Geliat Pesantren Waria di Masa Pandemi

1,432 kali dibaca

Seperti umumnya pondok pesantren, keberadaan Pondok Pesantren Waria Al Fatah di Celenan, Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta juga terdampak pandemi Covid-19. Bedanya, sebagai kelompok minoritas, pesantren waria ini tak terdaftar sebagai kelompok terdampak pandemi. Akibatnya, mereka harus mencari sendiri jalan untuk bertahan hidup.

Dirangkum dari berbagai sumber, Pondok Pesantren Waria Al Fatah mungkin satu-satunya  di Indonesia yang santrinya berasal dari kelompok masyarakat transgender. Keberadaan mereka masih sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum. Karena itu, jangankan untuk berjuang bertahan hidup, untuk bisa beragama secara benar pun mereka masih disinisi, seakan tak ada “kavling surga” bagi mereka.

Advertisements

Setelah Gempa Yogya

Keberadaan Pondok Pesantren Waria Al Fatah ini berawal dari adanya bencana alam. Saat terjadi gempa bumi di Yogyakarta pada 2006, banyak warga yang tewas sebagai korban. Dua di antaranya adalah waria. Selain korban jiwa, banyak warga yang kehilangan rumah tinggal, termasuk para waria.

Shinta Ratri, salah seorang waria, merasa prihatin dengan nasib teman-teman. Ia ingin ada tempat tinggal khusus untuk menampung para waria. Ia pun berinisiatif menyediakan rumah tinggal sekaligus dijadikan pesantren.

Pada 2008, keinginan Shinta Ratri terwujud. Ia mampu menyediakan sebuah rumah dengan 10 kamar yang kemudian juga dijadikan pesantren. Pesantren itu ia beri nama Pondok Pesantren Waria Al Fatah. Saat itu, ada sekitar 40 orang waria yang terdaftar sebagai santri.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

One Reply to “Geliat Pesantren Waria di Masa Pandemi”

Tinggalkan Balasan