Perpustakaan adalah bagian vital dalam rumusan pengetahuan secara umum. Artinya, perpustakaan dapat dijadikan indikasi sebagai sebuah kemajuan di dalam sebuah instansi, lembaga, atau bahkan negara. Di negara-negara maju, dapat dipastikan memiliki kualifikasi perpustakaan yang baik dan berkualitas.
Membangun kualitas perpustakaan harus diupayakan dalam berbagai formulasi sistem yang terorganisasi. Tidak mungkin sebuah perpustakaan akan menjadi baik dan berkualitas jika tidak dibangun di atas kesadaran pemahaman individu. Namun demikian, eksistensi perpustakaan juga harus dibangun di atas dasar kebersamaan agar keberadaannya menjadi bermakna dan berdaya guna.

Revitalisasi perpustakaan, khususnya di Indonesia, pada saat ini sangat penting. Karena dengan adanya gadget, kondisi dan keadaan perpustakaan menjadi termarjinalkan. Oleh sebab itu, diperlukan upaya dan ikhtiar yang lebih, agar ke depan eksistensi perpustakaan semakin baik dan berkualitas. Hal ini sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat produktif, cerdas, cermat, dan memiliki ikatan kuat terhadap eksistensi perpustakaan.
Perpustakaan adalah salah satu wadah akademik yang dapat dijadikan wahana dalam khazanah ilmu pengetahuan. Dari perpustakaan kita dapat menimba pengetahuan baik yang bersifat sosial, eksak, fiksi, non-fiksi, dan lain sebagainya. Perpustakaan dan referensi yang ada di dalamnya adalah saksi sejarah atas perkembangan pengetahuan. Oleh karena itu, ketika animo terhadap perpustakaan lemah dan menurun, saatnya harus direvitalisasi agar menjadi lebih bermanfaat dan berkualitas.
Akan tetapi, bukan sebuah hal yang mudah untuk membangun suasana membaca menjadi budaya. Karena ada banyak faktor yang kemudian mendorong individu untuk menjauh dari perpustakaan. Maka, pada kesempatan kali ini, penulis mencoba membangun kembali fakta sejarah terhadap perpustakaan agar kembali menjadi rujukan utama dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Sejarah Perpustakaan
Dalam makna tradisional, perpustakaan atau rumah buku, adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah lembaga atau institusi, serta dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku dengan biaya sendiri.
Perpustakaan pertama kali diketahui berada di reruntuhan Dataran Niniwe. Lokasinya berada di sebuah kota kuno pada masa Asiria yang terletak di tepi sungai Tigris bagian timur. Pada masa lalu kota tersebut merupakan ibu kota kerajaan Asiria purba. Situs kota purbakala ini bersebelahan dengan kota Mosul, di Provinsi Ninawa, Irak.
Tentu saja, di awal-awal keberadaan perpustakaan memiliki kesederhanaan dan ketradisionalan, baik dalam jumlah referensi, kondisi fisik, maupun dalam hal pelayanan. Namun, seiring dengan bertambahnya waktu, perpustakaan menunjukkan kemajuan dalam segala aspeknya. Tak terkecuali, juga dalam hal pelayanan dan teknis penggunaannya. Saat ini perpustakaan digital menjadi tren dan mendapat perhatian yang lebih besar karena lebih praktis dan fleksibel.
Hal yang perlu mendapat perhatian adalah, secara umum, perpustakaan masih belum dimanfaatkan secara massif oleh seluruh lapisan masyarakat. Ada banyak faktor mengapa hal ini dapat terjadi. Hal yang paling dominan adalah kurangnya minat baca di dalam masyarakat. Oleh karena itu, minat baca masyarakat harus didorong dengan semangat untuk menciptakan budaya baca yang sesungguhnya.
Dilansir dari republika.co.id, data UNESCO menyebutkan Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi dunia yang berarti minat baca sangat rendah dengan persentase 0,001 persen, atau dari 1.000 orang Indonesia hanya satu orang yang rajin membaca. Kondisi ini tidak boleh diremehkan dan harus mendapat perhatian yang serius. Karena minat baca masyarakat merupakan indikasi dari kemajuan suatu bangsa. Jika minat baca suatu bangsa tinggi, maka dapat dipastikan bahwa negara itu maju. Sebaliknya, jika minat baca suatu negara rendah, maka negara tersebut terbelakang dan tidak maju.
Manfaat Akademik Perpustakaan
Seperti disampaikan oleh The International Federation of Library Association and Institution (IFLA), bahwa perpustakaan merupakan elemen sentral suatu bangsa dalam upaya peningkatan literasi masyarakatnya. Sebab, perpustakaan memiliki modal terhadap akses informasi, teknologi informasi dan komunikasi, serta budaya universal. Jadi, apa yang disampaikan oleh IFLA merupakan manfaat utama akan keberadaan perpustakaan. Oleh karena itu eksistensi perpustakaan harus menjadi perhatian yang serius, sekaligus bagaimana mengangkat harkat dan martabat perpustakaan itu sendiri.
Akses informasi adalah kemudahan untuk mendapatkan pengetahuan untuk kepentingan hidup dan kehidupan. Di perpustakaan tersedia berbagai macam ilmu pengetahuan, baik yang bersifat terapan maupun yang bersifat teoretis, baik akademik maupun nonakademik. Ketika kita mampu memanfaatkan pengetahuan dari perpustakaan, maka akan mudah mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Itu artinya, perpustakaan memiliki akses informasi yang sangat signifikan.
Teknologi informasi dan komunikasi juga dapat diakses dari perpustakaan. Karena di dalam perpustakaan modern, berbagai media dapat ditemukan, bukan saja dalam bentuk paket buku, namun juga dalam bentuk media lainnya, seperti kepingan video, kaset audio, maupun media penyimpanan lainnya. Gambar dan media tiga dimensi juga dapat dijadikan salah satu referensi di dalam perpustakaan.
Selain itu, dari perpustakaan kita juga dapat mempelajari budaya suatu bangsa atau negara. Kebiasaan-kebiasaan baik yang terjadi di suatu tempat tertentu dapat kita pelajari dan jika memungkinkan dan sesuai dengan budaya setempat dapat diterapkan di tempat kita sendiri. Setidaknya, dengan perpustakaan pengetahuan terhadap beragam budaya yang ada dapat kita ketahui dan mencoba untuk melestarikannya dengan kapabilitas dan kapasitas masing-masing.
Revitalisasi Perpustakaan
Secara makna bahasa, revitalisasi adalah membangun kembali kebiasaan-kebiasaan baik agar menjadi vital dan berdaya guna. Revitalisasi perpustakaan adalah mengembalikan fungsi perpustakaan agar menjadi lebih bermanfaat dan mendapat perhatian yang baik dari seluruh lapisan masyarakat.
Perpustakaan sebagai pusat pengetahuan seharusnya menjadi perhatian yang lebih dari pemerintah. Tetapi untuk membangun kebiasaan memanfaatkan perpustakaan bukan semata kewajiban pemerintah. Namun, seluruh lapisan masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan, bahkan secara personal memiliki kewajiban untuk mengembalikan minat baca (baca: perpustakaan). Berbagai macam teknis dapat dilakukan demi membangun budaya kembali ke perpustakaan.
Membangun ruang terbuka baca adalah salah satu cara untuk membudayakan minat baca. Ruang baca ini dapat dibangun di mana saja, baik dalam lingkup pendidikan (sekolah/madrasah) maupun di sekitar lingkungan tempat tinggal. Realitasnya, untuk membangun rumah baca atau ruang baca tidak semudah yang kita bayangkan. Karena memerlukan pikiran, tenaga, kesabaran, dan keikhlasan.
Perpustakaan keliling adalah salah satu aspek yang dapat meningkatkan minat baca. Dengan demikian, perpustakaan semakin dikenal dan menjadi keseharian dalam suatu pemahaman eksistensi perpustakaan. Perpustakaan keliling dapat dilakukan oleh siapa saja, baik lembaga maupun perorangan. Mengajak dengan cara langsung berhadapan dengan bahan bacaan, akan lebih mudah daripada hanya sekadar ajakan yang bersifat teks maupun visual serta audio.
Buku dengan judul Kisah Inspiratif: Aku dan Perpustakaan yang merupakan hasil dari lomba yang diadakan oleh Perpusnas adalah bagian dari revitalisasi perpustakaan. Di dalam pengantar buku ini disebutkan bahwa kisah-kisah inspiratif yang ditulis dalam buku ini sebagai jawaban atas pertanyaan bahwa perpustakaan akan hilang dari kehidupan. Jadi, dengan mengadakan lomba kepenulisan, baik fiksi maupun nonfiksi, eksistensi perpustakaan akan terus ada dan semakin berkembang. Tentu masih banyak kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk revitalisasi perpustakaan.
Perpustakaan dan Masyarakat Produktif
Nurhayati dkk, dalam makalahnya menyebutkan bahwa masyarakat dalam suatu negara perlu produktif dan inovatif agar tidak terus bergantung dengan program pemerintah. Permasalahan yang sering terjadi di desa-desa atau bahkan ibu kota adalah tidak banyak masyarakat yang menyadari pentingnya melakukan hal yang menghasilkan dan memulai berinovasi untuk menciptakan produk baru yang mendatangkan keuntungan.
Masyarakat produktif adalah mereka yang memiliki skill dan keterampilan yang dapat melahirkan kemanfaatan dalam kehidupan. Produk hasil masyarakat produktif merupakan bukti nyata bahwa mereka dapat memberikan sumbangsih karya dalam berkehidupan sosial. Akan tetapi, produk tidak selamanya harus berupa benda yang kasar mata. Maka memberikan ilmu pengetahuan, sebagai guru, mentor, tutor, dosen, dan lain semacamnya juga termasuk dalam masyarakat produktif.
Nah, bagaimana perpustakaan dapat memosisikan diri (self positation) untuk masyarakat produktif? Tidak dapat dimungkiri lagi bahwa perpustakaan, sejak awal keberadaannya, merupakan mitra dan teman sanding dengan orang-orang yang produktif. Dapat dipastikan bahwa orang yang terampil, produktif, memiliki skill yang baik, dan apalagi mereka yang bergelut dalam bidang akademik, tidak akan lepas dengan perpustakaan. Baik perpustakaan pribadi (privat library) maupun perpustakaan umum.
Perpustakaan dan masyarakat produktif adalah dua aspek yang saling terkait dan berkelindan. Masyarakat yang produktif akan bergantung kepada eksistensi perpustakaan. Artinya, perpustakaan akan dijadikan rujukan utama untuk membantu memecahkan suatu masalah. Demikian pula, perpustakaan akan berkembang baik jika ada di tengah-tengah masyarakat produktif. Karena masyarakat produktif akan menghasilkan karya yang dapat dipublikasikan dan hal tersebut akan menjadikan perpustakaan semakin berkembang dan berkemajuan.
Tidak kalah pentingnya, bahwa produktivitas masyarakat dan perkembangan perpustakaan merupakan aspek-aspek yang saling memengaruhi. Oleh karena itu, perpustakaan dan masyarakat produktif harus dipertahankan keberadaannya. Pun, kita tidak boleh apatis terhadap eksistensi perpustakaan dan masyarakat yang dapat menghasilkan produk.
Revitalisasi perpustakaan adalah sebuah keniscayaan yang harus diikhtiarkan semaksimal mungkin. Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk revitalisasi perpustakaan. Seperti perpustakaan keliling, membangun rumah atau ruang baca, kampanye (champaign) pentingnya perpustakaan, lomba-lomba kepenulisan, dan lain sebagainya.
Masyarakat produktif dan perpustakaan adalah dua aspek yang saling mendukung. Eksistensi perpustakaan akan semakin berkembang dan berkemajuan jika ada masyarakat yang produktif. Sebaliknya, masyarakat produktif membutuhkan perpustakaan untuk membangun idealisme serta mendapatkan referensi yang akan memperkaya pengetahuan mereka. Jadi, produktivitas masyarakat akan berkontribusi terhadap kemajuan perpustakaan itu sendiri.
Wallahu A’lam.
Daftar Rujukan
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan
Perpusnas RI, Perpustakaan Nasional Ripublik Indonesia: Ikon Peradaban & Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Perpusnas RI, 2019
https://www.republika.co.id/berita/r6brb5314/minat-baca-warga-indonesi-terendah-di-dunia
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/adt/article/view/18554
Salamah, Maryam Nur dkk, Kisah Inspiratif Aku dan Perpustakaan, Jakarta: Perpusnas Press, 2021