Air mataku sering menetes, Nak, bila teringat pertanyaan kanak-kanak lelaki ini: “Hei, apakah kamu Tuhan?” Dan yang ditanya cuma tersenyum. Lalu ia melompat dari titian bambu, ambyur, menyelam timbul tenggelam dalam kecipak air kali yang kecoklatan.
Tapi air mata ini tetes bukan karena kisahnya mengharu-biru, melainkan menyentuh sekaligus jenaka. Aku yakin, Nak, dalam bayangan kanak-kanaknya, tentu sosok (apakah Ia bersosok?) Tuhan terlihat begitu sederhana, begitu polos. Maka ia bisa mendekatinya, bisa mencarinya, dengan kepolosan, dengan kejenakaan. Bahkan dengan bermain!
Aku yakin, Nak, sosok kudus yang dibayangkannya itu jauh berbeda dengan wajah Tuhan yang kami, para orang tua ini, sangka. Kami selalu membayangkan bahwa Tuhan itu maskulin, sangat berkuasa, sangat perkasa, berwajah sangar, dan siap menghukum atau mengadili siapa saja yang melanggar ajaran dan perintah. Ia selalu kami bayangkan sebagai Juru Perintah sekaligus Eksekutor Tunggal.
Karena itu, kami selalu dalam ketakutan yang sangat ketika sedang bersujud atau menyembah. Tuhan akhirnya menjadi sosok yang begitu menakutkan. Memeluk agama menjadi tidak berbeda dengan memeluk gelapnya malam. Dan aku yakin, Nak, dalam bayangan kanak-kanaknya, roh yang kudus itu, Tuhan itu, merupakan sosok yang teduh, lembut, hangat, bersahabat, penuh kasih, bersahaja, bahkan jenaka. Karena itu, Nak, sebagai kanak-kanak ia bisa mendekatinya, mencarinya, dengan berbagai cara. Terutama dengan bermain! Kami, para orang tua, pasti akan menghardiknya: “Apa kalian pikir Tuhan itu nenekmu, yang meskipun rewel bisa diajak bercanda!”
Kami, Nak, para orang tua, kadang memang terlalu serius dalam beragama. Kami sering lupa pada amsal sufi Jalaluddin Rumi. Rumi, Nak, meskipun kau dilahirkan oleh ibumu yang Katolik ini, kelak kau mesti mempelajarinya. Ia gurunya para sufi Islam, yang bila ingin bertemu Tuhannya tidak selalu datang ke masjid, melainkan menari-nari di halaman rumahnya yang becek. Tidak sendirian. Ia mengajak murid-muridnya menari, berjingkrak-jingkrak, berputar-putar seperti gasing. Dalam tarian, mereka menyatu dengan Tuhan, roh yang kudus itu. Kau ingin tahu? Namanya tari darwish, Nak, sekarang banyak dilupakan orang.