Radikalisme dan Istinbat Dalil Jihad

1,088 kali dibaca

Akhir-akhir ini, radikalisme menjadi salah satu istilah yang paling sering diperbincangkan dan diasosiasikan dengan Islam; bahwa seakan-akan Islam adalah agama yang kaku, keras, dan tegas. Sedikit-sedikit hukuman. Salah sedikit harus membayar kafarat (denda yang harus dibanyar oleh seorang yang telah melakukan perbuatan dosa tertentu), dam (denda bagi orang yang berhaji atau berumrah), dan lain-lain, sehingga banyak di antara umat muslim di Indonesia terobsesi paham itu, dan menyalahkan golongan yang lain.

Pemicu radikalisme, mulai dari bom Bali dan bom-bom bunuh diri lainnya adalah pengaruh dari cekokan paham ini. Banyak dari mereka menyalahgunakan implementasi ayat-ayat dan hadis-hadis tentang jihad untuk memerangi saudara muslim sendiri atas dalih tidak selaras dengan perintah agama.

Advertisements

Radikalisme adalah suatu paham yang mengingingkan sebuah perubahan sosial dan politik dengan cara kekearasan. Sebagai contoh: peristiwa bom Bali dan pengeboman salah satu gereja di Surabaya. Kebanyakan dari pelakunya adalah mereka yang dicekoki ayat-ayat dan hadis-hadis jihad, sehingga terobsesi untuk memberantas kemungkaran yang ada di muka bumi.

Padahal, Islam adalah agama yang fleksibel dan penuh kasih sayang. Misalnya, mayoritas orang Afrika menganut mazhab Hanafi, karena lebih relevan dengan musim dan keadaan sosial di sana. Di Yaman dan di Indonesia, mayoritas menganut mazhab Imam Syafi’i, karena mayoritas adanya relevansi dengan kondisi sosial masyarakatnya, dan lain sebagainya.

Dikuti dari kitab Syariatullah al-Kholidah karangan Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliky, bahwa syariat Islam tidak akan kekal dan diterima oleh masyarakat secara luas kecuali bisa dinalar dan diterima oleh logika. Dalil ini menunjukkan bahwa betapa Islam sangat menjaga muqtadhol hal (keadaaan) mukallaf (seorang yang dikenai hukum Islam).

Salah satu contoh ringan, Islam memperbolehkan meringkas salat 4 rakaat menjadi 2 rakaat (qoshor), juga mengumpulkan dua salat dalam satu waktu, kemudian diperbolehkannya tidak berpuasa bagi orang yang berpergian jauh. Di dalam sebuah kaidah ushul fikih disebutkan: Al-hukmu yaduuru ma’a illatihi, bahwa hukum itu sesuai kausalitasnya, sebab-musababnya. Contoh kecil, diperbolehkannya menjamak salat, meng-qoshor, atau tidak berpuasa karena adanya sebab lelah. Ini yang dinamakan illat.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan