Ujian Hidup, Lulus atau Lolos?

2,059 kali dibaca

Kita mungkin telah banyak dijejali oleh pelajaran-pelajaran, entah itu berasal dari bangku-bangku sekolah, buku-buku, seminar, nasihat atau bahkan percakapan sederhana yang hampir setiap hari kita menjumpai dan melakukannya. Hidup memang dipenuhi banyak pelajaran. Ya, bahkan bagi yang tak sempat menikmati manisnya bangku sekolah, tak usah kecil hati. Semesta, atau hidup, sebenarnya adalah sekolah tanpa bangku.

Seringkali kita itu lupa pada tujuan mengapa mesti mencari banyak pelajaran. Sedemikian maha meruahnya pelajaran tentu tak semuanya bisa kita ingat betul, apalagi paham seluruhnya. Tentunya ada beberapa saja yang kita ambil, sukai, tekuni, dan kejar dengan sepenuh hati. Ini sangat lazim sebagaimana konsentrasi kita juga punya limitasi.

Advertisements

Barangkali ada dari kita yang sungguh-sungguh ingin mempelajari banyak hal, mencatat banyak hal, dan mengerjakan banyak hal pula. Di jagat raya, pasti model manusia yang demikian ini juga ada, malah mungkin diri kita sendiri pernah punya ambisi yang seperti itu. Jika iya, maka ini sungguh baik dan luhur. Tapi, tentu itu keinginan yang tidak mungkin terealisasikan. Dari situlah kita akan mengenal keterbatasan, dan selanjutnya keterbatasan itu akan mengajarkan kita banyak hal.

Dalam mengarungi bahtera hidup yang banyak dipenuhi hal-hal tragik ini, kita barangkali harus memempa kemampuan diri sampai batas terjauhnya. Ya, setiap diri memiliki keterbatasan, memang benar. Tapi kesadaran akan keterbatasan itu seyogyanya tidak dijadikan pegangan ketika kita akan memulai sebuah perjuangan untuk mencapai cita-cita yang luhur. Simpan dulu kesadaran itu, dan mari menancapkan keyakinan yang teguh. Tuhan tentu tidak akan diam dengan kesungguhan kita.

Kesungguhan. Kerja keras. Keyakinan teguh. Hal-hal yang demikian ini sering kita saksikan ada pada mereka yang secara kasta dan harta terbatasi, bahkan malah tak punya sama sekali. Kita saksikan dari mereka yang berhasil mengalahkan ketersempitan persepsi dan keluar dari penjara bernama pikirannya sendiri. Mereka lepas dan bebas dari kungkungan kemewahan melalui latihan panjang dan berdarah, sebelum kemudian terbiasa menikmati hidup dengan tidak mudah kaget dan tetap waspada.

Di sini letak perbedaan mereka dengan yang terlahir mapan adalah, mereka dipaksakan merasakan langsung pelajaran hidup lewat pengalaman yang mau tak mau harus mereka cecap pahit getirnya. Mereka mengalami sekaligus mempelajari. Sementara yang terlahir mapan, lumrahnya hanya sebatas bisa mempelajari tanpa benar-benar ingin mengalami.

Hidup di dunia ini, pada dasarnya tak ada yang benar-benar mapan. Setiap orang punya kesempatan untuk meningkatkan kualitas dirinya. Namun orang-orang yang hebat seringkali lulus dalam ujian hidup karena dibenturkan dengan seleksi alam yang sakit, sementara mereka yang merasa sedikit mapan memilih lolos dari ujian hidup sebab justru luput dari seleksi alam.

Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Imam Syafi’i, bahwa dalam hidup ini tak pernah ada kesusahan yang abadi, begitupula tak ada kebahagiaan yang abadi. Kedua hal itu saling berkelindan mengisi hidup kita. Kadang nikmat hadir menyegarkan gersang kepedihan hidup. Kadang tiba-tiba kita diuji dengan hal-hal yang bahkan tak pernah kita duga sama sekali. Tapi, bukankah sejatinya hidup di dunia adalah ujian? Sebagaimana terbaca dalam kisah manusia pertama yang diturunkan ke bumi, Nabi Adam AS. Diturunkannya Adam ke bumi adalah untuk kembali ke tempat asalnya, yakni negeri akhirat.

Dari kisah Nabi Adam AS, kita akan membaca kisah-kisah manusia pilihan lainnya yang bahkan seumur hidupnya selalu dibersamai dengan lika-liku ujian. Keluhuran memang membutuhkan perjuangan berat untuk mencapainya. Tak terkecuali keluhuran di akhirat kelak. Kita harus benar-benar siap menjumpai beragam ujian hidup. Begitulah jalan yang harus ditempuh oleh mereka yang menginginkan keluhuran.

Maka, jika hari-harimu penuh kegetiran, mestinya berbahagialah, mungkin alam sedang ingin membenturkanmu supaya kelak engkau benar-benar siap untuk terbentuk dan menuai apa yang telah engkau perjuangkan.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan