TAK ADA yang tahu peristiwa itu sudah berlangsung berapa lama dan kapan. Sebab, pergantian hari tak lagi bisa diperi. Siang juga bukan. Malam pun tidak. Senja juga tak kunjung tiba. Dan jika senja tak pernah ada, sepertinya akan menjadi kesia-siaan belaka menanti munculnya fajar di ufuk timur sebagai tanda adanya pergantian hari. Begitulah, waktu seakan berhenti bergerak. Langit memang bersih, tapi tak terang-benderang. Sebab, di sana tak tampak ada matahari atau bulan atau bintang-bintang yang memancarkan dan memantulkan sinar atau cahaya. Tak ada seberkas pun sinar atau cahaya yang meleret atau terukir di atas bumi. Yang ada hanya redup. Sejauh mata memandang, yang tertangkap hanyalah keredupan. Dan cuma keredupan itulah yang memayungi bumi yang, sejauh mata memandang, hanya seperti bentangan karpet ungu yang berdebu.
Juga entah berapa banyak jumlahnya, tak ada yang bisa tahu. Mungkin beribu-ribu. Mungkin berjuta-juta. Yang jelas, barisan manusia itu begitu panjang. Sangat-sangat panjang. Terus mengular entah dari ujung mana sampai ke ujung mana. Dan sudah berlangsung berapa lama, tak juga ada yang tahu. Sebab, peredaran bumi seakan terhenti, dan sepertinya tak pernah ada pergantian hari.
Pada mulanya mereka berbaris dengan rapi, berjalan dengan tertib. Mereka selalu melangkah beriringan, hampir bergandengan tangan, dengan pandangan mata terus lurus ke depan. Banyak di antara mereka yang mulutnya terlihat berkomat-kamit, tapi tak mengeluarkan suara. Sehingga suasananya begitu hening dan khidmat. Suara yang terdengar hanyalah dengus napas dan derap kaki mereka. Mereka terus dan terus bergerak ke depan.
Yang tak ikut bergerak hanya satu: seekor anjing. Ia hanya duduk di seberang. Di seberang batas tepi barisan manusia yang terus bergerak dan mengular dalam diam itu. Anjing itu duduk berjongkok, dengan menekuk dua kaki belakang, dan dua kaki depannya tetap diluruskan untuk menyangga tubuh dan kepalanya. Meskipun tubuhnya diam membatu, tapi bola mata anjing itu tak pernah berhenti bergerak. Bola matanya terus bergerak-gerak, berputar-putar, mengikuti gerak barisan manusia itu, mengawasi satu demi satu tiap orang yang menjadi bagian dari barisan itu. Entah sudah berapa lama ia duduk di situ, tak ada yang tahu. Tapi itu bukan sesuatu yang penting. Sebab, bukankah jika bumi berhenti berputar waktu akan kehilangan maknanya?