Anti-Politik Identitas dan Sekularisme

374 kali dibaca

Belakangan muncul narasi untuk menggaungkan politik identitas di kontestasi Pemilu 2024. Lebih jauh, narasi anti-politik identitas dituding sebagai tindakan sekulerisme. Jelas hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo dan konsensus kenegaraan yang menolak politik identitas secara tegas.

Pernyataan Presiden Joko Widodo dalam menolak politik identas ini bukan tanpa alasan. Penolakan politik identitas didasarkan pada dampaknya yang sangat pahit. Politik identitas bisa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat, seperti halnya ujaran kebencian, sentimen antarumat beragama, dan pengelompokkan masyarakat yang didasari rasa tidak suka.

Advertisements

Pribadi (2009) menggambarkan konsep politik identitas yang terjadi tahun 1990-an. Saat itu ada beberapa muslim Indonesia yang tergabung dalam pemikiran ghazwul fikri (invasi gagasan atau invasi budaya) menggelorakan gerakan anti-Barat. Hal ini meliputi budaya, film, model, makanan, gaya hidup, maupun pemikiran dan sikap Barat terhadap keagamaan. Mereka berusaha menolak secara terang-terangan apa yang terus dilakukan oleh pihak Barat.

Pada tahap selanjutnya, mereka mulai menginvasi gerakan keagamaan tradisionalis yang ada di Indonesia, seperti halnya tahlilan, khaul, ziarah kubur, dan kebudayaan yang lain. Corak keagamaan tradisionalis yang menurut mereka tidak sesuai dengan budaya Arab, disalahkan dan dianggap bertentangan dengan kebudayaan Islam. Sehingga, walaupun nilai keagamaan yang dipeluk sama, namun perbedaan kebudayaan membuat mereka buas dan menjelek-jelekkan kelompok lainnya. Inilah bahaya politik identitas yang apabila diangkat dalam Pemilu, bisa menimbulkan gejolak sentimen yang luar biasa.

Antipolitik Identitas, Sekularisme?

Tentu menjadi kajian yang menarik, jika ditarik kesimpulan bahwa anti-politik identitas berarti menganut paham sekularisme. Kita bisa melawan argumen ini dengan pemahaman ushul fikih pada salah satu kaidah, yaitu “Menolak mafsadah itu lebih diutamakan daripada mengambil manfaat”. Kaidah ini seolah memberi pengertian kepada kita untuk menelaah seberapa pentingnya politik identitas itu diterapkan di Indonesia.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan