Bias Purnama

1,703 kali dibaca

Lewat gawai, seseorang mengirim pesan pada seseorang: “Lagi di rumah? Aku mau ke situ.” Lalu saat dibalas, “Ya. Ada perlu apa?” ia menjawab: “Ingin ngobrol. Kalau cuma ngobrol, demikian pesan yang ia baca selanjutnya, “bukankah bisa lewat hape? “Memang,” jawabnya, “tapi ketemu lebih gayeng.”

Tak lama kemudian di layar gawai terbaca: “Dolanlah.” Ia keluar dari rumah. Namun sesampainya—seusai temannya itu menyuguhkan segelas kopi—, tampaknya ia langsung melupakan maksud kedatangannya. Ia lebih asyik mengelus-elus sembari terus-menerus memandangi layar gawainya. Untunglah, temannya itu pun melakukan hal yang sama.

Advertisements

Sementara itu, seekor kodok yang tengah berburu nyamuk di rumah itu tampak tertegun. Bukan karena melihat polah mereka, melainkan memikirkan kejadian sore tadi, tepatnya di pekarangan depan rumah itu—tempat beberapa kodok bersarang.

Karena ada seekor kodok lansia yang tak lagi mampu mencari nafkah, ia mengusulkan pada teman-teman sesama kodok agar masing-masing mereka memberi seekor nyamuk untuk kodok tersebut. Namun, dengan alasan sedang musim kemarau—yang mana hanya ada sedikit nyamuk—, kompak mereka menolak usulnya. Kendatipun kemudian ia mengingatkan mereka akan kebaikan-kebaikan kodok itu di masa lalu, seperti saat mereka masih kanak-kanak, kodok itu kadang memberi mereka beberapa ekor nyamuk, mereka tetap tidak mau.

Kendatipun demikian, terdorong rasa iba terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ia bertekad menolongnya seekor diri—dengan cara membagi separo hasil buruannya.

Maka inilah yang ia lakukan. Sejak tadi nyamuk-nyamuk yang berhasil ia tangkap dengan lidahnya, tidak langsung ia makan, melainkan ia kumpulkan di lantai. Hal ini barang tentu menjadikan beberapa nyamuk yang berseliweran di rumah itu—yang sesekali menyesap darah dua orang yang duduk berhadapan-hadapan tanpa saling berucap itu—heran.

Kemudian, karena tidak tahan lagi dirongrong penasaran, seekor nyamuk terbang mendekati kodok itu. Ketika menangkap geliat si kodok bakal menyambarnya, buru-buru nyamuk itu bertanya, “Wahai kodok, kenapa sampean tidak memakannya? Apa sampean sudah tidak doyan nyamuk? Jika iya, kenapa sampean tetap memburu kami, menjadikan teman-teman kami itu mati sia-sia?”

Si kodok menjawab dengan jujur kenapa ia berbuat seperti itu. Ia pun menceritakan kondisi kodok tersebut yang, tidak ia duga, begitu mendengar cerita tersebut, para nyamuk pada terharu. Lalu, mewakili nyamuk-nyamuk itu, nyamuk yang bertanya tadi meminta si kodok untuk mengantar mereka ke tempat kodok tersebut.

Kendatipun bingung dengan maksud mereka, si kodok menuruti kemauan mereka. Maka sembari mencangking hasil buruannya ia beranjak mencolot keluar dari rumah itu diiringi beberapa nyamuk meninggalkan dua orang yang masih duduk berhadap-hadapan tanpa saling berucap itu.

Menangkap sesuatu bergerak, sejenak tamu itu mengalihkan pandangan dari layar gawainya. Begitu si kodok meloncat melewati pintu rumah, si tamu mendapati bulan mengawang di langit—amat bulat amat terang-benderang. Untuk beberapa saat ia terpukau keindahan bulan. Sekonyong-konyong ia terkenang, dahulu bersama temannya itu ia suka ngobrol berlama-lama di bawah pancarannya. Kendati apa yang mereka obrolkan adalah hal-hal yang sepele, namun acap mencipratkan keakraban di antara mereka. Sekonyong-konyong ia teringat, bukankah tujuannya datang ke sini untuk menghangatkan pertemanan mereka dengan obrolan?

Kemudian, setelah memberitahu temannya bahwa di luar bulan sedang purnama, ia mengajak ke beranda untuk menikmatinya. Memang, untuk sejenak mereka melihatnya. Namun lagi-lagi, seperti otomatis, mereka digerakkan untuk kembali mengelus-elus sembari terus memandangi layar gawai masing-masing.

Kendatipun cuma sebentar dilihat, bulan itu senang tak keruan—menjadikan kian terang pancarannya. Sekarang, demikian benak si bulan, sudah jarang orang memperhatikannya. Padahal keberadaannya dapat dijadikan bukti bagi siapa pun yang memandangnya akan keberadaan Tuhan Sang Pencipta. Karena adanya alam raya, bukankah ada yang mencipta? Sayang, lanjut si bulan, orang-orang di bawah sana belakangan lebih suka memandangi benda yang dipegangnya.

Memikirkan itu, bulan purnama jadi rada gundah-gulana. Akan tetapi, sesuatu terjadi di bawah sana, beberapa jarak dari dua orang itu, di pekarangan depan rumah itu, beberapa ekor nyamuk secara sukarela menyerahkan diri menjadi makanan bagi seekor kodok. Ini menjadikan si bulan sekonyong-konyong melupakan kegalauannya: masih ada perhatian, masih ada kasih sayang antar sesama makhluk ciptaan-Nya.

Doplangkarta, 00:14, 13 Januari 2021.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan