Takjil dan Salah Kaprahnya

77 views

Ramadan adalah bulan suci yang selalu dirindukan umat Islam sedunia. Sebab, Ramadan merupakan bulan istimewa dan tiap muslim akan merasa sedih berpisah dengannya.

Mengapa demikian? Sebab, Ramadan merupakan bulan yang memiliki banyak keutamaan. Semua ibadah akan bernilai pahala dan akan dilipatgandakan pahalanya serta dihapuskannya dosa-dosa.

Advertisements

Selain memperbanyak ibadah, selama Ramadan masyarakat muslim juga menjalani tradisi yang tidak ditemukan di bulan lain. Di antaranya melakukan ngabuburit, buka bersama, tadarus, tarawih, serta bagi-bagi makanan untuk berbuka puasa.

Ada satu yang menarik dari tradisi-tradisi yang dilakukan umat Muslim selama Ramadan, yaitu bagi-bagi makanan untuk berbuka. Biasanya kegiatan ini di Indonesia dinamakan bagi-bagi takjil.

Sebenarnya penamaan takjil yang merujuk pada makanan untuk berbuka terbilang salah jika dilihat dari akar katanya. Sebab, kata takjil berasal dari Bahasa Arab yaitu عَجَّلَ – يُعَجِّلُ dengan mashdar berupa تعجيل yang berarti menyegerakan.

Sementara, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata takjil memiliki arti mempercepat dalam berbuka puasa. Dalam konteks ini kata takjil berarti menyegerakan untuk berbuka puasa.

Akan tetapi, masyarakat Indonesia salah kaprah menamakan takjil sebagai sebutan makanan untuk berbuka puasa. Dan istilah takjil juga sudah sangat melekat dalam tradisi masyarakat Indonesia.

Darimana sebenarnya tradisi takjil ini bermula? Takjil sebagai sebutan makanan untuk berbuka bermula ketika agama Islam mulai tersebar di tanah Jawa oleh Walisongo. Pada saat itu, Walisongo kerap menghidangkan kolak dari bahan dasar pisang, ubi jalar, dan gula merah. Seiring berjalannya waktu, makanan tersebut divariasikan dengan berbagai macam makanan, seperti kolang kaling, ubi kayu, tapai, sampai nangka. Dari kebiasaan ini menu untuk berbuka puasa dengan yang manis-manis memperoleh sebutan takjil, sampai saat ini.

Jadi, perlu diingat bahwa takjil merupakan ungkapan untuk menyegerakan berbuka puasa dengan sesuatu, bukan makanan yang manis-manis untuk berbuka puasa seperti kolak, kurma, dan sebagainya.

Sehingga, jika ada pernyataan “Orang Arab bertakjil dengan kurma,” maka pengertiannya adalah mereka menyegerakan berbuka puasa dengan memakan kurma, bukan makanan untuk berbuka puasa itu kurma.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan