DUGUP SUNYI

3,322 kali dibaca

Metrum

Bercak langkah-langkah panjangmu

Advertisements

Gugur semi jiwa ragamu

Terdera bidukmu terombang-ambing

Karam dan bangkit nyanyimu hening

 

Katamu, “kesunyian adalah sejatimu

Berdamailah

Pada kesunyian-kesunyian lain.”

 

Debur ombak di dadamu

Lengking dendam yang tenggelam

Ditelan samudramu yang kian legam

Bukti putih palung-palungmu

 

Kau bilang, “Kekerdilan adalah alam rahimmu

Mengertilah

Pada kekerdilan-kekerdilan lain.”

 

Ahoy, bara apimu yang dingin

Sorot matamu yang bening

Aku ingin singgah di bawah beringin

Tamanmu yang hijau kemuning

 

“Kita semua terlahir dari gumpalan ringkih dan alpa

Lalu saling mengaku dan berlomba-lomba

Dan lupa, dan sering kali lupa.” ucapmu,

Sebelum tangis kita terpisahkan, dan aku

Menuliskanmu di persimpangan yang asing

***

Gigir Cakrawala

Lelangkah penuh di bentala caya yang redup remang.

Lalu riak riuh jilatan apimu yang terus tergerus

nyanyian ritmis

tarian laron.

 

Bergegaslah Sebelum gelap meracau

gugus gemintang, petamu

menuju sebenar-benarnya arah pulang.

****

Arloji Tua

Arloji tua itu

Tetap berjalan, mendenting kadang dan

Pertanda, ada yang terlewat.

 

Gaung sorak sorai, mengepul

Juga bersama asap kretek, cintamu

Yang terkurung di kotak kecil berwarna

“Dari anak haram kemajuan”, kataku,

Mungkin juga katamu, bahwa

Kita sepakat untuk terkurung dan sendiri.

 

Tapi arloji tua itu

Berjalan tetap, pada janjinya

Dan selalu ada yang terlewat.

 

Lalu petani pulang, kusam

Legam, dan kita bertatap.

 

“Apa yang sebenarnya terjadi”, tanyamu

Pada kebisingan masing-masing, tawa

Kedustaan pada dirimu yang asing.

 

Detik dan luang telah lewat dan terbayar

“Mari pulang”. Sebelum kita

Benar-benar lalai, lalu dipaksa

Pulang. Sebelum arloji tua jumpa

Pada titik penghianatannya

Pada janji dan kita.”Mari pulang”.

***

Doa

“Kebisingan langit, kebisingan bumi, memekik

Gelombang sukma, gelombang di dada, buncahlah.”

 

Lalu hujan

Penuhi kubangan

Gersang dan penggalan doa diguyur

Mimpi-mimpi yang tersesat

Masuki labirin yang penuh dadu

 

Sedang apakah kita?

Mencari keberuntungan

Atau membeli takdirkah?

***

Dzulhijjah

Gemigil dada yang tumpah

dibawah rindang pohon akasia

ketika langit menggema dan

remang diam dihujani tuah

semerbak, seperti perkawinan

bunga-bunga dalam cerita

 

“aku di sini, kemarilah, biarkan

dahagamu…”

 

yang terperih disebabkan sisa kekangan bangkai serigala

perih yang disebabkan sandiwara detik yang merahasia

perih yang disebabkan silau warna nampak seperti indah

 

“…digerus

cawanmu, dan luka berdarahmu

dibasuh.”

***

Multi-Page

Tinggalkan Balasan