Seri “Wali Pitu” di Bali (5): Keramat Kembar Karangasem

11,538 kali dibaca

Di Kabupaten Karangasem, Bali, terdapat dua makam yang dikeramatkan oleh masyarakat muslim dari berbagai daerah, tapi juga oleh warga Hindu Bali. Orang menyebutnya makam kembar keramat. Diyakini, keduanya adalah makam Maulana Yusuf al-Baghdi al-Maghribi dan Ali bin Zaenal Abidin al-Idrus, dua ulama penyebar agama Islam di Bali, khususnya di wilayah Karangasem.

Dua makam kembar keramat tersebut memiliki titi mangsa yang berbeda. Berdasarkan cerita-cerita lisan yang beredar di masyarakat, salah satunya merupakan makam kuno, yang diperkirakan sudah berusia 350-400 tahun. Makam kuno ini dipercaya sebagai makamnya Syekh Maulana Yusuf al-Baghdi al-Maghribi, salah satu dari Wali Pitu, tujuh ulama penyebar Islam di Pulau Dewata.

Advertisements

Namun, siapa sebenarnya Syekh Maulana Yusuf al-Baghdi al-Maghribi  ini benar-benar masih gelap. Tak ada catatan sejarah mengenai siapa nama aslinya, dari mana asal usulnya, dan sejarahnya masuk ke Bali. Bahkan, juru kunci makam pun sama tak tahunya dengan para penziarah.

Yang masih segar dalam ingatan kolektif masyarakat, ketika terjadi letusan dahsyat Gunung Agung pada 1963, yang mengeluarkan lahar panas, menyemburkan jutaan batu besar dan kecil serta abu yang menjulang tinggi di angkasa, menyebar ke seluruh Pulau Bali, bahkan sampai ke wilayah Jawa Timur, makam kuno itu bergeming, tak tersentuh apa pun. Padahal, banyak desa luluk lantak, porak poranda. Pohon-pohon besar bertumbangan. Bangunan dan gedung-gedung yang kokoh hancur tertimbun batu dan pasir.

Bagaimana dengan makam kuno itu, yang letaknya jauh dari Gunung Agung? Seperti dlindungi keajaiban atau mukjizat, tak sebutir pun batu kerikil dan pasir menyentuh, atau jatuh, di atas makam kuno itu. I tetap kukuh dan anggun, jauh dari reruntukan. Itulah bukti yang memperkuat kekeramatan makam kuno ini.

Jika jejak sejarah Syekh Maulana Yusuf al-Baghdi al-Maghribi sangat minim, berbeda dengan juru kunci makam pertamanya, Habib Ali Zainal Abidin al-Idrus. Habib Ali Zainal Abidin al-Idrus dikenal sebagai ulama besar yang arif dan bijaksana. Bermukim di Karangasem, ia mengajar kepada banyak santri yang datang tak hanya daerah Bali, tapi juga dari Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Selain mengajar mengaji, sehari-hari  Habib Ali al-Idrus memerankan diri sebagai juru kunci makam kuno Syekh Maulana Yusuf al-Baghdi al-Maghribi. Tugas itu dijalankan dengan sepenuh hati hingga wafatnya pada pada 9 Ramadhan 1493 H atau 19 Juni 1982. Tokoh yang meninggal pada usia 109 tahun ini kemudian dimakamkan di samping makam kuno Syekh Maulana Yusuf al-Baghdi al-Maghribi. Sejak itu, dua makam ini disebut “makam keramat kembar” dan “wali  kembar”,  dua wali yang diakui sebagai bagian dari Wali Pitu. Kedua makam kembar ini terletak di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem(Amlapura), tidak jauh dari Jalan Raya Subangan arah ke utara, jalan tembus menuju ke Singaraja dari Desa Temukus. Dari Singaraja berjarak ± 6-7 km.

Semasa hidup, Habib Ali memiliki tiga istri. Istri pertama memiliki delapan anak. Saat ini yang hidup tinggal dua orang, Habib Muchdor dan Habib Umar. Istri kedua memiliki lima anak, masih tiga anak yang hidup, yaitu Yik Agil, Syarifah Salbiyah, dan Yik Toha. Istri ketiga tidak dikaruniai anak.

Kini, yang menggantikan peran sebagai juru kunci makam kembar keramat tersebut adalah Yik Alwi Alaydrus. Menurut cerita, makam kembar keramat tersebut dibangun atas prakarsa putra keenam Habib Ali, Habib Muchdor di tahun 1989. Saat itu Habib Muchdor bersama adiknya, Abdul Rahman, langsung bertindak selaku penjaga makam. Selanjutnya penjagaan makam diwariskan kepada adik-adiknya, Habib Umar, kemudian kepada Abdul Rahman Alaydrus dan Habib Muchdor Alaydrus. Setelah Abdul Rahman wafat, dan Habib Muchdor sudah lanjut usia, posisi penjaga makam diserahkan kepada Yik Alwi Alaydrus.

Sebagai bagian dari jejak keberadaan tujuh ulama penyebar Islam di Bali, pada tahun-tahun belakangan makam kembar keramat tersebut ramai dikunjungi peziarah, terutama di bulan puasa Ramadhan. Tak hanya datang dari Bali, banyak peziarah datang dari Jawa, Kalimantan, dan daerah-daerah lain. Bahkan, tak sedikit peziarah datang dari negara-negara lain, seperti dari tiga negara, Malaysia, Singapura, dan Maroko.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan