Bila Santri Lirboyo Dilarang Jadi Pegawai Negeri

355 kali dibaca

Menjadi pegawai negeri sipil (PNS) masih menjadi impian banyak orang. Tapi kenapa ada larangan santri Lirboyo menjadi PNS? Beranikah santri Lirboyo melanggar dawuh kiainya?

Di lingkungan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, ada dua pantangan bagi santrinya: menjadi hakim dan PNS. Pantangan itu datang dari pesan yang sering diungkapkan KH Abdul Karim, pendiri dan pengasuh Pondok Lirboyo.

Advertisements

KH Abdul Karim mendirikan Pondok Lirboyo pada 1910. Meskipun tokoh yang dikenal wara’ ini wafat pada 1954, ajarannya terus hidup hingga kini, termasuk pantangan menjadi hakim dan PNS tersebut.

Pantangan itu terus ditularkan pada santri Lirboyo dari generasi ke generasi dengan sistem gethok tular, disampaikan dari mulut ke mulut.

Belakangan, sumber larangan itu terkutip dalam buku berjudul Tiga Tokoh Lirboyo yang ditulis oleh alumni Pondok Lirboyo. Salah satunya berupa kesaksian Dr H Rofi’i, yang menjadi guru besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam buku tersebut H Rofi’i memberikan kesaksian sebagai berikut: “Yang sering saya dengar waktu itu, beliau (KH Abdul Karim) sering berpesan agar para santri tidak menjadi hakim. Hakim itu tempatnya di neraka paling bawah. Jadi Hakim itu harus adil dan bisa menerapkan hukum Allah.”

Di buku yang sama, H Rofi’i melanjutkan, “Jangan jadi pengusaha yang dibayar (menerima gaji, seperti pegawai negeri). Maksudnya kira-kira, ‘jadilah kiai di desa kayak saya (KH Abdul karim-pen)’. Gak Usah minta gaji, gak usah minta pangkat. Gak usah minta honorium. Jadilah pribadi yang tidak ngejar-ngejar pangkat dan harta kekayaan.”

Begitulah H Rofi’i menafsirkan dawuh KH Abdul Karim tersebut. Dengan terbitnya buku Tiga Tokoh Lirboyo tersebut, larangan untuk menjadi hakim dan PNS di lingkungan Pondok Lirboyo tak lagi hanya bersumber dari cerita lisan, tapi juga tertulis.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan