Bidah dan Amalan Santri

1,289 kali dibaca

Hingga kini, istilah bidah masih sering menjadi sumber perselisihan dan kesalahpahaman di antara di kalangan penganut dan pengamal agama-agama, terutama Islam. Praktik-praktik keagamaan tertentu, misalnya, sering dicap sebagai bidah karena tidak ada dasar hukum dan sunah dari Nabi. Karena itu diperlukan pemahaman yang benar agar tidak gampang memberi cap bidah kepada pihak lain.

Di dalam lingkungan pesantren, bidah juga bukan merupakan istilah asing. Sebab, istilah ini sering menjadi isu dalam kajian kitab-kitab kuning. Hadis tentang bidah yang paling populer dan sering dikutip, misalnya, “Kullu bid’atin dalalah wa kullu dalalatin fi al-nar ”(Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah. Hal: 6).

Advertisements

Banyak ulama yang kemudian memberi tafsir berbeda-beda atas hadis tersebut. Misalnya, Imam Syafi’ie yang dikenal dengan ahli hadis yang rasional, berbeda pendapat dengan Imam Malik sebagai ahli hadis yang cenderung literal. Dari distingsi ini, Imam Syafi’ie digolongkan ke dalam mutakallimin dan Imam Malik digolongkan ahlul hadis (tentu peta ini tak berarti bahwa Imam Syafi’ie bukanlah ahli hadis, buktinya beliau diberi gelar “Pembela Sunnah”).

Lebih lanjut, Imam Syafi’ie mengeluarkan fatwa bahwa dalam hal-hal yang terkait dengan ibadah mahdhah (murni, ritual), bidah memang terlarang. Siapa yang melakukannya, maka ia sesat sesuai bunyi hadis terkenal tersebut.

Adapun, di luar perkara peribadatan mahdhah, terdapat kemungkinan luas lahirnya hal-hal baru dan kreatif (bidah) sepanjang ia bernilai baik dan membawa kemaslahatan. Itulah yang dimaksud Imam Ayafi’ie dengan klasifikasi “bid’ah hasanah”. Pembagian bidah ini di beberapa pesantren diajarkan melalui pelajaran kitab turats.

Namun, sampai detik ini bidah sampai masih begitu sensitif  dan sering memicu perselisihan, ketegangan, bahkan permusuhan antar-umat Islam itu sendiri. Sejak dulu-dulu kala tudingan berbuat bidah selalu menjadi persoalan serius pada kita semua, justru bukan pada ikhwal benar/ salahnya klaim hukum bidah itu, melainkan pada dampak psikis bagi si penuding dan pula tertuding.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan