Manusia, Kalam, dan Alam Semesta

1,644 kali dibaca

لكلام هو اللفظ المفيد المركب بالوضع

Kira-kira inilah lafazh yang pertama kali saya lantunkan dan saya pelajari dalam gramatikal Arab. Karya Syeikh Ash-Sonhaji ini yang menjadi dasar perkembangan nahwu di dunia.

Advertisements

Kalama tau kalimat adalah susunan dari kata-kata. Itu menurut KBBI. Menurut para sufi, kalam adalah cerminan hati. Menurut para filsuf, kalam adalah buah pikiran atau gagasan. Lebih jauh lagi, kalam versi langit ialah firman Allah.

Manusia diciptakan sebagai makhluk multidimensi, dia mampu mengarungi alam semesta yang maha luas. Apakah benar begitu?

Jika kita mengawali aktivitas mulai dari bangun tidur, sarapan, pergi bekerja, pulag lalu istirahat, itu merupakan aktivitas untuk survival yang sudah dimulai sejak dari nenek moyang dulu, baik disengaj atau tidak. Dan kita baru sadar bahwa kebiasaan setiap hari adalah sistem dari alam semesta.

Para filsuf sebelum kelahiran Nabi Muhammad telah memikirkan fenomena alam semesta; mengapa ia diciptakan; apa yang menyebabkan burung dapat terbang; kenapa angin tak nampak; dan pertanyaan-pertanyaan yang selalu terlintas tentang hal yang terlihat. Mereka selalu dibuat penasaran dengan apa yag terjadi di alam ini, siapa penyebab adanya malam, siang, gunung, laut?

Hingga lahirlah Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk memperbaiki akhlak manusia, dengan pedoman al-Quran yang diturunkan Allah melalui malaikat Jibril a.s kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur. Barulah satu per satu hal di alam semesta ini tersingkap.

Allah menciptakan Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi alam semesta, dan ini tedapat dalam surat al-An’am ayat 107:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ

Secara jelas kedatangan manusia, lebih tepatnya Nabi Muhammad SAW, telah ditunggu-tunggu oleh alam semesta. Atau, dengan kata lain, Nabi Muhammad SAW tidak diciptakan jika alam semesta tidak diciptakan.

Tokoh di luar Islam, seperti Galileo, memiliki asumsi bahwa manusia adalah pusat alam semesta tidak sepenuhnya salah. Ini juga sebagaimana diisyaratkan dalam surat al-An’am ayat 97:

وَهُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلنُّجُومَ لِتَهۡتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۗ ….

Allah sengaja menjadikan bintang sebagai petunjuk penerang, tanpa bintang tersebut menyatakan langsung kepada manusia.

Sesungguhnya, binatang-binatang yang berkeliaran, tumbuhan-tumbuhan yang saling melambai, mempersembahkan dirinya kepada manusia untuk diambil manfaatnya.

Kalam yang dimaksud di awal tulisan ini adalah cara alam berkomunikasi dengan manusia melalui kalam Allah yang mulia. Dalam kesempatan yang langka Allah berbicara dengan Nabi Musa a.s, tepatnya di Gunung Tursina dalam surat an-Nisa ayat 164:

وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمٗا

Dari rantaian di atas manusia memiliki peran utama bagi alam semesta, dan alam semesta menundukkan dirinya atas perintah Allah dengan tujuan beribadah kepadanya.

Multi-Page

3 Replies to “Manusia, Kalam, dan Alam Semesta”

Tinggalkan Balasan