Kritisisme Dunia Santri terhadap Isu Sosial, Budaya, dan Politik

884 kali dibaca

Saya terbilang belum lama menulis untuk duniasantri. Pertama saya mengenal duniasantri lewat jejaring internet dan media sosial yang menyediakan ruang untuk para santri khususnya, akademisi, masyarakat umum, dan lintas profesi umumnya dalam mengembangkan sarana literasi secara digital kepada masyarakat.

Selain itu, di dalam duniasantri sendiri perlu saya kagumi adalah mereka dapat menerima beragam genre atau jenis tulisan di dalam website milik mereka. Mulai dari seputar isu sosial, budaya, hingga politik tak pernah dibeda-bedakan oleh mereka. Selama itu memberikan konsep literasi yang baik dan ditunjang dengan argumen yang kuat, duniasantri akan mempublish tulisan tersebut.

Advertisements

Tiga tahun duniasantri kini menandai bahwa era literasi digital dengan rubrik pilihan semakin digemari untuk dibaca, pahami, dan direnungi oleh masyarakat umum. Walaupun, saya termasuk penulis pemula di duniasantri, saya akan dan pasti akan mengatakan rasa terima kasih atas apa yang telah duniasantri berikan kepada saya, yakni peluang untuk memberikan peta perubahan secara sosial,.

Perlu saya akui, saya tak terlalu tetap dalam menulis seputar isu-isu agama secara terus menerus. Saya juga menulis tentang kritikan terhadap siapapun yang menurut saya itu perlu dikritik, terutama dalam arus isu radikalisme dan paham menyimpang lainnya.

Selain itu, saya juga menulis tentang isu politik dalam negeri tentang bagaimana para pemangku kebijakan dan oposisi yang seperti sandiwara drama yang patut untuk dikritisi, karena kebanyakan hanya menimbulkan kegaduhan dan kebingungan untuk masyarakat sendiri.

Maka akan saya rangkai tulisan ini sebagai secercah hadiah, berupa koreksi diri atas tulisan yang pernah saya tulis menjelang tiga tahunnya duniasantri.

Sosial politik

Saya pernah menuliskan sebuah tulisan yang membahas tentang politik praktis terhadap santri. Tulisan tersebut saya tujukan untuk para santri yang masih awam akan dunia perpolitikan dalam negeri.

Bukan bermaksud untuk menggurui, wong saya juga masih belum terlalu mengerti bagaimana alur sosio politik kita. Tetapi, saya mencoba menganalisis dari sekian fenomena yang ada dalam kehidupan kita yang juga dipengaruhi lewat keputusan-keputusan politik.

Selain itu, perlu disadari bahwa, peran sebagai seorang politikus apabila dijalani dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan maka akan menimbulkan kesejahteraan yang dinamis terhadap masyarakat bukan. Banyak persoalan isu sosial yang tak bisa dirubah dengan dalil semata, melainkan harus dengan kebijakan politik.

Literasi Kebudayaan

Saat saya menuliskan tentang sebuah unsur kebudayaan, saya mengambil sebagai tema atau judul tentang manfaat wayang terhadap pengembangan pendidikan kita, terutama Pendidikan Islam sebagai wajah dakwah agama kita sendiri.

Saya menuliskan bagaimana wibawa, mulai dari sang empu “pembuat wayang”, dalang, sinden, dan penabuh alat musik yang mengiringi seninya saling beriringan untuk memberikan hiburan juga memberikan stimulan akan pendidikan lewat kebudayaan.

Banyak nilai-nilai kemanusiaan, kebudayaan hingga nilai-nilai agamapun disampaikan lewat wayang. Kita ketahui sendiri wayang juga saat di tangan Sunan Kalijaga juga memberikan dampak pemahaman akan khasanah Islam sehingga memikat masyarakat Hindu-Buddha pada waktu itu ingin memeluk agama Islam.

Sehingga nilai kulturalisme, seperti musik jawa “daerah” sebagai bahan perenungan diri yang dipadukan dengan Islamisme dalam nilai-nilai falsafah Islam yang menyejukkan menjadi sebuah kekhasan yang dapat meningkatkan aspek literasi masyarakat Indonesia khususnya.

Tiga Tahun

Tiga tahun mungkin untuk banyak orang terbilang sebagai seumur sejagung, namun lebih daripada itu, kini duniasantri terus membuktikan diri sebagai salah satu media massa yang menampung segala jenis kritikan, pengetahuan, serta analisis sosial yang ada, terutama yang terjadi dalam negeri.

Walaupun terbilang masih awal dalam merintis sebuah media, tetapi saya mengakui bahwa dalam menjaga kualitas media lebih sulit daripada hanya membandingkan usia yang berarti cuma angka.

Saya melihat duniasantri yang membuka ruang yang luas untuk ribuan membernya dalam mengisi rubrik yang telah memang mereka sediakan. Rubrik-rubrik inilah yang kemudian membabat habis paham yang menyimpang yang ingin merusak tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Media ini pula yang memberikan sarana kritikan untuk para pemangku kebijakan atas kesalahan kebijakan yang diperbuat. Serta, media duniasantri pula yang memberikan literasi atau kepemahaman akan beragam pengetahuan agama, budaya, ataupun pendidikan yang telah dirangkai sedemikian rupa.

Untuk penutup tulisan ini, tak elok bila saya kepada duniasantri tak mengucapkan atas pencapaian usia media massa yang telah dikelola ini. Selamat ulang tahun duniasantri, semoga semakin jaya dalam memberitakan beragam hal dan menjadi salah satu  garda depan dalam menyebarkan dakwah Islam.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan