Atas Nama Kebencian

1,070 kali dibaca

Beberapa waktu lalu warganet Indonesia mendapat predikat paling tidak sopan se-Asia Tenggara dari Microsoft. Ujaran kebencian, kekerasan atas nama ras, suku, dan agama sudah menghujani media sosial tanah air. Entah, kata sebagaian pengamat, fenomena semacam ini berangkat dari situasi politik Indonesia. Terlepas dari hal itu, yang namanya caci maki tidak bisa dibenarkan dalam sudut pandang apa pun.

Kali ini, dilansir Mothership, seorang warga negara Thailand, Suriya Koedsang mengunggah foto pernikahan di media sosial bersama suaminya pada Minggu (4/4/2021) kemarin. Suriya, dengan ketulusan dan rasa bersyukurnya, mengucapkan terima kasih kepada para tamu, rekan-rekan, dan keluarga yang sudah bersedia hadir dalam momentum yang cukup berkesan dalam hidupnya.

Advertisements

Thailand merupakan salah satu negara yang sama sekali tidak melarang warga negaranya untuk melaksanakan pernihakan dengan sesama jenis. Yang paling penting adalah mereka sama-sama suka.

Tapi, hal ini akan menjadi bencana bila masuk dalam kehidupan warganet Indonesia. Terbukti unggahan Suriya Koedsang mendapat kado istimewa “homophobia” dari netizen Indonesia. Bermacam-macam komentar miring dan penuh hujatan, dari kalimat “penyebab kehancuran dunia”, sampai pada ancaman kematian. Ironis bukan?

Meski, salah satu dari pengantin ini sudah melaporkan secara hukum, tetapi pada nyatanya warganet Indonesia belum dewasa dalam bermedia sosial. Terlalu masuk dalam kehidupan warga negara lain yang berbeda agama, suku, ras, dan budaya, bahkan hukum barangkali. Mungkin saja, mereka bisa berdalih atas nama kekebasan berpendapat di ruang publik, ditambah keterbukaan media sosial menjadi wadah yang justru merugikan terhadap negara Indonesia sendiri di mata negara lain.

Islam mengajarkan kepada kita untuk saling menyayangi satu sama lain, menghormati siapa pun tanpa memandang identitas. Kerja-kerja semacam ini merupakan potret dari Islam sebagai agama yang rahmatal lil ‘alamin. Begitu pun dengan agama lain, tidak ada kebenaran bagi kebencian dan hal-hal yang merugikan pihak lain.

Seperti sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Anas r.a., Nabi bersabda: “Janganlah engkau semua saling benci dan membenci, saling dengki dan mendengki, saling belakang dan membelakangi, dan saling putus dan memutuskan suatu ikatan persahabatan atau kekeluargaan, dan jadilah engkau semua hamba-hamba Allah sebagai saudara. Tidaklah halal bagi seseorang Muslim kalau ia meninggalkan, yakni tidak menyapa saudaranya lebih dari tiga hari.” (Muttafaq ‘alaih).

Dari hadis tersebut kita bisa mendapatkan pelajaran berharga, bahwa interaksi individu dan kelompok tidak bisa dibangun atas dasar rasa benci dan caci maki yang berujung pada kerenggangan sosial atau relasi antara sesama. Teror kebencian di media sosial merupakan wajah suram yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Entahlah, kita akan melihat dari sisi mana. Yang terpenting semua ini perlu kesadaran bersama, setidaknya untuk memberikan ruang yang lebih adem, nyaman, dan tentu penuh dengan kasih sayang.

Dari sini, pentingnya merenungi pesan agama yang mengarah terhadap kebaikan bersama, kemanusian, dan nilai-nilai luhur. Tanpa pemahaman yang luas terhadap pesan agama, mustahil kedewasaan kita bersikap dalam masyarakat akan terbentuk, lebih-lebih di media sosial. Kasus kecaman dari warga Thailand menjadi pelajaran di awal bulan Ramadan, yang seharusnya bisa menunda hal-hal buruk, menahan lapar, minum dan hubungan seksualitas, tetapi lebih dari itu bisa menahan jari untuk tidak mengetik sesuatu yang merugikan, menyakiti, dan mengancamkan kehidupan orang lain.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan