“Masyitoh” di Pestarama #10: Kisah Perempuan yang Melawan Firaun

11 views

Drama Masyitoh menjadi salah satu magnet pada Pekan Apresiasi Sastra dan Drama (Pestarama) #10 yang digelar Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pertunjukan Masyitoh yang merupakan adaptasi naskah karya Ajip Rosidi ini berlangsung pada Selasa, 20 Mei 2025 di Bulungan Theater Building, Jakarta Selatan, dan dihadiri kurang lebih dari dua ratus penonton dari berbagai kalangan.

Pestarama merupakan acara tahunan yang menjadi wadah mahasiswa untuk mengekspresikan kreativitas sekaligus mengapresiasi karya sastra dan seni peran. Memasuki tahun ke-10 pelaksanaannya, Pestarama tahun ini mengangkat tema “Relung Langkah Budayawan Muslim Indonesia #2”, sebagai bentuk penghormatan terhadap jejak para budayawan muslim dalam dunia sastra.

Advertisements

Salah satu rangkaian utama Pestarama #10 adalah pementasan drama dari mahasiswa semester 6 PBSI. Tiga naskah ditampilkan dalam pertunjukan tahun ini, dan salah satu yang menarik perhatian adalah drama Masyitoh ini. Masyitoh mengisahkan keberanian seorang perempuan dalam mempertahankan keyakinan kepada Allah di tengah kekuasaan Firaun.

Ajip Rosidi, yang menulis naskah Masyitoh, merupakan sastrawan besar Indonesia yang telah memberi kontribusi luar biasa dalam dunia sastra sejak pertengahan tahun 1950-an. Ajip Rosidi dikenal sebagai sastrawan yang produktif, dengan karya-karya berupa puisi, cerpen, novel, dan drama.

Masyitoh adalah sebuah drama penuh makna. Drama ini menggambarkan keteguhan seorang perempuan dalam mempertahankan keyakinan di bawah tekanan kekuasaan yang absolut. Masyitoh hadir dengan nada serius dan spiritual, namun tetap menggugah secara emosional.

Drama ini mengisahkan tentang Masyitoh, seorang sahaya dari Bani Israil yang bekerja sebagai penyisir rambut putri Firaun. Tanpa sengaja, ia mengucapkan nama Allah saat bekerja, yang membuat sang putri murka karena meyakini bahwa ayahnya, Firaun, adalah satu-satunya tuhan. Namun Masyitoh tetap teguh. Ia tidak menarik ucapannya dan menjelaskan bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, tidak dapat disamakan dengan manusia.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan