Membaca Sang Humanis: Gus Dur dalam Cerita Gus Mus

514 kali dibaca

Siapa yang tak kenal Gus Dur, panggilan akrab dari KH. Abdurrahman Wahid? Ia seorang humanis yang dilahirkan di lingkungan pondok pesantren, yang kemudian mengabdikan dirinya dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Baginya kemanusiaan adalah hal paling tinggi dalam kehidupan di antara beragamnya agama, etnis, suku, budaya dan bahasa. Segala yang melatarbelakangi seseorang beserta kelas sosialnya dalam masyarakat sama-sama memiliki hak dan kewajiban atas nama kemanusiaan. Dengan kata lain, semua manusia sama-sama berhak mendapatkan keadilan.

Dengan perjuangan itulah Gus Dur kemudian dicintai oleh semua orang, dari berbagai agama, suku, dan etnis yang berbeda di seluruh Indonesia bahkan dunia. Maka, tak heran jika Gus Dur kemudian terpilih menjadi presiden pada 1999. Meskipun tidak lama, karena terjadi banyak kontroversi yang dilontarkan kepadanya yang membuat dia akhirnya lengser dari jabatannya sebagai presiden pada tahun 2001. Karena begitu banyaknya para pejabat yang bertindak secara tidak adil terhadap masyarakat kecil dan Gus Dur berani menyuarakan itu.

Advertisements

Gus Dur sebagai presiden tentu memiliki tanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyatnya. Pikiran-pikiran serta langkah-langkah Gus Dur dalam mendorong Indonesia menjadi negara maju dan sejahtera seringkali disalahpami oleh sebagian kelompok yang tidak sependapat dengannya. Meskipun pada akhirnya, terungkap sudah siapa saja yang ingin melengserkan Gus Dur dari kursi kepresidenan setelah wafatnya Gus Dur. Seperti apa yang diungkapkan Gus Dur: “Biar sejarah yang membuktikan”.

Namun, sumbangsih Gus Dur bukan hanya dalam hal perpolitikan, melainkan nilai-nilai humanisme yang melekat dalam dirinya kini tetap dipertahankan oleh semua orang. Karena bagaimanapun juga, humanisme adalah hal paling pokok dalam kehidupan agar tetap damai. Banyak orang dari seluruh Indonesia bahkan dunia turut mengucapkan “belasungkawa” saat kepergiannya. Wafatnya sang humanis itu kini dirindukan banyak orang. Berjuta-juta orang yang berbeda identitasnya mengirimi doa, seperti setiap tahun kini diadakan acara haul dalam memperingati kepergiannya.

Termasuk dengan hadirnya buku Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus karya KH Husein Muhammad ini adalah bentuk dari “merindukan” sang humanis itu. Bagaimana Gus Dur dalam percakapan antara Buya Husein bersama Gus Mus yang tertuang dalam buku ini, di balik pikiran-pikirannya yang banyak menimbulkan kontroversial, guyonan-guyonannya yang membuat orang tertawa terpingkal-pingkal, serta proses belajar semasa hidupnya.

Seperti kata Buya Husein dalam buku ini bertanya dengan penuh penasaran ketika Gus Mus selalu menyebut nama Gus Dur dalam percakapannya. Tentu, penyebutan nama itu juga sering diuacapkan oleh semua orang. Mengapa Gus Dur disayangi semua orang? Karena Gus Dur menyayangi semua orang.

Dalam buku ini, kita akan disuguhkan tentang kisah-kisah Gus Dur yang belum diketahui banyak orang. Kisah-kisah itu adalah proses perjalanan Gus Dur selama menjadi Mahasiswa di Al-Azhar Kairo. Kisah lucu yang dialami sahabatnya Gus Mus saat bersama Gus Dur, yang mana Gus Mus adalah teman sekamar-tidurnya saat kuliah di Mesir. Disertai juga cerita keanehan-keanehan dalam diri Gus Dur. Misalnya, Gus Dur dianggap memiliki ilmu laduni, seperti kisah tidurnya Gus Dur saat rapat, yang dengan spontan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta lain seakan dari awal dia menyimak rapat. Meskipun hal itu bersifat di luar nalar manusia biasa, namun kenyataannya Gus Dur adalah seorang pembaca tekun.

Gus Dur yang besar di lingkungan pondok pesantren dan merupakan cucu dari KH Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama), membuat Gus Dur memegang erat prinsip-prinsip keagamaannya. Dalam buku ini diceritakan dalam “Tarekat dan Amalan Gus Dur” (hal: 97). Membaca ini membuat saya bertanya-tanya, apa yang membuat Gus Dur menjadi orang yang humanis, berani, dan memiliki pemikiran yang kosmopolitan?

Dalam cerita tersebut, Buya Husein dalam obrolannya bertanya kepada Gus Mus. Gus Mus menjawab: Gus Dur kesenangannya adalah membaca, dia akan membaca apa saja dan di mana saja (Gus Dur selalu membawa buku ke manapun dia pergi) yang menurutnya penting; seperti buku keagamaan (kitab kuning), filsafat, politik, sosial, ekonomi, sastra, dsb. Dengan bacaannya yang luas itu, Gus Dur kemudian menjadi penulis produktif yang banyak menghasilkan karya baik berbentuk buku maupun artikel.

Selain itu, Gus Dur selalu menjalani kehidupannya dengan spiritualitas. Kedekatannya dengan Tuhan membuat dia berani kepada siapapun yang berbuat salah. Diceritakan dalam buku ini, Gus Dur setiap harinya selalu membaca selawat kepada Nabi sebanyak 1.000 kali. Dia juga selalu menyempatkan dirinya untuk berziarah ke makan waliyullah ketika berkunjung ke sebuah daerah atau kebetulan melewati daerah yang terdapat makan para wali. Maksud kedatangannya tidak lain untuk berziarah, melakukan aktivitas zikir dan mendoakannya.

Itulah amalan dan jalan spritual (Thariqah) Gus Dur sebagai guru bangsa. Di balik kesenangannya pada membaca dia juga melakukan aktivitas-aktivitas spiritual seperti zikir dan ziarah ke makam para wali dan membaca selawat. Maka tak perlu heran jika Gus Dur kosmopolitan dan memiliki jiwa yang tenang tetapi berani, karena Gus Dur dekat dengan Tuhannya.

Semua isi dalam buku ini sangat menarik dan dianjurkan dibaca bagi semua orang, karena selain menceritakan tentang Gus Dur, juga membahas tentang kedalaman ilmu sahabatnya Gus Mus beserta kedekatannya dengan Gus Dur.

Bagi saya dan semua masyarakat Indonesia tentu sudah tahu bagaimana kedalaman ilmu yang dimiliki Gus Mus, selain alim dalam ilmu keagamaan dia juga seorang sastrawan yang piawai dalam membuat puisi. Gus Mus adalah ulama yang diidam-idamkan banyak orang saat ini. Ibarat jejak kaki Gus Dur, Gus Mus adalah penerus jejak kaki itu dalam perjalanan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.

Data Buku:

Penulis:K.H. Husein Muhammad
Penerbit:Ircisod
Tahun terbit:2022
ISBN:978-623-5348-19-3
Halaman:170
Multi-Page

Tinggalkan Balasan