Orientalis dan Al-Qur’an: Ilmu Tak Punya Paspor

“Mengapa orang Barat yang bukan Muslim justru begitu serius mempelajari Al-Qur’an?”

Tidak jarang pertanyaan ini diajukan dengan nada curiga atau bahkan sinis. Tapi jika kita melihat dari sudut pandang praduga, kita akan menemukan bahwa tidak semua orientalis memiliki tujuan buruk. Sebaliknya, melalui studi filologis, sejarah naskah, dan komparatif, mereka sangat membantu memperluas pemahaman kita tentang Al-Qur’an.

Advertisements

Menjelajahi Mushaf: Dari Manuskrip hingga Kodeks

Kajian manuskrip Al-Qur’an kuno adalah salah satu kontribusi paling berharga dari orientalis. Tokoh seperti Theodor Nöldeke membuat kronologi pewahyuan Al-Qur’an berdasarkan pendekatan historis-filologis, yang kemudian dikenal sebagai Chronology of the Surahs. Meskipun pendekatannya tidak bebas kritik, ini mendorong umat Islam untuk memperkuat studi “ulumul Qur’an” dengan cara yang lebih sistematis dan kritis.

Begitu juga dengan penelitian teks Arthur Jeffery, yang menyusun daftar qira’at (ragam bacaan) dan perbedaan dalam naskah. Hasil upayanya sangat penting untuk memahami kesulitan sejarah transmisi teks suci ini—sebuah warisan yang sebelumnya hanya dibicarakan dalam batas-batas keilmuan Islam tradisional.

Orientalis sebagai Katalis Intelektual

Tidak semua orientalis datang dengan permusuhan. Banyak dari mereka malah mendorong cendekiawan Muslim kontemporer untuk mengembangkan kesadaran ilmiah. Para sarjana Muslim didorong untuk mengkaji ulang tafsir Al-Qur’an setelah orientalis menulisnya secara analitis. Mereka melakukannya untuk memperkuat argumen mereka dan membuktikan bahwa Al-Qur’an tidak hanya sakral tetapi juga ilmiah.

Sebagai contoh, individu seperti Fazlur Rahman dan Nasr Hamid Abu Zayd didorong untuk mengembangkan metodologi tafsir baru yang lebih dialogis, kritis, dan kontekstual semuanya tanpa mengorbankan kesakralan Al-Qur’an.

Dari Kecurigaan ke Kolaborasi

Banyak sarjana Muslim yang bekerja di universitas Barat menggunakan alat akademik kontemporer untuk mempelajari Al-Qur’an bukan untuk mendiskreditkan, tetapi untuk mempermudah pemahaman. Bahkan saat ini, beberapa studi orientalis lebih dialogis, terbuka terhadap pengalaman spiritual, dan menghindari bias kolonial.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan