Memahami Moderasi dari Sang Mufasir

842 kali dibaca

Agama Islam dikenal dengan agama yang rahmatan lil ‘alamin. Sebab, dalam dunia Islam, penerapan perilaku kasih sayang sangat tercerminkan dalam laku keislaman di setiap harinya. Salah satu contoh kecilnya dalam ranah toleransi. Ajaran Islam sangat menekankan umatnya untuk saling menghargai satu sama lain. Meskipun, berlainan dalam hal keyakinan tidak dapat menghalangi umat Islam untuk terus saling menghargai dan menebar kasih sayang antarsesama. Inilah esensi dari islam yang rahtan lil ‘alamin.

Demikian juga dalam ranah keseimbangan atau moderasi. Dalam konteks moderasi perlu dicatat bahwa Islam menetapkan kaharusan mempercayai akidah, tetapi kendati demikian siapa yang terpaksa oleh satu dan lain hal, sehingga muncul dalam benaknya semacam keraguan atau tanda tanya, maka itu dapat ditoleransi sambil terus berusaha menampiknya dan memantapkan hatinya.

Advertisements

Persoalan moderasi bukan sekadar urusan atau kepentingan orang per orangan saja, melainkan juga urusan kelompok, masyarakat, dan negara. Lebih-lebih dewasa ini ketika aneka kelompok –ekstrem atau lawannya, telah menampakkan wajahnya disertai dengan dalil-dalih agama yang penafsirannya sangat jauh dari hakikat Islam. Di sinilah sebenarnya peran pentingnya moderasi dalam beragama.

Memang semua pihak mengakui pentingnya dari moderasi, akan tetapi, apa makna, tujuan, dan bagaimana menerapkannya serta mewujudkannya, tidak jarang kabur, suram, atau apalah itu namanya bagi sementara kita. Maka kehadiran buku karya M Quraish Shihab yang berjudul Wasathiyyah; Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama, mencoba menjawab semua pertanyaan tersebut.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moderasi diartikan sebagai pengurangan kekerasan dan penghindaran ekstremisme. Di kamus yang sama namun dengan edisi yang berbeda dihidangkan penjelasan tentang arti kata moderat sebagai selalu menghindar dari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, berkecendrungan ke arah dimensi atau jalan tengah. Sedangkan moderator adalah orang yang menjadi penengah.

Makna-makna di atas sejalan dengan yang digunakan pakar bahasaAarab yang mengatakan “sesuatu yang bersifat wasat haruslah yang tidak terlepas dari kedua ujungnya.” Jad intinya, moderasi atau wasathiyyah adalah sesuatu yang selalu berada di tengah-tengah dari kedua ujung yang saling menariknya.

Quraish Shihab dalam buku ini memberikan sebuah uraian tentang mengapa harus moderasi. Menurutnya, untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu kembali jauh ke belakang untuk melihat dan mencari tahu bagaimana Allah menciptakan alam raya dan manusia.

Jika melihat alam raya dan manusia, agaknya ada keseimbangan yang luar biasa yang Tuhan berikan pada kita. Sehingga aktivitas dari keduanya menjadi selaras dengan firman Tuhan yang intinya manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Sekali lagi mengapa harus moderasi? Jawabannya karena alam raya ini tidak akan memberi manfaat buat makhluk kecuali dengan keseimbangan, bahkan tanpa keseimbangan, alam alam akan menjadi punah.

Selanjutnya dalam penerapan moderasi setidaknya ada empat yang ditawarkan oleh M. Quraish Shihab dalam buku ini. Yakni fiqh al-Muqashid, fiqh al-Awlawiyat, fiqh al-Munazamat, dan fiqh al-Ma’alat. Yang kesemuanya itu merupakan penunjang yang sangat mendukung dalam mewujudkan sebuah moderasi.

Dan yang lebih penting, menariknya dalam buku ini  juga memberikan langkah-langkah utama guna mewujudkan wasathiyyah.(hlm. 187). Alhasil, moderasi atau wasathiyyah tidak mengenal penghindaran dari kewajiban, tidak juga mengedepankan penggampangan atau sikap netral  yang pasif, tetapi keseimbangan yang mendorong lahirnya sikap aktif lagi arif.

Karena itu sekali lagi, menerapkan wasathiyyah memerlukan jihad, ijtihad, dan mujahadah. Karena moderasi bukanlah pakaian jadi yang tinggal dipakai oleh umat Islam yang memiliki esensi kemoderasian itu sendiri.

Maka kiranya tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa buku ini cukup baik dan berkualitas untuk dibaca dan dikonsumsi oleh setiap orang beragama. Karena dengan memahami moderasi yang menjadi esensi dari suatu agama, kita bisa lebih mengatahui batasan-batasan dari kedua ujung yang saling menarik. Sehingga moderasi dapat bersinergi satu sama lain dalam laku keseharian. Wallahu a’lam.

Data Buku

Judul               : Wasathiyyah (Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama).
Penulis             : M. Quraish Shihab
Penerbit           : Lentera hati
Cetakan           : I,September 2019
Tebal Buku      : 204 halaman
ISBN               : 978-602-7720-94-7

Multi-Page

Tinggalkan Balasan