KH Abdul Hamid, Muhadits dan Penulis Kitab

4,147 kali dibaca

Minggu lalu, tepatnya Jumat sore, 15 Januari 2021, umat Islam kehilangan seorang ulama besar nan langka: muhadits sekaligus penulis kitab. Adalah KH Abdul Hamid bin KH Ahmad Mahfud Zayyadi, salah satu ulama besar berasal dari Pulau Madura, yang berpulang.

KH Abdul Hamid Ahmad Mahfud Zayyadi adalah pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata yang berada di Desa Panaan, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan. KH Abdul Hamid meninggal pada usia 72 tahun setelah sejak 2012 diketahui mengidap suatu penyakit.

Advertisements

Semasa hidup, KH Abdul Hamid dikenal sebagai sosok kiai yang memiliki pengetahuan sangat luas dalam ilmu-ilmu agama, terutama ilmu hadits. Bahkan, KH Abdul Hamid dikenal sebagai seorang muhadits karena hafal di luar kepala sedikitnya 5000 hadits. Semua kemampuan yang mulai langka, karena yang sedang “naik daun” adalah penghafal al-Quran.

Selain sebagai muhadits, KH Abdul Hamid juga dikenal sebagai sosok kiai yang mahir menulis. Banyak kitab berbahasa Arab yang telah ditulisnya, di antaranya adalah kitab al-Faraid al-Bahiyah fi al-Hudud al-Manthiqiyah dan al-Wasaid fi Nayl al-Fawaid. Kedalaman ilmunya diperoleh dari ketekunannya mengaji. Tercatat, KH Abdul Hamid pernah nyantri selama 7 tahun di salah satu pondok tertua di Indonesia, yaitu Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Dari Sidogiri,  KH Abdul Hamid melanjutkan pencarian ilmunya ke Tanah Suci. Tinggal di Mekkah selama 12 tahun, KH Abdul Hamid berguru kepada banyak ulama besar, di antaranya adalah Syaikh Ismail Bin Zain Al-Yamani, Sayyid Muhammad Amin Kuthbi, dan Sayyid Alawi Al-Maliki

Kembali ke Tanah Air, KH Abdul Hamid mulai diserahi estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata pada 1987, menggantikan ayahnya, KH Ahmad Mahfud Zayyadi. Selama mengasuh pondok, KH Abdul Hamid dikenal sebagai kiai yang kalem, sederhana, dan tak merasa diri sebagai orang yang lebih berilmu.

Yang selalu diulang kepada para santrinya adalah dorongan semangat untuk terus belajar, belajar, dan belajar agar menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. “Jika di tanganmu ada sebiji kurma, maka tanamlah, kelak ia akan memberi banyak manfaat pada kehidupan,” itulah salah satu nasihatnya yang selalu diulang.

Nasihat lain yang juga selalu diulang KH Abdul Hamid adalah agar para santrinya jangan pernah menyakiti gurunya. Santri harus selalu menghormati gurunya, jangan pernah menyakitinya. Itulah salah satu kunci untuk memperoleh barokah ilmu yang diberikan oleh para guru.

Nasihat ini rupanya bukan sekadar ucapan penghias bibir. Selama nyantri, KH Abdul Hamid dikenang sebagai salah satu santri yang sangat tawadhu’, sangat hormat, kepada para gurunya. Sikap itu terus terbawa hingga KH Abdul Hamid telah menjadi ulama besar. Maka, KH Abdul Hamid pun dikenal sebagai muhadits yang sangat humanis.

Kini muhadits dan penulis itu telah pergi. Semoga terus muncul generasi penerusnya…

Multi-Page

Tinggalkan Balasan