Mengenal Lebih Dekat Pesantren Perempuan Pertama

4,005 kali dibaca

Hingga awal abad ke-20, belum lazim kaum perempuan Nusantara menyandang status santri. Belum juga ada pondok pesantren yang khusus bagi santri putri, sampai kemudian, atas inisiatif Nyai Hj Nur Khodijah, Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar, Jombang, Jawa Timur, secara resmi menerima santri putrid pada 1919. Kini, seabad kemudian, Mambaul Maarif Denanyar menjadi salah satu pesantren tertua dan terbesar di Tanah Air.

Memang, sejarah berdirinya pondok pesantren putrid pertama di Indonesia ini tak bisa lepas dari sejarah perkembangan Pondok Pesantren Mambaul Maarif (putra) yang dirintis oleh KH Bisri Syansuri, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sebab, Nyai Hj Nur Khodijah adalah istri dari KH Bisri Syansuri.

Advertisements

Adapun, KH Bisri Syansuri merintis Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar berlokasi di Jalan KH Bisri Syansuri Nomor 21, Denanyar, Jombang, ini pada 1917. Pendirian pesantren ini dimotivasi oleh mertuanya, KH Hasbullah. Maka, bersama dengan sang istri, Kiai Bisri Syansuri mulai merintis pendirian pesantren di atas tanah milik pribadi yang terletak di Desa Denanyar tersebut.

Sebelum adanya Pesantren Mambaul Maarif, Desa Denanyar merupakan “daerah hitam”. Warganya menjalani hidup tanpa mengindahkan kaidah moral dan ajaram Islam. Perjudian, perampokan, tindak kekerasan, perzinaan, dan perilaku maksiat lainnya menjadi pemandangan sehari-hari. Kondisi inilah yang justru menyemangati pasangan Kiai Bisri Syansuri-Nyai Hj Nur Khodijah dalam berdakwah.

Kiai Bisri Syansuri memulai berdakwah dengan cara mendekati tokoh-tokoh pemerintahan desa. Beliau mengajak tokoh-tokoh pemerintahan desa menjadi contoh dengan melaksanakan ajaran Islam dengan sempurna. Kiai Bisri menjelaskan bahwa tokoh pemerintahan desa yang berperilaku islami dapat membawa kesejahteraan hidup warganya.

Selain berdakwah kepada tokoh pemerintahan desa, Kiai Bisri mulai berupaya mengajarkan ilmu keagamaan kepada anak-anak yang berada di sekitar desa. Untuk mengakomodasi kegiatan berdakwah tersebut, Kiai Bisri membangun sebuah surau. Setelah surau berdiri, ada empat santri putra datang untuk menjadi santri Kiai Bisri. Sistem pembelajaran menggunakan metode sorogan laiknya pesantren salafiyah dalam mengaji teks-teks kitab klasik (kitab kuning).

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

One Reply to “Mengenal Lebih Dekat Pesantren Perempuan Pertama”

Tinggalkan Balasan