Tafsir Feminis dan Resistensinya di Indonesia

Dalam beberapa dekade terakhir, ada arus pemikiran yang menawarkan tafsir Al-Qur’an yang disesuaikan dengan perempuan. Tafsir ini tidak hanya menafsirkan teks-teks suci dari sudut pandang perempuan, tetapi juga bertujuan untuk mengungkap bagaimana bias gender sering tertutup dalam tafsir-tafsir klasik yang diwariskan.

Di Indonesia, kesadaran gender mulai berkembang bersama dengan konsep ini. Namun, banyak orang menentangnya, termasuk institusi keagamaan, budaya patriarkal, dan dominasi tafsir teks tradisional.

Advertisements

Tafsir Feminis 

Salah satu ayat yang sering diperdebatkan dalam kajian gender dalam Islam adalah QS. An-Nisa’: 34, “Ar-rijālu qawwāmūna “ala an-nisā”, yang telah diterjemahkan sebagai “Laki-laki adalah pemimpin atas perempuan” selama berabad-abad.

Qiwāmah biasanya dianggap sebagai legitimasi patriarki—laki-laki berkuasa, perempuan tunduk. Namun, interpretasi feminis, seperti yang dibuat oleh Amina Wadud dan Riffat Hassan, tidak sepenuhnya menolak ayat tersebut. Sebaliknya, mereka mempertimbangkan makna adil dari sudut pandang perempuan, serta konteks sosial dan bahasa.

Qawwāmūna berarti tanggung jawab sosial dan ekonomi untuk zamannya, bukan dominasi atau kepemimpinan absolut, menurut tafsir kontekstual. Karena struktur sosialnya yang demikian, laki-laki menjadi penyedia utama dalam masyarakat Arab abad ke-7. Namun, makna qiwāmah juga perlu dipikirkan kembali ketika konteks sosial berubah dan perempuan mulai berperan sebagai penyumbang nafkah.

Menyusui adalah contoh menarik lain dari interpretasi feminis. Hanya perempuan yang dapat menyusui secara biologis. Namun, dalam Surat al-Baqarah ayat 233, disebutkan bahwa “wa ‘ala al-mawlūdī lahu rizquhunna wa kiswatuhunna bil ma’rūf”, yang berarti bahwa suami dari anak tersebut bertanggung jawab untuk memberi makan dan pakaian kepada ibunya.

Tafsiran feminis menekankan bahwa menyusui bukan hanya tanggung jawab fisik perempuan; suami juga bertanggung jawab untuk memberikan dukungan finansial dan emosional. Tafsir ini menghilangkan gagasan bahwa ibu harus mengambil tanggung jawab pengasuhan anak setelah lahir, dan membuka jalan untuk pembagian tugas yang lebih adil dalam keluarga Muslim kontemporer.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan