Kharisma Abah Falak dan Pondok Pagentongan

9,472 kali dibaca

Selama dua hari, 1-2 Maret 2020 lalu, Pondok Pesantren Al-Falakiyah Pagentongan Kota Bogor, Jawa Barat, menjadi tuan rumah Pra-Musyawarah Nasional (Pra-Munas) Nahdlatul Ulama (NU) untuk wilayah Jawa, Bali, Lombok, dan Lampung. Penunjukan ini disebut-sebut sebagai penghormatan terhadap sang pendiri pondok, KH Tubagus Muhammad Falak Abbas dan pesantren yang didirikannya.

KH Tubagus Muhammad Falak Abbas, yang biasa disapa Abah Falak, dan pondok pesantrennya, Al-Falakiyah atau yang bisa disebut Pondok Pagentongan, dicatat memiliki peran yang sangat besar dalam menyemai dan menyebarkan paham ahlusunnah waljamaah di daerah Bogor, atau bahkan Jawa Barat dan sekitarnya. Hingga kini, kharisma dan wibawa Abah Falak dan salah satu pondok tertua di Jawa Barat ini tak luntur oleh waktu.

Advertisements

KH Tubagus Muhammad Falak Abbas

Wali Berusia 130 Tahun

Belum lama ini, di Pondok Pesantren Al-Falak yang terletak di Pagentongan, Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, ini juga selenggarakan haul Abah Falak yang ke-48. Abah Falak wafat pada 19 Juli 1972 dalam usia yang lebih dari seabad: 130 tahun!

Bertubuh mungil, dengan tinggi hanya sekitar 150 sentimeter, Abah Falak adalah tokoh besar yang berpenampilan sangat bersahaja dan humanis. Wajahnya selalu berseri-seri, bibirnya selalu tersenyum, dan tutur katanya lembut nan santun. Di balik penampilannya yang sangat bersahaja itu, banyak ulama besar seperti Habib Umar Bin Muhammad bin Hud Al-Attas (Cipayung), Habib Soleh (Tanggul, Jawa Timur), dan Habib Ali Al Habsyi Kwitang (Jakarta) mengakui bahwa Abah Falak adalah orang yang sangat alim, luas dan dalam pengetahuan agamanya, dan tergolong sebagai waliyullah (wali).

Abah Falak sesungguhnya bukan orang asli Bogor. Ia dilahirkan di Pandeglang, Banten, pada 1842. Ayahnya dalah seorang ulama besar, KH Tubagus Abbas, pengasuh Pondok Pesantren Sabi, Desa Purbasari, Kabupaten Pandeglang, Banten. Ibunya, Ratu Quraysin, masih keturunan dari Sultan Banten. Ayahnya, KH Tubagus Abbas, masih juga keturunan keluarga Kesultanan Banten, yang silsilahnya bersambung hingga Syaikh Syarif Hidayatullah.

Ia lahir dengan nama kecil Tubagus Muhammad. Gelar Falak di belakangnya adalah pemberian dari gurunya ketika belajar di Mekkah, Syekh Sayyid Affandi Turqi. Gelar itu diberikan karena Tubagus Muhammad menguasai dan kemudian menjadi ahli di bidang ilmu falak dan khassaf. Karenanya, ia kemudian dikenal sebagai KH Tubagus Muhammad Falak Abbas.

Seperti umumnya anak seorang kiai, Tubagus Muhammad sejak kecil memperoleh pendidikan agama dari orang tuanya di lingkungan pesantren. Namun, pada usia 17 tahun, tepatnya pada 1857, Tubagus Muhammad diberangkatkan ke Mekkah untuk menimba ilmu. Di Tanah Suci dan daerah Timur Tengah itu Tubagus Muhammad bermukim selama 21 tahun.

Selama dua dekade lebih itu, banyak bidang ilmu yang dipelarinya, di antaranya ilmu Tafsir Al-Qur’an (dari Syaikh Nawawi Al-Bantany dan Syaikh Mansur Al-Madany), ilmu Hadits (dari Sayyid Amin Quthbi), ilmu Tasawwuf (dari Sayyid Abdullah Jawawi), ilmu Falak (dari Syaikh Affandi Turki), ilmu Fiqh (dari Sayyid Ahmad Habsy, Sayyid Baarum, Syaikh Abu Zahid, dan Syaikh Nawawi Al-Falimbany), ilmu Hikmat (dari Syaikh Umar Bajunaid-Makkah, Syaikh Abdul Karim, dan Syaikh Ahmad Jaha-Banten).

Selain itu, Tubagus Muhammad juga belajar dengan beberapa ulama besar lainnya, antara lain Syaikh Ali Jabra, Syaikh Abdul Fatah Al-Yamany, Syaikh Abdul Rauf Al-Yamany, Sayyid Yahya Al-Yamany, Syaikh Zaini Dahlan-Makkah, dan ulama-ulama besar dari Banten di antaranya, Syaikh Salman, Syaikh Soleh Sonding, Syaikh Sofyan dan Syaikh Sohib Kadu Pinang.

Perlu dicatat pula, selama berada di Mekkah, Tubagus Muhammad tinggal bersama Syaikh Abdul Karim. Dari Syaikh Abdul Karim inilah Tubagus Muhammad mendapatkan kedalaman ilmu tarekat (thoriqoh) dan tasawuf. Bahkan, oleh Syaikh Abdul Karim yang dikenal sebagai seorang Wali Agung dan ulama besar dari tanah Banten yang menetap di Mekkah, Tubagus Muhammad dibaiat hingga mendapat kepercayaan sebagai mursyid (guru besar) Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

Hijrah ke Pagentongan

Setelah dirasa cukup bermukim di Mekkah, pada 1878 Tubagus Muhammad kembali ke Tanah Air. Beberapa lama ia tinggal di Pandeglang Bersama orangtuanya. Ia kemudian dipercaya memimpin Pondok Pesantren Sabi yang ditinggalkan ayahandanya. Selain mengajar di pesantren yang kini dipimpinnya, Tubagus Muhammad juga mulai melakukan banyak perjalanan ke daerah-daerah lain untuk berdakwah, sampai suatu ketika bertabligh hingga ke daerah Pagentongan, Bogor.

Merasa Bogor sebagai daerah yang cocok untuk perjuangan baru menyebarkan keilmuannya, maka pada tahun 1901 Tubagus Muhammad mendirikan sebuah pesantren di Pagentongan, dan di sini ia kemudian mempersunting seorang istri yang bernama Siti Fatimah. Pesantren yang didirikannya ini pun diberi nama sesuai gelarnya, Pondok Pesantren Al-Falak. Dan, Tubagus Muhammad pun menyandang nama KH Tubagus Muhammad Falak Abbas, namun masyarakat memanggilnya dengan penuh keakraban: Abah Falak.

Semasa hidup, Abah Falak dikenal sebagai ulama kharismatik. Salah satu tandanya, hingga saat ini makamnya masih sering diziarahi oleh banyak orang dari berbagai penjuru Tanah Air, termasuk para pejabat negara.

Kini, Pesantren Al-Falak Pagentongan ini dikelola oleh keturunan Abah Falak generasi ke-4, dan tetap menjadi rujukan dalam pendidikan ilmu agama, baik melalui Pendidikan formal Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah maupun pendidikan informal seperti Madrasah Diniyah dan Tahfidz al-Quran. Pengajian kitab-kitab kuning juga tetap rutin diselenggarakan di pesantren ini.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan