas dianggap sebagai guru bangsa yang telah mengajarkan bangsa ini tentang nilai persaudaraan dan kekesatriaan.

Lalu, hal yang tidak bisa kita lupakan dari Gus Dur adalah gagasan pluralisme dan kosmopolitanisme. Dua hal yang sangat melekat pada diri Gus Dur. Jika kita lihat dari biografi Gus Dur, dari semasa kecil sudah bersentuhan dengan bebagai kebudayaan, ideologi, dan keagamaan. Mungkin, dari hal seperti itulah Gus Dur terbentuk menjadi pribadi yang pluralis dan kosmopolit. Tidak bisa dibayangan bilamana dulu Gus Dur tidak gencar menyuarakan gagasan pluralisme dan kosmopolitanisme. Gus Dur seperti menjadi oase di sebuah negara yang sangat multikultural, yang selalu mengajarkan untuk menggunakan kacamata kemanusiaan dalam menyikapi banyaknya perbedaan. Gus Dur adalah Gus Dur, seorang bapak yang dititipkan Tuhan untuk bangsa yang yatim ini.

Agar pembahasan ini tidak ngalor-ngidul dan panjang lebar, silakan Anda interpretasikan sendiri tentang bagaimana dan siapa seorang Abdurrahman Addakhil ini. Terserah Anda, karena semua orang berdaulat atas penafsiran dan pemaknaan masing-masing. Jika sudah, dan Anda ingin lebih jauh mendalami seorang Gus Dur, bolehlah sesekali waktu mengikuti “Kelas Pemikiran Gus Dur” yang diselenggarakn di berbagai daerah. Di situ kita bukan hanya di perkenalkan pada Gus Dur sebagai kata sifat, melainkan juga sebagai kata kerja. GUSDURian selalu terbuka dengan siapa pun yang ingin bergabung, karena menjadi GUSDURian merupakan sebuah panggilan sejarah.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan