Membumikan Pemikiran Gus Dur Bersama Kelas Penggerak Gusdurian

335 kali dibaca

Saya menggunakan istilah membumikan pada judul di atas bukan tanpa alasan. Sebab, menurut pengamatan saya, selama ini banyak para pemikir Indonesia yang hanya berhenti pada tataran ide setelah ditinggal wafat sang pemikirnya.

Keberlanjutan sebuah gagasan jauh lebih penting dari sekedar ide yang sifatnya abstrak. Oleh sebab itu, kata membumikan adalah istilah yang tepat untuk menarik simpul-simpul ide ke wilayah praktik.

Advertisements

Menurut KBBI, lema membumikan memiliki arti menanamkan dan memasyarakatkan, dari kata dasar bumi. Namun, kata dasar ini tidak akan menjelaskan apapun karena pada dasarnya istilah membumikan adalah kata kiasan atau homonim.

Jadi, saya merasa bahwa pemikiran-pemikiran Gus Dur ini harus dimasyarakatkan dalam wujud nyata yang diimplementasikan dalam kehiduapan sehari-hari. Saya yakin tidak banyak masyarakat yang tahu atau paham mengenai gagasan-gagasan Gus Dur selain para pecintanya, pengagumnya, ataupun orang yang mengkaji tentang diri Gus Dur.

Gusdurian Yogyakarta menyelenggarakan Kelas Penggerak Gusdurian pada tanggal 27-29 Oktober 2023. Kelas ini berkelanjutan hingga dua bulan ke depan. Kelas Penggerak Gusdurian sendiri adalah sebuah wadah untuk menanamkan dan menginternalisasikan nilai, pemikiran, dan keteladanan sosok Gus Dur terutama tentang ke-Indonesiaan (agama, demokrasi, dan budaya).

Output dari kegiatan ini adalah melahirkan para penggerak berperspektif Gus Dur dan Gus Durian. Acara ini diikuti oleh 40 peserta yang sudah diseleksi sebelumnya. Para peserta rata-rata mahasiswa yang menetap di Yogyakarta.

Banyak hal yang diajarkan dalam Kelas Penggerak Gusdurian, terutama mengenai 9 nilai yang diusung oleh Gus Dur. Pertama, para peserta diajarkan soft skill untuk menjadi pendengar yang baik dengan cara mendengarkan lawan bicara tanpa memberikan intervensi, judgment, atau respons apapun.

Tujuan menjadi pendengar yang baik agar terbiasa mendengarkan secara utuh berita yang diterima, baru memberikan penilaian sehingga menjadi bijaksana dalam bersikap. Selain menjadi pendengar yang baik, para peserta juga dituntut untuk merefleksikan nilai-nilai yang mereka dapat selama di dalam kelas.

Selain itu, kepada peserta juga dikenaklan mengenai biografi Gus Dur, pemikiranya, perjalanan intlektualnya, dan keteladanannya. Pengajaran dalam kelas ini lebih banyak dalam bentuk praktik daripada mendengarkan para pemateri, sebab untuk menjadi penggrak yang utama adalah prakteknya.

Selama kelas berlangsung terasa begitu menyenangkan karena sering diselingi dengan permainan game. Permainan ini berguna untuk membuat para peserta antusias dan tidak bosan dalam mengikuti Kelas Penggerak Gus Durian. Kelas ini berlangsung dari pagi sampai malam hari, tentunya kalau tidak diselingi dengan game kelas akan terasa membosankan dan terkesan garing.

Dalam kelas ini ditekankan 9 nilai utama Gus Dur yang wajib diamalkan para peserta dalam kehidupan sehari-hari. Adapun 9 nilai utama Gus Dur, yaitu, pertama, mengenai Ketauhidan. Nilai ini menjadi poros utama yang diperjuangkan Gus Dur melampaui batas kelembagaan dan birokrasi agama. Nilai ketauhidan ini diwujudkan dalam laku hidup sosial, politik, ekonomi, kemanusiaan dan kebudayaan.

Kedua yaitu nilai kemanusiaan. Nilai ini bersumber dari ketauhidan. Menyadari bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia untuk mengelola dan memakmurkan bumi. Kemuliaan yang ada dalam diri manusia mengharuskan mereka untuk saling mengasihi, menghargai, dan menghormati. Memuliakan manusia berarti juga memuliakan penciptanya. Dengan pandangan inilah Gus Dur memberjuangkan kemanusiaan tanpa batasan ras, suku, agama, dan budaya.

Selanjutnya, yang ketiga, yaitu nilai keadilan. Dalam pandangan Gus Dur, martabat kemanusiaan hanya dapat dijalankan ketika ada keseimbangan, kelayakan, dan kepantasan dalam kehidupan masyarakat. Keadilan tidak hadir begitu saja dalam realitas. Maka perlu diperjuangkan. Sepanjang hayat, Gus Dur selalu berusaha berjuang untuk menciptakan keadilan di tengah masyarakat.

Keempat, yaitu nilai kesetaraan, nilai ini meniscayakan adanya sikap adil, hubungan yang sederajat, sirnanya diskirminasi dan subordinasi dalam kehidupan masyarakat. Dalam memperjuangkan nilia kesetaraan ini tampak dalam diri Gus Dur ketika ia berpihak pada kaum minoritas dan marjinal yang tertindas secara tidak manusiawi.

Nilai kelima, yaitu pembebasan. Nilai ini bersumber dari kesadaran untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan agar terlepas dari berbagai macam belenggu. Semangat pembebasan ini hanya dimiliki oleh mereka yang berjiwa merdeka, bebas dari rasa takut, dan otentik.

Keenam, nilai persaudaraan. Gus Dur memegang prinsip penghargaan pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan. Sepanjang hidup Gus Dur sudah meneladankan sikap ini. Banyak kita lihat ketika ia menjalin persaudaraan dengan lintas agama.

Selanjutnya, nilai ketujuh, yaitu kesederhanaan. Nilai ini bersumber dari pikiran subtansial, sikap, laku hidup yang sewajarnya tidak berlebih-lebihan. Bagi Gus Dur, kesederhanaan menjadi perlawanan terhadap sikap matrealistis, korup, dan berlebihan.

Nilai kedelapan, yaitu kesatriaan. Nilai ini bersumber dari rasa berani untuk memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai yang diyakini untuk menjapai apa yang akan diraih. Kesatraan yang ada dalam diri Gus Dur terlihat dalam kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani hidup seberat apapun.

Terakhir, nilai kesembilan, kearifan tradisi. Nilai ini bersumber dari sosial-budaya yang berpijak dalam tradisi masyarakat Indonesia. Nilai ini juga terwujud dalam konstitusi UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan seluruh tata nilai ketimuran.

Sembilan nilai tersebut dijadikan materi utama yang harus dipahami dan direfleksikan para peserta dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, jika ingin menjadi penggerak Gus Durian, maka harus membangun pandangan sebagaimana Gus Dur meneladankan.

Menurut saya, Gus Dur masih hidup dalam nilai-nilai yang diajarkannya. Semangat membumikan nilai-nilai Gus Dur ini sebagai salah satu upaya menjaga keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, di era distrupsi seperti ini, kita mudah diadu domba atas nama agama dan saling membenci satu sama lain sampai melupakan nilai-nilai kemanusiaan dan kasih sayang. Pemikiran Gus Dur sangat reflektif sekali dengan alam pikiran masyarakat Indonesia yang majemuk ini.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan