Seri “Wali Pitu” di Bali (1): The Kwan Lie

6,972 kali dibaca

Jika di Pulau Jawa ada sembilan ulama penyebar agama Islam yang dikenal sebagai Wali Songo, di Pulau Dewata ada Wali Pitu yang diyakini sebagai penyebar agama Islam di Bali. Sesuai namanya, para wali penyebar Islam di Bali ini ada tujuh orang.

Ketujuh orang Wali Pitu tersebut adalah Mas Sepuh Raden Raden Amangkuningrat, makamnya ada di Kabupaten Badung; Habib Umar bin Maulana Yusuf al-Maghribi (di Tabanan); Habib Ali bin Abubakar bin Umar bin Abubakar al-Hamid (di Klungkung); Habib Ali Zaenal Abidin Alaydrus (di Karangasem); Syaikh Maulana Yusuf al-Baghdadi al-Maghribi (di Karangasem);  The Kwan Lie (di Buleleng); dan Habib Ali bin Umar bin Abubakar Bafaqih (di Jembrana). Nama terakhir ini merupakan salah satu guru utama Maulana Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan.

Advertisements

Didasarkan pada berbagai sumber, duniasantri.co menceritakan riwayat para wali dari Wali Pitu tersebut, dimulai dari The Kwan Pau-Lie.

Ia lelaki kelahiran dan berkebangsaan Tiongkok. Diperkirakan, kedatangan The Kwan Lie ke Nusantara terjadi pada pertengahan abad ke-16. Saat itu, The Kwan Lie bertugas mengawal  perjalanan Putri Ong Tien berlayar menuju Cirebon. Putri Ong Tien ke Cirebon untuk dinikahkan dengan Sunan Gunung Jati.

Setelah tugasnya selesai, The Kwan Lie tidak pulang kembali ke China, melainkan justru menetap di Cirebon. Ia kemudian malah berguru kepada Sunan Gunung Jati untuk mendalami agama Islam. Setelah menjadi murid Sunan Gunung Jati, The Kwan Lie menjadi salah satu orang kepercayaannya. Suatu hari The Kwan Lie ditugasi mengawal rombongan istri Sunan Gunung Jati melakukan perjalanan ke daerah Bali. Saat itulah, untuk kali pertama, The Kwan Lie mengenal Bali, khususnya kota Singaraja yang ada di Buleleng.

Mungkin setelah menceritakan pengalamannya itu kepada Sunan Gunung Jati, The Kwan Lie akhirnya memang mendapat perintah dari Sang Sunan untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Bali. Untuk menunaikan tugasnya itu, The Kwan Lie diberi gelar Syekh Abdul Qadir Muhammad.

The Kwan Lie memulai misi dakwahnya dengan menyisir pesisir utara Pulau Bali, mulai dari Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, hingga Kabupaten Jembrana. Ia bersandar di Labuan Aji, pelabuhan kecil tapi cukup sibuk saat itu. Sibuk, karena pelabuhan ini menjadi tempat transit orang-orang yang hendak melakukan perdagangan.

Pada mulanya, misi The Kwan Lie untuk mendakwahkan Islam di daerah ini menumui banyak kendala, bahkan sempat memperoleh perlakuan tak bersahabat dari masyarakat lokal. Akhirnya, untuk memuluskan jalan dakwahnya, The Kwan Lie melakukan kegiatan niaga sekaligus membuka pengobatan China yang memang menjadi keahliannya. Dengan menjadi tabib atau ahli pengobatan China, lambat laun kehadiran The Kwan Lie mulai diterima oleh masyarakat lokal, dan dakwanya mulai membuahkan hasil.

Berkat dakwah The Kwan Lie, di daerah Bali utara ini Islam berkembang cukup baik di tengah-tengah masyarakat penganut Hindu. Hingga kini, di Kota Singaraja atau Kabupaten Buleleng banyak desa atau kampung Islam, warganya mayoritas beragama Islam. Desa Pegayaman, misalnya, merupakan perwujudan asimilasi kebudayaan antara Hindu dan Islam. Nama-nama Bali bercampur dengan nama-nama Islam. Ketut Syahruardi Abbas, misalnya, adalah contoh perpaduan nama Bali-Islam.

Itulah jejak perjuangan dakwah The Kwan Lie alias Syekh Abdul Qadir Muhammad. Saat ini, Makam Syekh Abdul Qadir Muhammad atau The Kwan Lie berada di Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Makam The Kwan Lie kini banyak diziarahi orang dari berbagai penjuru Tanah Air. Orang menyebutnya Makam Keramat Karang Rupit. Disebut demikian karena makam The Kwan Lie awalnya berada beberapa puluh meter dari pantai dalam keadaan terjepit karang dan mengambang di atas permukaan air laut. Tapi, seiring berlalunya waktu, makam ini bergeser ke tepi pantai berdekatan dengan Pura Agung Labuan Aji. Di sekeliling makam The Kwan Lie juga ada beberapa makam, yang diyakini merupakan makam dari para pengikutnya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan