Ahmadiyah dan Problematikanya di Indonesia (1)

846 kali dibaca

Sekali lagi, masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan peristiwa (persekusi) pada komunitas minoritas. Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh pro-kontra pada komunitas Baha’i, pasca Menteri Agama RI memberikan ucapan dan apresiasi kepada komunitas penganut agama Baha’i.

Beberapa hari lalu, ada peristiwa persekusi terhadap komunitas Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat. Sejumlah massa merusak sebuah masjid Ahmadiyah setelah salat Jumat (3/08/2021). Saking banyaknya massa dan meluap-luapnya emosi, aparat di tempat tidak mampu membendung, lantas massa merusak masjid, bahkan sampai ada aksi pembakaran.

Advertisements

Eksistensi komunitas Ahmadiyah memang tidak bisa dilepaskan dari pro dan kontra, bahkan dalam pengamatan awam penulis, eskalasinya lebih tinggi dan panas dibanding pro dan kontra terhadap komunitas Baha’i. Hal ini setidaknya karena Ahmadiyah berada di dekat atau di dalam pagar Islam, sedangkan Baha’i memiliki jarak yang jauh dengan pagar Islam.

Berangkat dari hal tersebut, termasuk adanya peristiwa beberapa hari lalu, kelompok mayoritas muslim ramai-ramai membicarakan dan menyoal perihal Ahmadiyah. Peristiwa persekusi dan perusakan masjid Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat, secara tegas menunjukkan betapa kuat arogansi “oknum” mayoritas di sekitar sana terhadap umat Ahmadiyah dan prasarana ibadahnya.

Pembicaraan dan penyoalan terhadap Ahmadiyah tentu erat kaitanya dengan Islam yang dipahami oleh Ahmadiyah. Mengingat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah memberi label bahwa Ahmadiyah adalah kelompok sesat dan menyesatkan. Tidak bisa dinafikan, di beberapa tempat dan peristiwa yang sudah-sudah, kehadiran Ahmadiyah (jemaat) selalu mengalami penolakan yang keras, tak jarang juga, berimplikasi pada kehidupan sehari-hari jemaat Ahmadiyah. Hal ini karena masyarakat merasa kehadiran Ahmadiyah di daerahnya bisa membawa prahara keberagamaan (berangkat dari pemahaman Ahmadiyah adalah sesat dan menyesatkan).

Eksistensi Ahmadiyah sendiri setidaknya sudah diikat dengan regulai Surat Keputusan Bersama 3 Menteri (SKB 3 Menteri), bertanda tangan Menteri Agama RI, Menteri Dalam Negeri RI, dan Jaksa Agung RI. Subtansi dari SKB 3 Menteri tersebut secara tegas “membatasi pergerakan Ahmadiyah” dan wewenang penindakan oleh aparat, bukan oleh masyarakat. Sehingga dengan demikian, peristiwa yang terjadi di Sintang, Kalimantan Barat, sungguh sangat disayangkan. Sebab, jika pun Ahmadiyah dianggap melewati batas pagar Islam atau menyalahi, mereka yang melakukan persekusi dan perusakan pun tidak membawa ke arah yang lebih baik, malah sebaliknya, memperburuk situasi dan kondisi yang ada.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan