Salah satu tema yang menarik dikaji terkait ilmu nahu adalah sumber-sumber rujukan kaidah ilmu nahu atau yang dikenal dengan fan Ushul an-Nahwi. Tapi mirisnya, fan ini kurang diminati oleh santri atau para akademisi. Terbukti, sedikit sekali –untuk tidak mengatakan tidak ada— pondok pesantren bahkan perguruan tinggi yang menyinggung soal fan ini.
Sejauh pengalaman saya di dua pondok tempat saya belajar ilmu keislaman, tak pernah ketemu dengan materi ini. Aneh dan sungguh aneh. Padahal, menurut saya, ilmu ini penting untuk dipelajari. Meskipun demikian, dalam pembelajaran, tentu ilmu nahu tetap harus di dahulukan daripada ilmu ushul an-nahwi. Hal ini karena ilmu nahu tetap menjadi wasilah pertama untuk membantu membaca kitab.

Karena itu, dalam artikel ini saya tertarik dan ingin membahas seputar fan ilmu ini. Saya ingin mengenalkan dan menjelaskan bahwa fan ini sangat penting untuk dikenal dan dipelajari. Artinya, yang penting dipelajari bukan hanya ilmu nahu, melainkan ilmu dasarnya nahu. Bukankah tambah baik jika mempelajari ilmu nahu dan ushul an-nahwi? Bukankah ilmu nahu yang telah dipelajari tambah kokoh jika ditopang dengan ilmu ushulnya? Kalau bisa mempelajari kedua-duanya, kenapa harus mempelajari nahunya saja? Mari masuk pada pembahasan intinya.
Secara umum, sebagaimana fikih merupakan produknya ilmu ushul fikih, maka sama, bahwa ilmu nahu merupakan hasil produk ilmu ushul an-nahwi. Dengan demikian, bisa dikatakan, jika ilmu ushul fikih disebut sebagai ilmu filsafat hukum Islam, maka tak ada bedanya bahwa ilmu ushul an-nahwi merupakan filsafat ilmu nahu.
Selain itu, poin pembahasannya juga tidak jauh berbeda dengan poin pembahasan ilmu ushul fikih. Jika dalam ilmu ushul fikih berbicara soal dalil-dalil umum yang bisa dijadikan pijakan hukum, maka dalam ilmu ushul an-nahwi juga sama.
Jika salah satu objek kajiannya ushul fikih adalah soal Al-Qur’an, hadis Nabi, konsensus ulama (ijma), qiyas, ishtishab, dan dalil-dalil lainnya, dari segi apakah bisa dijadikan dalil atau tidak dalam menetapkan hukum Islam, maka dalam ilmu ushul nahu, Al-Qur’an dan dalil-dalil lainnya menjadi objek kajiannya juga. Tapi, dari segi apakah bisa dijadikan dalil atau tidak dalam membuat kaidah-kaidah nahu. Dengan kata lain, jika dalam ushul fikih ada pembahasan khusus seluruh ulama mujtahid, maka dalam ilmu ushul nahu juga ada pembahasan yang berkaitan dengan konsensus ulama nahu, yaitu ulama Bashrah dan Kufah. (Ushul Nahwi Jamiah al-Madinah).