Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam

514 kali dibaca

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang merusak dan mengancam sendi-sendi kehidupan bangsa. Tanpa disadari, korupsi sebenarnya telah merusak segala bidang hidupan bernegara. Tidak hanya merusak pada bidang eksekutif dan yudikatif serta legislatif saja, namun korupsi juga telah merambah ke lingkungan masyarakat pada umumnya.

Adapun, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dimaksud dengan korupsi ialah perbuatan melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Advertisements

Hukum pidana di Indonesia memandang tindak pidana korupsi sebagai masalah besar yang belum dapat diselesaikan dengan tuntas oleh bangsa ini. Salah satu agenda reformasi adalah pemberantasan korupsi yang sudah mengakar dan menjadi virus dalam tubuh bangsa Indonesia. Segala upaya untuk memberantas korupsi sudah dilakukan baik oleh pemerintah Orde Baru sampai dengan masa sekarang. Namun hasilnya bukan malah berkurang, justru korupsi semakin menjadi-jadi.

Dalam ajaran Islam, korupsi jelas dilarang dan termasuk dalam salah satu perbuatan yang merusak dan merugikan. Ajaran Islam menjelaskan bahwa korupsi adalah perilaku jahiliyah yang harus disudahi. Islam mengajarkan bahwa penindasan, kesewenang-wenangan, dan penyelewengan adalah sikap hidup yang dapat menyakiti manusia lain.

Pada zaman Nabi Muhammad, sudah ditemukan sejumlah kasus korupsi dalam beberapa bentuk. Nabi kemudian mewanti-wanti kepada para pengikutnya agar perbuatan tercela ini dihindari.

Salah satu contohnya adalah saat beliau mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman untuk membina masyarakat setempat mengenai zakat. Sebelum berangkat, Rasul sempat berpesan kepada Mu’adz agar tidak korupsi sesampainya di sana.

Nabi Muhammad kemudian mengingatkan Mu’adz bahwa yang melakukan tindakan korupsi kelak akan memperoleh balasan dosanya di hari kiamat. Peristiwa ini direkam oleh hadis riwayat At-Tirmidzi berikut.

Artinya, “Dari Mu’az bin Jabal, ia berkata, ‘Rasulullah saw mengutus saya ke Yaman. Ketika saya baru berangkat, beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil saya kembali. Maka saya pun kembali dan beliau berkata, ‘Apakah engkau tahu aku mengirimmu orang untuk kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izin saya, karena hal itu adalah ghulul (korupsi). Dan barangsiapa berlaku ghulul, maka ia akan membawa barang yang digelapkan atau di korupsi itu pada hari kiamat. Untuk itulah aku memanggilmu. Sekarang berangkatlah untuk tugasmu.” (HR At-Tirmidzi)

Bahkan, larangan korupsi juga ditemukan dalam A-Qur’an. Allah SWT juga berfirman dalam surat Ali Imran ayat 161 sebagai berikut:

Artinya, “Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.” (QS. Ali Imran: 161)

Karena itu, hukum Islam menyebut tindakan korupsi dengan istilah jarimah atau jinayah. Kedua istilah ini mempunyai pengertian yang sama, yaitu perbuatan yang dilarang hukum Islam, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta, atau lainnya.

Pembahasan mengenai tindakan-tindakan yang dipandang sebagai korupsi dapat dilihat dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Terdapat ayat yang menyebutkan bahwa dilarang memakan harta sesama dengan jalan batil. Dan larangan tentang menyuap hakim demi menguasai harta yang bukan haknya.

Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 188:

Artinya: “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Hukuman dalam Islam

Hukuman dalam Islam adalah untuk menciptakan keseimbangan dan keadilan. Hal ini mencerminkan pendekatan yang berbeda terhadap konsep hukuman dalam hukum internasional. Dalam hukum Islam, hukuman dijatuhkan dengan mempertimbangkan rasa moralitas, etika, dan prinsip keadilan yang ketat.

Keadilan merupakan suatu ciri utama dalam ajaran Islam. Setiap orang Muslim akan memperoleh hak dan kewajibannya secara sama. Berdasarkan pada hakikat manusia yang derajatnya sama antara satu mukmin dengan mukmin yang lain. Dan yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan dari setiap mukmin tersebut.

Dari sudut pandang hukum Islam, tindak pidana korupsi dapat dihukum sesuai hukum syariat. Hukum syariat adalah landasan hukum Islam, dan dalam banyak kasus, hukum korupsi akan didasarkan pada penafsiran syariat dan hukum Islam. Beberapa contoh hukuman yang dapat diberikan untuk korupsi dalam hukum Islam antara lain denda (kafarah), penjara, amputasi, dan hukuman mati.

Penting untuk diingat bahwa hukuman dalam hukum Islam harus selalu diterapkan berdasarkan prinsip keadilan, bukti yang kuat, dan alasan moral. Keputusan-keputusan ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan, memulihkan hak-hak mereka yang terkena dampak, dan menghindari ketidakadilan dalam sistem peradilan. Selain itu, penerapan pembatasan akan mempertimbangkan perbedaan pandangan dan interpretasi hukum syariat di berbagai negara dan mazhab hukum Islam.

Prinsip-prinsip Syariat 

Tauhid adalah prinsip dasar Islam yang menekankan keesaan Allah. Artinya, hanya Tuhan yang berhak menciptakan dan menetapkan hukum yang baik. Konsep ini berimplikasi pada ketaatan terhadap hukum Allah dan menjadikannya sebagai landasan utama prinsip hukum Islam.

Keadilan adalah prinsip yang sangat penting dalam Islam. Keadilan ditekankan dalam banyak bidang kehidupan, termasuk keputusan pengadilan. Dalam konteks tindak pidana korupsi, asas keadilan menghendaki agar hukum ditegakkan secara adil, tanpa diskriminasi dan memperhatikan hak semua pihak yang terlibat.

Kepercayaan adalah prinsip integritas, kejujuran, dan dapat dipercaya. Dalam Islam, amanah mengacu pada tanggung jawab seseorang untuk menjalankan tugasnya dengan jujur, transparan, dan berintegritas. Korupsi dianggap sebagai pelanggaran prinsip kepercayaan, karena melibatkan penyalahgunaan kepercayaan dan penjarahan properti atau sumber daya publik.

Hukuman dalam Hukum Islam

Pelanggaran korupsi dapat mengakibatkan berbagai hukuman, termasuk denda, penjara, dan amputasi dalam kasus-kasus tertentu. Namun, penting untuk dicatat bahwa jenis pembatasan yang dikenakan terhadap korupsi dapat bervariasi, tergantung pada otoritas hukum Islam dan penafsiran mazhab atau tradisi Islam tertentu.

Dalam hal ini, ada beberapa hal perlu dipertimbangkan. Pertama, denda dalam beberapa kasus. Dalam konteks ini, pelaku tindak pidana korupsi dapat membayar denda sebagai sanksinya. Denda ini dapat digunakan untuk mengganti kerugian akibat tindak pidana korupsi dan memberikan ganti rugi kepada korban.

Kedua, hukuman penjara dapat memaksa pelaku korupsi masuk penjara, terutama dalam kasus berat yang merugikan masyarakat dan negara. Durasi hukuman penjara bisa berbeda-beda, tergantung berat ringannya pelanggaran korupsi dan hukum yang berlaku.

Ketiga, amputasi adalah hukuman berat dalam Islam dan hanya diberlakukan dalam kasus-kasus tertentu yang sangat serius. Ini bisa terkait dengan kasus korupsi yang melibatkan penggelapan harta negara atau tindakan serius lainnya. Hal ini mungkin terkait dengan kasus korupsi yang melibatkan penggelapan dana publik atau hal-hal serius lainnya.

Yang perlu diingat, bahwa penerapan pembatasan dalam hukum Islam harus didasarkan pada prinsip keadilan, bukti yang kuat, dan hukum yang efektif. Selain itu, proses peradilan harus dilakukan dengan pemahaman dan penghormatan terhadap prinsip etika moral Islam. Penafsiran dan penerapan hukum Islam mungkin berbeda antara satu negara atau mazhab hukum Islam dengan negara lain, sehingga pemahaman dan penerapannya mungkin berbeda.

Hukuman akan sesuai dengan beratnya pelanggaran dan dapat bervariasi, namun harus selalu didasarkan pada keadilan, sebuah prinsip penting dalam hukum Islam. Keadilan merupakan salah satu prinsip terpenting dalam ajaran Islam, dan prinsip ini mencerminkan keadilan yang harus ada dalam pemberian sanksi.

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang pola ini. Pertama, proporsionalitas. Hukuman harus proporsional dengan beratnya pelanggaran. Artinya, hukumannya akan sebanding dengan perilaku orang yang melakukannya. Pelanggaran korupsi ringan dan pelanggaran berat dapat mengakibatkan sanksi yang berbeda.

Kedua, pendapat hakim: Hakim mempunyai kekuasaan untuk mempertimbangkan faktor-faktor individu dalam memutus perkara. Hal ini termasuk mempertimbangkan niat, kerugian yang ditimbulkan, dan faktor-faktor lain yang relevan dengan kasus korupsi.

Ketiga, prinsip keadilan: Hukuman harus didasarkan pada prinsip keadilan, tanpa diskriminasi atau pandang bulu. Semua orang harus mempunyai kesempatan yang sama untuk membela diri dan mengajukan bukti ke pengadilan.

Keempat, restitusi: Hukuman harus mencakup pengembalian hak-hak pihak yang dirugikan, yang dapat mencakup restitusi kepada pihak yang dirugikan. Prinsip ini membantu memastikan bahwa kerugian akibat korupsi dikembalikan kepada pemilik yang sah.

Dengan mengikuti prinsip keadilan tersebut, maka pembatasan kasus korupsi yang diatur oleh hukum Islam harus mencapai tujuan pemulihan, kompensasi, dan peningkatan pencegahan dengan tetap mengikuti prinsip moral dan etika yang diberikan oleh Islam.

Pencegahan Korupsi

Dalam pencegahan tindak pidana korupsi, perlu dilakukan upaya secara menyeluruh pada seluruh aspek kehidupan manusia. Adapun, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menanamkan nilai antikorupsi melalui perspektif agama Islam, yang dapat disampaikan dalam berbagai bidang.

Bidang-bidang tersebut yaitu bidang budaya, pendidikan, agama, dan hukum. Perlu adanya tindakan maksimal dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, dengan cara pemupukan nilai-nilai agama di berbagai bidang tersebut.

Dalam mengupayakan upaya pencegahan korupsi di Indonesia melalui perspektif agama Islam, dapat dilakukan suatu telaah permasalahan dan penanganan nya terlebih dahulu. Telaah permasalahan dapat dilakukan dengan melihat lebih dalam tindakan korupsi yang marak terjadi di Indonesia, sebagai bahan evaluasi terkait suatu permasalahan yang mengakibatkan tindakan korupsi.

Umumnya, tindakan korupsi dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki moral. Oleh sebab itu diperlukan penanganan dengan pendekatan agama sebagai langkah menumbuhkan moral yang baik untuk generasi berikutnya.

Pendidikan dan penanaman nilai agama Islam dapat terus diajarkan pada generasi muda, guna menumbuhkan moral yang baik sehingga dapat mencegah perilaku korupsi di kemudian hari. Ajaran pendidikan anti korupsi melalui perspektif agama dapat disampaikan dengan dasar dalil Al-Qur’an sebagai salah satu sumber hukum tertinggi dalam Islam.

Peran aktif masyarakat dan pemerintah dalam pemberantasan korupsi sangat penting dalam konteks hukum Islam dan banyak sistem hukum lainnya. Menurut hukum Islam, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga menjadi tanggung jawab kolektif masyarakat.

Pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat diilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah harus transparan dalam penggunaan dana publik dan menerapkan mekanisme akuntabilitas yang efektif. Hal ini membantu mencegah korupsi dan memungkinkan masyarakat mengendalikan pengeluaran publik.

Kedua, edukasi dan penyadaran. Masyarakat harus membaca dan mengetahui dampak negatif korupsi terhadap masyarakat. Semakin masyarakat sadar akan bahaya korupsi, semakin besar pula kemampuan mereka untuk melaporkan korupsi dan mencari keadilan.

Ketiga, perlindungan terhadap pelapor. Pemerintah harus memberikan perlindungan kepada pelapor atau whistleblower yang melaporkan tindak pidana korupsi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa mereka yang berani melaporkan korupsi tidak akan mendapat tindakan pembalasan.

Keempat, pemantauan Independen. Masyarakat harus didorong untuk membentuk badan pemantauan yang dapat mengawasi tindakan pemerintah dan lembaga lainnya. Kelompok-kelompok ini dapat membantu mengungkap korupsi dan mendorong perubahan.

Kelima, penegakan hukum yang ketat. Pemerintah harus menegakkan hukum secara adil dan konsisten terhadap pelaku korupsi. Hal ini memastikan bahwa mereka yang melakukan korupsi tidak akan lolos dari hukuman.

Pemberantasan korupsi memerlukan kerja sama yang kuat antara masyarakat dan pemerintah. Ini merupakan langkah penting dalam menegakkan keadilan, integritas, dan kebenaran dalam masyarakat. Dalam perspektif hukum Islam, pemberantasan korupsi merupakan bagian dari upaya mewujudkan pemerintahan yang adil berdasarkan prinsip etika dan keadilan Islam.

Konsep Hukum Islam mengenai tindak pidana korupsi sudah jelas dan tegas. Dalam Islam, korupsi dianggap perbuatan dosa yang sangat serius. Tindakan korupsi dianggap sebagai tindakan kejahatan, dan hukuman yang diberikan dalam hukum Islam dapat sangat berat, termasuk hukuman cambuk, hukuman mati, dan bahkan hukuman mati, tergantung pada tingkat keparahannya.

Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, tindak pidana korupsi harus diberantas dan ditindaklanjuti secara tegas demi menjaga integritas, keadilan, dan moral dalam tindakan pemerintah dan masyarakat. Dalam konteks masyarakat muslim, penerapan hukum dan pengawasan terhadap kasus korupsi sangat penting untuk memastikan pemerintah dan warga negara mematuhi prinsip-prinsip Islam dan menjaga keadilan sosial.

Multi-Page

One Reply to “Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam”

Tinggalkan Balasan