Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI), Komoenitas Makara, dan Urban Spiritual Indonesia menggelar acara Majelis Nyala Purnama untuk yang ke-3 kalinya di selasar Makara Art Center Universitas Indonesia, Kamis (10/7/2025) malam. Kali ini tema yang diangkat adalah “Hikayat Nusantara”.
Tema tersebut diangkat untuk mengajak masyarakat merawat ingatan dan menyalakan kebijaksanaan dari cerita-cerita tanah air yang mengalun dalam Hikayat Nusantara.

Para pengisi acara antara lain adalah Dr. Ngatawi Al Zastrouw, Prof. Dr. dr. Herawati Sudoyo, PhD, Prof. Dr. Agus Aris Munandar, Fitra Manan, Dr. Alfian Siagian, Swara SeadaNya, Mulyadi Iskandar, dan Indonesiana Ayuningtyas.

Selain itu, sejumlah tamu juga hadir dalam acara ini, di antaranya adalah Kepala Staf Komando Operasi Udara Nasional Marsekal Muda TNI Donald Kasenda dan Ketua Umum Yayasan Global CEO Indonesia Trisya Suherman.
Seperti sudah banyak kita ketahui bahwa Hikayat Nusantara adalah kumpulan cerita lama, yang seringkali berbentuk prosa, dan mencakup berbagai kisah, legenda, dan cerita rakyat dari seluruh wilayah Nusantara atau Indonesia. Hikayat ini seringkali mengandung unsur-unsur sejarah, agama, dan nilai-nilai budaya, serta berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran moral, sejarah, dan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
“Secara antropologis hikayat memiliki fungsi didaktik (pendidikan) dan hiburan dalam kehidupan masyarakat Nusantara. Hikayat juga dapat menjadi sumber inspirasi dan sarana penanaman nilai. Ada berbagai ragam hikayat dalam khasanah budaya Nusantara mulai yang mengandung nilai religi sampai yang jenaka. Hikayat dapat menjadi sarana berinteraksi dan komunikasi antar masyarakat. Majelis Nyala Purnama kali ini mengambil tema Hikayat Nusantara sebagai upaya menggali dan mengaktualisasikan spirit, nilai, dan makna yang ada dalam hikayat,” ujar Direktur Kebudayaan Universitas Indonesia sekaligus Pembina Komoenitas Makara Dr. Ngatawi Al Zastrouw.
Pada sesi Orasi Budaya ada dua pakar dari dua disiplin ilmu yang berbeda. Pertama, Profesor Herawati Sudoyo, pakar dalam bidang DNA manusia dan salah satu pendiri Lembaga Eijkman – institusi penelitian yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran. Di Majelis Nyala Purnama ini, ia membahas tentang asal-usul manusia Nusantara dilihat dari DNA-nya yang dari hulunya memang sudah beragam.
Kedua, Profesor Agus Aris Munandar, pakar ilmu arkeologi Nusantara, terkhusus Arkeologi Hindu-Buddha Indonesia (abad ke-5—15 M). Pada sesi ini, iaberkisah tentang Danau Segaran di Trowulan. Danau itu merupakan bukti cinta yang tiada pernah pudar Raja Hayam Wuruk terhadap Dyah Citrarasmi, putri Sunda.
“Hikayat Nusantara adalah warisan yang sarat akan kearifan lokal, nilai-nilai luhur, dan sejarah peradaban bangsa. Lebih dari sekadar cerita pengantar tidur, kisah-kisah ini merefleksikan identitas, moralitas, dan pandangan dunia masyarakat terdahulu. Dari epos kepahlawanan hingga legenda asal-usul, setiap hikayat menyajikan pelajaran berharga tentang keberanian, kejujuran, pengorbanan, dan harmoni dengan alam serta sesama. Meneruskan hikayat-hikayat ini kepada generasi muda adalah sebuah keharusan. Majelis Nyala Purnama kali ini Ini bukan hanya upaya melestarikan narasi kuno, melainkan juga menggali akar budaya yang kuat dengan kebijaksanaan nenek moyang, dan membentuk karakter yang berintegritas di tengah arus globalisasi,” ujar Ketua Komoenitas Makara Fitra Manan ketika
Majelis Nyala Purnama diakhiri dengan meditasi yang dipandu oleh Pamomong Urban Spiritual Indonesia Dr. Turita Indah Setyani.
“Meditasi dalam acara ini bisa dikaitkan dengan hikayat sebagai sarana untuk merenungkan nilai-nilai tersebut dan mengambil pelajaran dari cerita yang disampaikan. Meditasi, dalam hubungannya dengan hikayat, dapat menjadi cara untuk memahami nilai-nilai budaya, meningkatkan kesadaran diri, mengembangkan empati, dan mencari inspirasi. Dengan demikian, hikayat Nusantara tidak hanya sekadar cerita, tetapi juga merupakan sumber kearifan yang dapat dimanfaatkan melalui praktik meditasi untuk pengembangan diri dan pemahaman budaya,” ujarnya.