wayang

Wayang Katresnan dalam Mitologi Pendidikan Islam

1,057 kali dibaca

Saat penulis selesai berdiskusi dengan salah seorang teman yang paham dengan sejarah dan budaya jawa, Penulis merasa penasaran dengan wayang dan mulai membincangkannya dengan teman penulis tersebut.

Wayang, dalam pandangan teman penulis tersebut, bagi banyak orang ternyata tak hanya sebatas nguri-nguri budaya peninggalan nenek moyang. Melainnkan, kita haruslah setuju untuk ngurip-ngurip wayang itu sendiri.

Advertisements

Penulis yang mencoba memahami makna “nguri-nguri dan ngurip-ngurip”, sebenarnya memiliki pandangan yang berbeda namun berjalan berkesinambungan. Nguri-nguri mempunyai makna menjaga atau melestarikan, sedangakan ngurip-ngurip memiliki makna yang lebih luas, yaitu menghidupkan.

Kesenian wayang ini tak cukup hanya diceritakan dari mulut ke mulut, namun juga harus ditanggap atau dipentaskan sebagai sarana pengenalan budaya. Sedangakan, ngurip-ngurip wayang sebagai bentuk penjiwaan antara wayang itu sendiri dengan dalang ataupun para penonton kesenian wayang sehingga menghasilkan celetukan makna filosofis tentang seni dalam kehidupan.

Berbicara tentang makna filosofis dari pagelaran wayang, pastinya selain tak jauh dari nilai kehidupan, pasti juga dekat dengan nilai pendidikan yang memang telah menjadi sasaran para empu pembuat wayang. Entah wayang golek, beber, kayu, hingga katresnan yang kini eksis di tanah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Wayang Katresnan

Penulis tak terlalu dalam mempelajari seluk beluk atau asal muasal adanya wayang katresnan. Namun, penulis pernah menjumpai si empu pembuat wayang yang tinggal daerah Kecamatan Kandangan, Temanggung, yang bernama Ma’ruf atau biasa dipanggil Kang Ma’ruf.

Penulis terkadang bertemu dengan beliau walaupun tidak seintens yang mungkin dibayangkan pembaca. Penulis kerap bertemu dengan beliau di kedai kopi yang kebetulan menjadi salah satu tempat favorit penulis untuk sekadar menikmati kopi ataupun sebagai tempat diskusi-diskusi kecil dengan kawan. Lewat kedai kopi tersebut pula, tak dapat dimungkiri bahwa penulis sering merasakan aura dalang Kang Ma’ruf saat beliau memberikan wejangan seputar kehidupan hingga pernah sekali mengaitkan dengan sistem pendidikan kita.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan