Evolusi Literatur Hadits dalam Keilmuan Islam

3,229 kali dibaca

Otoritas Hadits Nabawi sebagai pedoman pokok kedua bagi umat Islam sepertinya tidak begitu mulus untuk diterima secara mutlak. Sebab, masih banyak ilmuwan kontemporer yang terus melintarkan kritik terhadap autentisitas hadits. Para ilmuwan pengkritik hadits ini pun mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Pada umumnya, mereka yang mempermasalahkan keberadaan hadits adalah dari kaum orientalis. Sebut saja, Ignaz Goldziher (1850-1921), Joseph Scacht (1902-1969), GHA Juynboll (1935-2010), dan lain-lain.

Argumentasi yang disuguhkan para orientalis tentu bisa merisaukan apabila tidak segera diluruskan atau dibantah. Untungnya, banyak pula ilmuwan yang peduli dengan masalah ini. Mereka, selain mempunyai misi untuk membela keberadaan hadits sebagai pijakan teologis, juga secara tidak langsung mengungkap fakta-fakta menarik dalam keilmuan Islam itu sendiri. Di antaranya adalah mengenai fase evolusi literatur hadits (di masa awal).

Advertisements

Fuat Sezgin (1924-2018), professor muslim berkebangsaan Turki yang fokus pada disiplin ilmu sejarah sains Arab-Islam, mengkaji lebih dalam mengenai historisitas kitab-kitab hadits klasik. Ia memfokuskan kritiknya pada klaim historis Goldziher tentang rekam jejak transmisi hadits di masa awal perkembangan Islam.

Sezgin mengemukakan bahwa sejak abad pertama Hijriah, para sahabat selain melakukan moda periwayatan secara lisan (sebagaimana banyak pendapat para ulama), para sahabat juga telah melakukan periwayatan hadits secara tertulis. Kenyataan ini dibuktikan dengan temuan lembaran-lembaran hadits (shahifah) yang ditulis oleh generasi Islam awal. Shahifah ini kemudian direkonstruksi pada masa selanjutnya (abad ke-3 Hijriah) menjadi kitab-kitab hadits masyhur (Shahih dan Musnad).

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan