Dicari: Muslim yang “Free Thinker”

3,768 kali dibaca

Tampaknya kini tinggal satu keahlian yang dimiliki kaum muslimin, yaitu pengetahuan tentang ibadah, sementara pengetahuan tentang muamalah dan teknologi hanya jadi konsumen.

(KH Hussein Muhammad).

Advertisements

Sepertinya, pernyataan itu sama sekali tak ada salahnya. Memang benar seperti itu faktanya. Hari ini, banyak kaum muslimin yang lebih sibuk dengan ritual ibadah, terlalu khusyu dan terlena pada kegiatan pemujaan-pemujaan kepada Tuhan. Yang lebih buruk lagi, mereka berlama-lama menghabiskan waktunya untuk duduk mendalami ilmu agama, namun yang didapat malah wajah Islam yang pemarah dan keras. Mereka lupa akan hal yang juga tak kalah penting: muamalah dan teknologi di segala bidangnya.

Sekarang pun, Islam sudah kalah jauh di bidang teknologi, apalagi ketika sains justru dianggap sebagai musuh agama. Begitu dikatakan para pemuka agama, hingga kemudian umat Islam pun menjadi anti terhadap sains dan produk penelitian sains. Pedoman hidupnya mutlak hanya pada dalil-dalil agama, tak mau menggunakan rasio secara utuh. Maka kemudian, apa guna akal yang telah diciptakan?

تعقلون  افلا; تتفكرون افلا

“Apakah kalian tidak berfikir?” atau “Apakah kalian tidak menggunakan akal?”

Seharusnya, umat muslim tidak boleh kalah dengan umat agama lain atau bahkan dengan kaum tak beragama sekalipun. Mereka menciptakan kemajuan yang luar biasa di bidang teknologi, penemuan-penemuan mutakhir di seluruh bidang keilmuan. Sementara umat Islam malah acuh tak acuh, hanya bisa menjadi penonton dan konsumen. Ketika ditanya tentang kehebatan ilmuwan dari golongan Islam, cuma bisa cerita tentang tokoh-tokoh masa lalu, al Jabar, al Khawarizmi, al Biruni, lalu menyalah-nyalahkan renaissance, sebab penindasan atas umat Islam, sehingga dalam peradaban Islam teknologi menjadi musnah, direbut oleh kaum lain. Bahkan, ada dongeng yang menceritakan sebuah al-Quran bergambar yang dicuri pasukan Crusader yang hanya berputar-putar di situ saja.

Yang difokuskan umat Islam sekarang ini apa? Berlomba-lomba menjadi hamba yang paling membela agama Tuhannya? Apakah itu tolok ukur prestasi seorang muslim? Siapa yang paling sibuk membela Islam, siapa yang paling kencang membela Islam, maka ialah muslim terbaik, muslim yang kaffah? Demo membela Islam, takbir keras-keras, ada juga yang visinya mendirikan khilafah, sebuah ide yang terdengar keren, tapi sungguh menampakkan kebodohan, memaksakan konsep khilafah yang tak jelas jluntrungannya.

Ketika tema diskusi para intelektual agama lain adalah seputar ilmu astronomi, tentang nanobakteri, tentang penamaan unsur senyawa baru, para intelektual muslim masih saja gontok gontokan berdebat tentang bidah, tentang siapa yang lebih pantas masuk surga.

Adalagi segelintir pemuka agama, yang malah heboh meramal datangnya kiamat, entah apa maksudnya. Kiamat pasti datang, baik umat beragama atau bahkan yang tak beragama sekalipun, mau tak mau akan percaya datangnya hari kehancuran dunia. Tapi, ketika para ilmuwan yang meskipun didominasi oleh nonmuslim, mereka saja membantah datangnya kiamat hari ini, lantas kenapa kita harus percaya pada “ustadz-ustadz kiamat” itu, meskipun menurut mereka sudah berdasarkan pada dalil agama. Ah, tentu saja bukan salah dalilnya, tapi pemahaman mereka yang belum sampai ke sana, tapi terburu-buru dalam mengambil sikap.

Umat Islam kian jadi bahan tertawaan, dikatakan primitive, dan terbelakang. Apalagi menghadapi situasi pandemi seperti sekarang ini, banyak negara yang berlomba-lomba menciptakan vaksin dan antivirus. China, Rusia, Amerika, Israel, negara yang mayoritas pemeluk nasrani, yahudi, komunis berlomba-lomba. Lalu, di mana peran Islam? Masih bagus kalau jadi konsumen yang baik, lah malah ada yang tak percaya pada vaksin, akibat kebanyakan konsumsi teori konspirasi, bahkan mengharamkan vaksin, tanpa memberi solusi apa pun.

Terlalu fanatik dengan opininya, terhadap doktrin-doktrin agama, tak takut dengan penularan virus dan lebih takut dengan murka Allah sebab masjidnya dikosongkan. Kemudian, beramai-ramai mengisi masjid, akibatnya tentu saja malah jadi sumber penularan virus.

Sekarang pun Masjidil Haram masih ditutup, dan hampir seluruh masjid di Negara-negara muslim melarang kegiatan jamaah di masjid. Kira kira apakah Tuhan tak marah? Sebab, tak ada yang meramaikan masjid-Nya? Bait-Nya? Ah, kita saja tak pernah tahu kehendak Tuhan, kenapa malah merasa lebih Tuhan daripada Tuhan sendiri?

Pada intinya, ya kembali lagi, kalau kita mau berpikir, bernalar dengan baik, umat Islam memang harus belajar, lebih fokus dalam mendalami sains, teknologi, kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan segala lini yang lain juga. Jangan sampai tertinggal dari mereka yang nonmuslim.

Ibadah itu perlu, belajar ilmu agama juga baik, namun tidak lantas menjadikan agama sebagai sesuatu yang rigid. Pola pikir harus diubah, jangan terus terpaku pada teks, belajar untuk berwawasan luas, free thinker, agar bisa muncul penganut muslim yang taat, yang berhasil menyumbangkan penemuan sains untuk peradaban dunia yang lebih baik.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan