Transformasi Haji dan Warisan Ibrahim

352 kali dibaca

Beberapa kali Al-Qur’an menyebut Nabi Ibrahim sebagai tokoh sentral dalam hikayat haji. Allah membimbing sang khalilullah ke rumah Ka’bah di Mekkah bersama putranya Ismail sebagaimana tertulis dalam surat al-Hajj ayat 26. Dalam literatur hadis, secara eksplisit haji disebut sebagai legacy of Ibrahim atau warisan Ibrahim. Dengan demikian, pelaksanaan haji bagian dari peran memahami kehidupan Ibrahim. Melalui ritual-ritual yang telah ditetapkan, para peziarah terhubung bersama dengan sejarah dan warisan Nabi Ibrahim.

Berabad-abad lamanya, orang-orang Arab telah melaksanakan haji, meskipun mereka tidak atau belum mengimani keberadaan Allah. Di situ, ritual haji menjadi penghubung mereka dengan nenek moyang (Ibrahim dan Ismail), kendati bangsa Arab sendiri menganut kepercayaan yang bertentangan dengan pesan nenek moyangnya. Rupanya, tujuan besar dari ritual haji, yakni “saling terhubung ke narasi, sejarah, dan komunitas bersama.” Dan kita sebagai orang beriman diharapkan menghargai tradisi besar sepanjang masa yang mengikat satu individu dengan miliaran manusia sepanjang sejarah.

Advertisements

Al-Qur’an menyajikan kisah unik bahwa Nabi Ibrahim adalah orang pertama yang memberitakan kewaiban haji kepada kaumnya. Namun, sebagian besar dalam Al-Qur’an juga menampilkan Nabi Ibrahim sebagai seorang pemimpin yang memiliki sedikit pengikut. Meski begitu, seruan itu telah dijawab oleh generasi sesudahnya. Seluruh penjuru dunia berusaha mengikuti jejaknya. Warisan Ibrahim memiliki pesan akan optimisme, harapan, dan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana segala yang tidak mungkin bisa terwujud dengan kehendak-Nya.

Ibadah haji juga menghubungkan kita untuk terkoneksi dengan komunitas dan bangsa yang lebih besar. Berbagai ras, etnis, suku bangsa, pria dan wanita dengan beragam usia saling menyinkronkan ritual dengan memiliki visi atau tujuan yang sama. Peziarah akan memiliki pengalaman yang kuat tentang persaudaraan dan kekerabatan yang luas.

Sebagaimana kesaksian Malcolm X pada tulisannya yang berjudul Letter from Mecca. Tersebab pengalamannya tinggal di Amerika Serikat yang mengalami rasisme, ia pun dikenal luas karena retorika anti kulit putihnya. Namun, setelah menjalani ibadah haji ia perlahan meninggalkan retorika tersebut, dan menulis sebuah surat yang berisikan akan Mekkah yang menggambarkan sifat transformatif pelaksanaan haji.

Ada puluhan ribu peziarah, dari seluruh dunia. Mereka dari semua warna, dari pirang bermata biru hingga Afrika berkulit hitam. Tetapi kami semua berpartisipasi dalam ritual yang sama, menunjukkan semangat persatuan dan persaudaraan yang menurut pengalaman saya di Amerika membuat saya percaya bahwa tidak akan pernah ada antara kulit putih dan non-kulit putih….

Selama sebelas hari terakhir di dunia Muslim ini, saya makan dari piring yang sama, minum dari gelas yang sama, dan tidur di ranjang yang sama (atau di atas permadani yang sama)—sambil berdoa kepada Tuhan yang sama dengan sesama Muslim, yang matanya paling biru dari yang biru, yang rambutnya paling pirang dari yang pirang, dan yang kulitnya paling putih dari yang putih. Dan dalam kata-kata dan tindakan dan perbuatan Muslim ‘kulit putih’, saya merasakan ketulusan yang sama yang saya rasakan di antara Muslim kulit hitam Afrika di Nigeria, Sudan dan Ghana. Kita semua benar-benar saudara.

Di samping itu, terdapat penelitian yang dilakukan Asim Ijaz Khwaja dari Universitas Harvard. Penelitian ini bertujuan memperkirakan dampak dari ritual haji. Berdasarkan penelitiannya, disebut haji meningkatkan kepatuhan terhadap praktik Islam secara global dan meningkatkan kesetaraan serta keharmonisan di antara kelompok etnis dan mazhab dalam Islam, tak terkecuali bagi nonmuslim. Haji bukan hanya praktik ritual yang diimani oleh penduduk seluruh dunia. Namun, bertransformasi menjadi kesejahteraan dan keharmonisan dalam hidup umat manusia.

Tulisan Malcolm dan hasil penelitian mahasiswa Harvard itu menggambarkan bagaimana ritual haji menyentuh emosi manusia begitu dalam dan perlahan mengubah perilaku ke arah yang positif. Ritual haji menghubungkan diri kita sendiri dengan tujuan yang lebih besar, hal tersebut dapat dicapai dengan sejarah kebesaran: warisan Ibrahim.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan