Robohnya Sekolah Kami

1,556 kali dibaca

Puluhan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada Minggu, 11 Desember 2022, menggeruduk Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Cina 1 yang berada di Jalan Margonda, Depok, Jawa Barat. Sayangnya, dari balik pintu gerbang, puluhan wali murid mengadang kedatangan mereka dengan mengunci gerbang dan memblokade pintu masuk.

Sedianya, pasukan Satpol PP itu hendak mengosongkan gedung SD tersebut, kemudian merobohkannya karena di atas lahan itu akan segera dibangun sebuah masjid, yang kelak akan disebut Masjid Agung Depok. Namun, kedatangan pasukan Satpol PP itu memperoleh perlawanan dari para wali murid. Setelah terjadi perdebatan panas, pasukan Satpol PP itu akhirnya balik kanan. Tapi mereka akan datang lagi untuk merobohkan gedung SD itu yang disebut sebagai aset daerah yang akan dimusnahkan.

Advertisements

Para wali murid menolak karena memiliki alasan yang kuat. Selain tak diajak bicara sebelumnya, Pemerintah Kota Depok ternyata juga belum menyiapkan gedung sekolah untuk penggantinya. Murid-murid SDN Pondok Cina 1 itu hanya akan dititipkan di SD-SD lain, dan belum jelas di mana dan kapan gedung sekolah pengganti akan dibangun.

Yang sudah pasti adalah perintah pengosongan harus dilakukan sebelum 12 Desember 2022 karena pembangunan masjid akan segera dimulai. Dan, tiba-tiba, sekolah tempat generasi penerus bangsa itu belajar tak ubahnya seperti kafe remang-remang atau sarang pelacuran yang harus segera dibersihkan oleh pasukan Satpol PP. Tiba-tiba, anak-anak yang bakal menentukan masa depan bangsa ini kehilangan tempat belajar hanya untuk sebuah masjid.

Pertanyaannya adalah, benarkah pembangunan masjid agung di Depok sebegitu mendesak sehingga harus menggusur sekolah? Benarkah Depok sebagai kota yang mayoritas penduduknya muslim kekurangan masjid dan musala sehingga ketika berada di sepanjang Jalan Margonda orang-orang kesulitan mencari tempat untuk salat? Mungkinkah Kota Depok sudah kelebihan sekolah atau sekolah-sekolah kekurangan murid sehingga ada yang perlu dialihfungsikan?

Rasanya, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya tak diperlukan adanya analisis data yang jelimet. Sebab, dari pandangan mata saja sudah tersuguh jawabannya. Bahwa, begitu banyak masjid dan musala di wilayah Kota Depok sehingga orang tak akan kesulitan untuk menemukan tempat ibadah. Ibaratnya, kita berjalan merem saja sudah pasti akan terantuk masjid atau musala. Di Kukusan, tempat saya tinggal yang tak jauh dari Jalan Margonda, dalam radius 500 meter saja ada lebih dari 5 masjid, belum termasuk musala.

Kalau mau data juga ada. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021 tercatat jumlah masjid di Kota Depok sebanyak 387 bangunan, sementara musala ada 83 bangunan. Di Kecamatan Beji, tempat SDN Pondok Cina 1 berada, terdapat 43 masjid dan 17 musala. Jadi, kalau alasannya Depok kekurangan masjid dan orang sulit menemukan tempat salat ketika berada di sepanjang Jalan Margonda, rasanya hampir bisa dipastikan mengada-ada.

Yang justru kurang di Depok adalah jumlah sekolahan. Lihatlah data-data ini. Saat ini, di Depok terdapat 237 SD negeri —bandingkan dengan jumlah masjidnya. Sementara itu, jumlah SMP negeri cuma 27. Data ini menunjukkan adanya ketimpangan yang tajam. Dampaknya sangat serius.

Tren data ini terus berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara jumlah SMP negeri hanya 27, jumlah SMA negeri malah cuma 16 dan SMK negeri 4. Artinya apa? Dengan ketimpangan data ini, maka banyak lulusan SD negeri yang tak bisa ditampung di SMP negeri dan banyak lulusan SMP negeri tak bisa ditampung di SMA/SMK negeri.

Sebagai contoh, pada 2021, misalnya, ada sekitar 2000 lulusan SD negeri yang tak bisa ditampung di SMP negeri. Dampak lanjutannya, ribuan lulusan SD negeri tersebut harus sekolah di SMP-SMP swasta atau masuk SMP di luar Depok atau tak melanjutkan sekolah. Artinya, dengan terpaksa orang tua harus memasukkan anak-anaknya ke sekolah swasta atau di luar Depok yang konsekuensinya harus mengeluarkan biaya yang jauh lebih mahal.

Dengan data-data tersebut, seharusnya Pemerintah Kota Depok lebih mengutamakan dan mendahulukan penyediaan insfrastruktur pendidikan bukan malah menggusur sekolah dan menyegerakan pembangunan masjid yang jumlahnya sudah sangat banyak itu. Sebab, yang diamanatkan konstitusi kepada pemerintah, termasuk pemerintah daerah, adalah menyediakan pendidikan yang terbaik bagi warganya, alih-alih membangun tempat ibadah. Itulah kenapa sedikitnya 20 persen dari total anggaran negara/daerah harus dialokasikan untuk kepentingan pendidikan.

Apa yang dialami pada SDN Pondok Cina 1 ini sesungguhnya bukan femomena yang hanya terjadi di Kota Depok. Di banyak daerah terjadi kecenderungan yang sama, di mana pemerintah daerah seakan berlomba dalam membangun masjid-masjid atau tempat-tempat ibadah yang megah namun abai pada kualitas penyelenggaraan pendidikan. Dalam derajat tertentu, malah, pemerintah daerah sering bertindak seperti ormas keagamaan ketimbang sebagai penyelenggara negara.

Fenomena ini justru mengkhawatirkan generasi masa depan Indonesia, termasuk generasi muslim. Sebab, tanpa memperoleh pendidikan yang layak dan terbaik, anak cucu kita tak akan mungkin mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang memiliki tradisi pendidikan sangat maju dan modern. Hanya dengan pendidikan terbaik dan ilmu pengetahuan manusia bisa memperoleh kemajuan dan membangun peradaban maju. Jika pendidikan kita tertinggal, kita akan dilindas oleh bangsa-bangsa lain.

Karena itu, untuk melihat masa depan bangsa Indonesia, atau masa depan generasi muslim Indonesia, lihatlah pendidikan yang mereka peroleh hari ini. Jika menginginkan masa depan gemilang anak cucu kita, maka sedini mungkin kita harus memberikan pendidikan yang terbaik bagi mereka. Yang perlu dilakukah salah satunya dengan memperbanyak tempat-tempat belajar, membuka akses pendidikan seluas-luasnya, bukan malah sebaliknya. Jika sekolah saja dirobohkan begitu mudahnya, itu sama artinya kita sedang merobohkan masa depan anak cucu kita.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan