Islam dan Kesehatan Mental (1): Pengertian dan Hubungannya

1,752 kali dibaca

Belum lama ini, tepatnya pada 2 Desember 2021, batin kita diguncang hebat oleh berita bunuh diri seorang mahasiswi asal Malang, Novia Widya Sari dengan cara menenggak racun sianida di atas pusara ayahnya. Selama dua hari saya membaca berita-berita yang beredar luas di media sosial, mencoba mengurai kronologi dan duduk perkaranya. Saya menemukan penyebab bunuh dirinya adalah depresi berat karena kehamilannya tak diinginkan terutama oleh pria yang menghamilinya. Bahkan si pria tak mau bertanggung jawab.

Saya membaca beberapa tulisannya di Quora terpampang kepercayaan dirinya kepada hal-hal baik sebagaimana ditulisnya: “Allah memberiku jalan dengan mengizinkan saya masuk UB“. Ia mempunyai keinginan masuk di jurusan yang berhubungan dengan profesi keguruan. Ia tercatat sebagai mahasiswi Unibersitas Brawijaya jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.

Advertisements

Ia punya cita-cita menjadi guru. Dia melihat temannya dimaki dan dikeluarkan dari ruangan kelas lantaran belum mampu membayar UKT. Dia tidak sepakat atas konsep pendidikan semacam itu. Ia berpikir pendidikan harusnya lebih humanis.

Dia mewujudkan konsep yang ada di pikirannya. Selama menjadi mahasiswi ia nyambi menjadi guru les. Dia tidak mematok harga, bahkan ia akan memberikan jam tambahan bagi anak lesnya yang belum berhasil mengerjakan tugasnya di sekolah tanpa dibayar. Dia mengajak makan es krim anak didiknya saat istirahat. Dia ingin membuat nyaman anak didiknya saat belajar. Semuanya ini ia tuliskan pada statusnya di aplikasi Quora.

Melihat kasus tersebut di mana almarhumah Novia seorang muslimah, silakan membuat satu tulisan tersendiri bila ingin membantah apakah orang yang bunuh diri masih dianggap muslim; saya sedang tidak membahas statusnya setelah meninggal, melainkan sebelumnya. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiran, kemudian timbul pertanyaan, apakah Islam tidak ada hubungannya dengan kesehatan mental? Apakah Islam tidak punya pengaruh sama sekali terhadap kesehatan mental seseorang? Saya mencoba mencari jawabannya.

Islam dalam konteks ini mengandung arti harfiah sebagaimana Jibril mengajarkannya; Ma huwa al-Islam?” Nabi menjawab, “an Tasyhada an laa ilaaha illa Allaah, wa an Tasyhada Muhammadar Rasuulullaah.” Engkau menyaksikan bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Engkau menyaksikan bahwa Muhammad utusan Allah. Islam dalam konteks ini bukan agama institusional atau formal.

Kesehatan mental dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai terhindarnya seseorang dari gangguan mental baik berupa neurosis (gangguan jiwa ringan) maupun psikosis (gangguan mental serius yang ditandai pengidapnya mengalami halusinasi dan delusi).

Depresi atau stres menjadi pembahasan penting dalam dunia psikologi dan menjadi persoalan paling dominan dan paling sulit penanganannya dalam kehidupan manusia. Penyebab terjadinya stres (stressor) secara umum meliputi beberapa hal; gangguan dari dalam dirinya sendiri seperti disorientasi kehidupan, hilangnya kepercayaan diri, dan di luar dirinya seperti lingkungan yang tidak mendukung kemudian gagal beradaptasi atasnya, tekanan dari orang lain; ancaman dan penghinaan. Kerentanan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetik, proses belajar, budaya yang ada di lingkungannya dan intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain berbeda.

Seorang psikolog, Zakiah Daradjat, mencirikan orang yang memiliki kesehatan mental antara lain: memiliki sikap batin yang positif terhadap dirinya sendiri, mampu mengaktualisasi diri, mampu menyatukan fungsi-fungsi jiwa, mampu berotonom terhadap diri sendiri (mandiri), memiliki persepsi obyektif terhadap realitas -sebagai catatan, dunia filsafat tidak menerima secara begitu saja terkait adanya realitas obyektif-, mampu menyelaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri -catatan: bisa juga sebaliknya.

Nabi mengajarkan kepada sahabat-sahabat apa arti Islam sebagaimana tertera dalam paragraf di atas. Konsekuensi logisnya seseorang harus menegasikan apa dan siapa saja di dalam hidup dan kehidupannya kecuali Allah. Dan meyakini bahwa Allah hanya mengutus Nabi Muhammad dalam dan untuk kehidupan kita. Konsekuensi praktisnya kita harus menyembah Allah dan meneladan Nabi Muhammad saw.

Titik temu antara keduanya terletak pada gejala kemanusiaannya. Islam merujuk pada sikap dan laku manusia menjalani kehidupan, kesehatan mental merujuk pada gejala jiwa manusia. Lalu, apa peran dan pengaruh Islam terhadap kesehatan mental sesorang? Nantikan tulisan selanjutnya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan