https://unsplash.com/photos/woman-and-man-holding-black-crib-shoes-standing-near-green-grass-during-daytime-7tGqLzHcjZ8

Vasektomi dan Tubektomi dalam Timbangan Syariat

31 views

Belum lama ini muncul kontroversi terkait statement dari Gubernur Jawa Barat, yaitu Dedi Mulyadi atau yang akrab disapa KDM (Kang Dedi Mulyadi) yang hendak menjadikan vasektomi sebagai salah satu syarat untuk menerima bantuan sosial dari pemerintah. Pernyataan tersebut sontak menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan vasektomi? Bagaimana prosedurnya? Dan mengapa hal ini memicu polemik?

Advertisements

Di samping vasektomi, terdapat pula metode kontrasepsi permanen lainnya yang mungkin masih asing di telinga masyarakat, yaitu tubektomi. Dalam artikel ini, penulis akan mengulas kedua metode tersebut dari sisi medis, serta menyajikan pandangan fikih Islam terhadap pelaksanaannya.

Vasektomi

Vasektomi  atau Vas Ligation adalah operasi pemutusan atau pengikatan saluran (vas deverens) yang menghubungkan testis, yang berfungsi  sebagai pabrik sperma dengan kelenjar  prostat, tempat di mana sperma disimpan  menjelang ejakulasi. Proses ini bertujuan untuk mencegah sperma masuk ke dalam ejakulasi saat pria berhubungan seksual.

Dengan melakukan vasektomi, sperma  yang dihasilkan di testis tidak akan bercampur dengan cairan ejakulasi,  sehingga ketika pria melakukan hubungan  seksual, sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra) dan tidak masuk ke dalam vagina wanita.

Hal tersebut berarti bahwa meskipun hubungan seksual berlangsung secara normal, risiko terjadinya kehamilan dapat dihilangkan secara efektif. Sterilisasi ini termasuk operasi ringan, tidak memerlukan perawatan di rumah sakit dan tidak mengganggu kehidupan seksual. Nafsu seks dan potensi ke”lelaki”an tetap, dan waktu melakukan koitus, tetap dapat ejakulasi, tetapi yang terpancar hanya semacam lendir yang tidak mengandung sperma.

Prosedur ini dianggap sebagai metode  kontrasepsi permanen bagi pria yang telah memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi. Metode ini sering kali menjadi pilihan bagi pasangan yang ingin mengatur jumlah anak dalam keluarga mereka.

Dengan demikian, vasektomi menawarkan solusi yang aman dan efektif untuk  mencegah kehamilan, sambil tetap memungkinkan pasangan untuk menikmati kehidupan seksual yang normal tanpa kekhawatiran mengenai konsekuensi reproduksi.

Tubektomi

Tubektomi atau tubal ligation adalah sterilisasi yang hanya terjadi pada wanita berupa pemotongan saluran indung telur (tuba fallopi) sehingga sel telur tidak bisa memasuki rahim untuk dibuahi. Caranya adalah melakukan operasi melalui rongga perut atau melalui vagina yang selanjutnya dengan memotong saluran sel telur dan menutup kedua-duanya, sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi kehamilan.

Sama halnya seperti vasektomi, tubektomi juga bersifat permanen untuk menghentikan proses kehamilan yang dialami wanita. Walaupun bisa disambungkan kembali, namun tingkat fertilitasnya tidak akan kembali seperti sediakala. Tubektomi juga merupakan salah satu alternatif KB (Keluarga Berencana).

Bentuk tubektomi pada wanita juga bermacam-macam; seperti Laparatomi Mini Suprarubik, Kolkotomi Posterior, Kuldoskopi, Laparoskop, Histerekopi, dan Laparotomi Mini Paska Persalinan.

Setidaknya ada 6 bentuk dari yang disebutkan tersebut, yang semuanya memiliki kriteria sterilisasi/tubektomi yang berbeda-beda, untuk lebih jelas dan lengkapnya mungkin dapat dilihat pada kajian pembahasan medis yang menguraikannya.

Perspektif Hukum Islam

Sebagaimana telah dipaparkan, bahwa casektomi dan tubektomi merupakan bagian dari kontrasepsi permanen yang tentu memiliki implikasi hukum, sosial, dan budaya.

Ulama berpendapat bahwa jika karena alasan jumlah anak yang dimiliki telah sampai pada jumlah yang dianjurkan dalam program Keluarga Berencana, tidak cukup kuat untuk membenarkan pelaksanaan vasektomi dan tubektomi. Tidak mustahil seseorang merasakan adanya kebutuhan untuk memperoleh anak kembali karena alasan-alasan tertentu. Sebab itu, secara asal sterilisasi vasektomi dan tubektomi ini hukumnya haram (dilarang), karena berkenaan dengan beberapa hal yang prinsipil dalam Islam, yaitu:

Pertama, sterilisasi vasektomi dan tubektomi berakibat pemandulan tetap. Hal ini bertentangan dengan pokok perkawinan dalam Islam, yakni: selain bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan, juga untuk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapkan menjadi anak yang saleh. Dan salah satu prinsip maqashid syariah adalah menjaga atau memelihara keturunan (hifzu an-nasl)

Kedua, mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran mani/telur). Sebagaimana Allah telah memfirmankan dalam surat at-Tin ayat 4, bahwa manusia telah diciptakan pada bentuknya yang sempurna, dengan melakukan vasektomi atau tubektomi maka sungguh telah membuat sesuatu yang sempurna (pada sistem sel sperma dan sel telur) tersebut menjadi tidak sempurna adanya.

Ketiga, melihat aurat orang lain (aurat besar). Tentu dalam proses operasi vasektomi dan tubektomi seorang dokter tersebut kemungkinan akan dapat melihat aurat besar dari pasiennya tersebut, yang mana hal ini telah dilarang secara syariat Islam.

Dalam konteks negara Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun demikian, memberikan putusan fatwa akan keharaman vasektomi dan tubektomi ini. Mulai dari fatwa tahun 1979, tahun 1983, tahun 2000, tahun 2009, hingga tahun 2012 yang tetap menyatakan bahwa vasektomi dan tubektomi itu haram.

Namun, dengan pengecualian dalam suatu keadaan, vasektomi itu menjadi boleh, dengan syarat-syarat berikut: Pertama, memiliki tujuan yang tidak menyalahi syariat. Kedua, tidak menyebabkan kemandulan permanen. Ketiga, memiliki jaminan bahwa upaya rekanalisasi dapat menyuburkan kembali. Keempat, tidak menimbulkan bahaya bagi yang bersangkutan. Kelima, tidak termasuk ke dalam program dan metode kontrasepsi permanen.

Lebih dari itu, ulama berpendapat ada keadaan-keadaan darurat tertentu yang membenarkan seseorang melakukan operasi vasektomi dan tubektomi. Dalam hal ini berlaku hukum darurat. Sebab, terdapat kaidah fikih , “Keadaan darurat atau hajat membolehkan sesuatu yang terlarang.“

Namun, ulama berbeda pendapat tentang ukuran daruratnya suatu keadaan jika yang bersangkutan dihadapkan pada pilihan tunggal, yaitu bahwa hanya dengan cara ini penyakit seorang ibu akan terjamin. Misalnya, menurut perhitungan medis, seorang ibu akan meninggal apabila melahirkan kembali, maka ulama sepakat mengatakan bahwa ia diperkenankan melakukan operasi tubektomi.

Akan tetapi, ulama berbeda pendapat dalam hal menghindari terjadinya penurunan penyakit berbahaya yang tidak dapat disembuhkan kepada anak yang akan lahir dan keturunannya.

Menurut hemat penulis, bahwa pada dasarnya vasektomi dan tubektomi hukumnya haram sehingga perlu kita hindari sebisa mungkin. Namun, dalam suatu kondisi yang darurat/emergency seperti yang berkaitan dengan nyawa atau penurunan penyakit dari orang tua terhadap keturunannya, maka vasektomi dan tubektomi mungkin dapat menjadi  alternatif dan boleh adanya.

Karena itu, jika hanya untuk menunda kehamilan, pengendalian kelahiran keluarga atau alasan lainnya, disarankan lebih baik memakai metode kontrasepsi yang bersifat sementara saja, seperti memakai alat kontrasepsi, pil, suntikan,  dan sebagainya. Tidak perlu sampai menggunakan kontrasepsi yang bersifat permanen.

Referensi:

Solehuddin Harahap “Hukum Vasektomi dan Tubektomi dalam Pernikahan.”

Zed Ahmad dkk, “Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi: Kesehatan, Agama, dan Keharmonisan Rumah Tangga.”

Siti Rochmah, “Penggunaan Vasektomi dan Tubektomi Perspektif Medis dan Maqasid al-Shari’ah”.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan