MALAM YANG MENYUSUN CAHAYA
Malam,
seperti lautan yang diam,
menyimpan riak yang tak terlihat.
Dalam gelap,
kaususun cahaya dari langit
seperti tangan yang meraba tanah,
menanam benih iman.
Sebuah suara membelah,
melayang dari lubuk sunyi
ke rumah-rumah tak berpenghuni.
Engkau datang,
bukan dengan teriakan lantang atau pedang,
tapi dengan kelam yang hening,
yang menyingkap kabut jiwa.
Apakah cahaya harus selalu hadir dalam bentuk?
Atau engkau, ya Rasul,
mengajarkan bahwa terang
adalah suara bisik
yang tak pernah meninggalkan bayangannya.
2024.
PADANG MERINDUKAN JEJAK
Pasir berbisik,
menggulung dirinya sendiri
di antara kaki yang hilang.
Seperti padang yang merindukan jejak,
kau melangkah tanpa suara.
Angin menjadi saksi,
bahwa setiap langkahmu adalah gelombang
yang menghantam tepi langit.
Engkau tak menoleh ke belakang,
karena masa lalu tak pernah benar-benar hilang.
Di matamu,
ada tempat yang tak pernah bisa dijangkau
oleh mereka yang terkurung waktu.
Mekkah dan Madinah,
hanyalah bayangan dari langkah-langkah panjang
yang tak pernah benar-benar dimulai.
2024.
SEBELUM ANGIN BERHENTI
Di ujung hari,
sebelum angin berhenti,
engkau mengangkat wajah
seperti memanggil nama-nama
yang belum pernah disebut.
Gunung dan lembah menunggu—
mereka tahu,
tak ada suara yang lebih sunyi
dari seruan tanpa bibir.
Engkau, ya Rasul,
datang bukan untuk menyelesaikan,
tapi untuk membiarkan kami
melihat bahwa perjalanan
adalah tugas yang tak pernah selesai.
Bahkan angin pun tahu