Keraguan, Penyakit dari Bisikan Setan

10,577 kali dibaca

Ketika saya masih belajar di pesantren, tidak jarang melihat teman-teman santri yang dilanda keraguan (waswas) dalam melakukan ritual ibadah. Barusan, saat kami melaksanakan salat isya berjamaah di masjid, di sebelah kiri saya juga ada orang yang waswas dalam bacaan salat, terutama saat melakukan takbiratul ihram.

Ini bukan perkara baru. Waswas semacam ini sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw, dan mendapat perhatian khusus dari Nabi dan para sahabat. Bahkan, al-Quran pun juga memberi perhatian khusus

Advertisements

Allah berfirman, “Katakanlah, aku berlindung dengan Rabb manusia. Penguasa manusia. Sembahan manusia. Dari waswas (bisikan) setan yang bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. (Yang berasal) dari jin dan manusia.” (QS an-Naas: 1-6).

Dari sini bisa diartikan bahwa waswas adalah bisikan-bisikan setan agar manusia terjerumus ke dalam keragu-raguan. Sehingga, pada akhirnya, orang yang dibisiki kejahatan oleh setan akan ingkar dan berpaling dari perintah Allah Swt.

Waswas atau keragu-raguan seperti ini merupakan sebuah penyakit. Karena berupa penyakit, maka waswas dapat diobati. Ada teknis dan cara-cara tertentu yang dapat terhindar dari penyakit seperti ini. Karena waswas termasuk penyakit psikologi, bukan penyakit fisik, maka penanganan harus dilakukan secara psikologis, berbeda dengan penyakit fisik. Cara-cara ini dapat dilakukan secara terus menerus dan harus disertai kesabaran dan keihklasan.

Perspektif Islam

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila ada di antara kalian ketika salat merasakan ada yang bergerak dalam duburnya seperti berhadas atau tidak dan dia ragu, maka janganlah dibatalkan salatnya sehingga mendengarkan suaranya atau mencium baunya.” (HR Abu Daud, Ahmad, dan Baihaqi).

Hadits ini menjelaskan bahwa ada orang yang waswas atau ragu-ragu terhadap keluarnya sesuatu dari dubur atau qubul. Karena, sebenarnya hal itu merupakan bisikan setan yang mencoba untuk menggoda. Rasul pun melarang umatnya untuk mengikuti perasaan keragu-raguan (waswas) itu.

Waswas dapat terjadi dalam banyak persoalan, utamanya dalam ibadah. Ada yang selalu ragu dalam melakukan takbiratul ihram, diulang dan diulang terus, seakan-akan senantiasa ada kesalahan. Ada pula yang ragu ketika mengambil air wudhu, selalu ragu-ragu merasa ada yang tidak sempurna. Begitu pula dalam bacaan-bacaan salat, selalu merasa salah dan perlu diulang-ulang. Dan ibadah-ibadah lainnya, yang menyebabkan orang yang waswas tertekan dan bahkan sampai melemahkan fisik dan pikirannya.

Dari sahabat Utsman bin Abul Ash, dikisahkan beliau mendatangi Nabi dan mengadu, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan telah menghalangi aku dengan salatku (tidak bisa khusyu), dan bacaan salatya sampai keliru-keliru.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah setan, namanya Khanzab. Jika engkau merasa sedang digoda setan maka mintalah perlindungan kepada Allah darinya, dan meludahlah ke arah kiri tiga kali.” (HR. Muslim 2203). Sahabat Utsman lalu mengatakan, ‘Aku pun melakukan saran beliau dan Allah menghilangkan gangguan itu dariku.’

Penyakit Psikologi

Waswas termasuk penyakit, tepatnya penyakit psikologi. Kejiwaan seseorang yang mengalami gangguan, sehingga merasa ragu dan selalu tidak yakin dengan apa yang telah dilakukan. Hal ini akan menjadi persoalan pelik, karena penyakit psikologi kalau tidak segera diatasi akan berpengaruh kepada fisik juga. Sebab, antara jiwa dan fisik selalu bersinggungan untuk secara bersama-sama melakukan suatu kerja. Termasuk dalam hal waswas, penyakit jiwa yang akan berdampak buruk terhadap tubuh.

Dalam dunia psikologi, waswas disebut juga sebagai Obsessive Compulsive Disorder (OCD). OCD merupakan gangguan kecemasan di mana seseorang merasa terjebak dalam pikiran-pikiran yang negatif dan terus menerus (obsesif). Dan perilaku ritual yang repetitive (kompulsif) yang ditujukan untuk mengurangi perasaan kecemasan (Wade & Travis 2007).

Para penderita obsesif-kompulsif umunya akan menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang masuk akal. Dan mereka sering kali merasa tersiksa dengan ritual-ritual tersebut.

Namun, apabila mereka meninggalkan ritual-ritual tersebut, maka mereka akan merasakan suatu kecemasan yang akan hilang hanya jika mereka kembali melakukan ritual-ritual tersebut. Tetapi, itu hanya perasaan saja, perasaan yang seolah-olah akan hilang kecemasan ketika ritual itu dilakukan kembali. Kenyataannya, orang waswas tersebut akan selalu begitu hingga dilakukan penanganan yang semestinya (sembuh).

Clarke dkk (2004 dalam Wade & Travis 2007 ) menyebutkan bahwa beberapa bagian otak penderita gangguan obsesif-kompulsif menjadi hiperaktif. Salah satu area di lobus frontal mengirimkan pesan mengenai bahaya yang akan terjadi ke area-area lainnya yang terlibat dalam mengendalikan gerakan dari otot-otot dan menyiapkan tubuh untuk merasa takut dan menyiapkan tubuh untuk merespon ancaman dari luar. Pada penderita gangguan obsesif-kompulsif sinyal tanda bahaya pada otak akan tetap berlanjut dan jejaring emosional akan tetap mengirimkan pesan “takut” yang salah (Wade & Travis 2007).

Oleh karena waswas merupakan penyakit psikis, maka diperlukan penanganan dan pengobatan yang tepat. Konsultasi dengan psikiater merupakan tindakan yang sangat disarankan. Sebab psikiater dapat memberikan solusi termasuk juga pengobatan apa yang diperlukan dalam mengatasi penyakit ini. Jangan segan-segan atau sungkan dalam mengungkapkan masalah ini, agar problem psikis dapat segera teratasi.

Teknis Pengobatan

Ammi Nur Baits, dalam artikelnya menjelaskan bahwa diperlukan teknis pengobatan atau penanganan dalam penyakit waswas. Dalam setiap penyakit selalu ada jalan keluar untuk mengobatinya. Rasulullah Saw bersabda, “Semua penyakit ada obatnya. Apabila sesuai antara obat dan penyakitnya, maka (penyakit) akan sembuh dengan izin Allah SWT.” (HR. Muslim)

Ada beberapa yang bisa digunakan untuk mengobati penyakit kejiwaan ini. Pertama, tidak peduli, yaitu berusaha tidak mempedulikan bisikan-bisikan yang membawa kepada rasa waswas. Hal ini mungkin awalnya terasa sulit, namun jika dilakukan dengan dengan sepenuh hati, bahwa bisikan itu datangnya dari setan, bukan tidak mungkin akan menjadi obat untuk kembali pada kepastian. Di samping itu sikap tidak peduli merupakan perlawanan terhadap godaan setan atau iblis. Karena sudah jelas dalam sabda Nabi Muhammad bahwa waswas merupakan bisikan setan.

Kedua, mengambil sikap sebaliknya. Artinya jika selalu merasa tidak yakin, maka harus diyakinkan dengan sekuat perasaan. Jika merasa selalu tidak sah, ambil tindakan bahwa itu sudah sah. Awalnya mungkin akan terjadi penolakan dalam pikiran. Namun pada akhirnya, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa waswas itu hanya sebuah permainan iblis dan setan.

Ketiga, terus berlatih dengan sabar. Berusaha untuk terus menerus menyingkirkan rasa waswas atau keragu-raguan dengan keyakinan yang diikhtiarkan. Kita harus berkomitmen bahwa alyaqinu la yuzalu bissyak; bahwa keyakinan itu tidak bisa dihilangkan dengan keragu-raguan. Jika ini sudah menjadi tekat dalam membentuk keyakinan yang utuh, maka bukan tidak mungkin rasa waswas akan hilang dengan sendirinya.

Keempat, banyak berlindung dadi godaan setan. Bisa dengan cara sering-sering membaca ta’awwudz, banyak berzikir, serta lebih mendekatkan diri kepada Allah. Berlindung dari godaan setan, tentunya ditujukan kepada Allah. Memohon dan berdoa agar setan tidak lagi membisikkan hal-hal yang tidak kita inginkan. Waswas adalah penyakit psikologi yang dalam pengobatannya juga memerlukan pendekatan psikis.

Tawakal Setelah Ikhtiar

Setelah melakukan serangkaian ikhtiar, saatnya kita menyerahkan diri kepada Allah. Tawakkal adalah bentuk penyerahan diri yang wajib diikuti oleh usaha yang maksimal. Sebab, tawakal tanpa disertai ikhtiar tidak akan mencapai kesempurnaan. Sebaliknya ikhtiar tanpa tawakal akan jatuh pada kesombongan (takabur).

Allah berfirman, “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertwakkallah (berserah diri) kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal pada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159).

Ayat ini mengandung makna bahwa setelah kita berusaha, ikhtiar maksimal, dan membulatkan tekat, maka selanjutnya adalah berserah diri kepada Allah. Sebab, Allah mempunyai jalan terbaik bagi umatnya. Sehingga pada akhirnya kita mampu menghadapi segala bentuk problematika hidup.

Waswas memang dapat menyerang siapa saja. Oleh sebab itu kita harus mawas diri agar hati kita tidak tertipu oleh bisikan setan yang memang menjadi musuh utama. Berdoa adalah bagian dari senjata kita untuk terhindar rasa waswas dan kecenderungan untuk ragu-ragu dalam melaksanakan beragam ibadah. Wallahu A’lam!

Multi-Page

Tinggalkan Balasan