NYANYIAN SUNYI PANGGUNG KEGELAPAN

741 kali dibaca

NYANYIAN SUNYI PANGGUNG KEGELAPAN

Apa yang bisa ditangkap oleh telinga
Tatkala keheningan mendendangkan kesenyapannya

Advertisements

Apa yang bisa didekap oleh mata
Tatkala malam menyibakkan tirai kegelapannya

Apa yang bisa diucap oleh mulut
Tatkala waktu telah menjelaskan segalanya

Malam tak pernah benar-benar hanya malam
Yang menunggu setiap pasang mata terlelap dalam heningnya

Tidakkah Kau sadari

Bagi mereka yang tertidur
Malam adalah kasur dalam kamarnya

Namun bagi mereka yang terjaga
Malam adalah muara dari cerita-cerita dunia

Jangan menunggu matahari terbenam
Demi sesuatu yang Kau kira untuk beristirahat
Karena malam bukan sekadar tempat untuk mengadu penat
Namun suara waktu yang menunjukkan jalan untuk berhikmat

MENDUNG DI MATAMU

Mendung di matamu tak berpulang
Pergi mencari dan menghilang
Menyusuri setiap jalan setapak kenestapaan
Meniti tawa dalam panggung kehidupan

Mendung di matamu turun perlahan
Rintiknya jatuh tak tertahan
Bulirnya menitik pelan-pelan
Hingga basah menjadi teman sepermainan

Mendung di matamu kini menjelma hujan
Sedang hatimu serupa badai

RUANG DIRI

Ketika kelahiran memberiku ruang
Waktu telah menyediakan jatah takdir
Untuk meniti masa demi masa di dunia

Ketika Aku beranjak besar
Bukan hanya ruang dan waktu
Orang-orang pun mulai datang dan pergi
Meninggalkan kenangan mereka satu demi satu

Dan ketika usia beranjak senja
Ruang, waktu, dan orang-orang mulai beranjak meninggalkanku
Menyisakan keheningan
Menyerahkan kesepian

Hingga pada titik akhir batasku
Tiada lagi yang kuperoleh
Selain sebuah pertanyaan

DIMENSI HATI

Ketika hujan bertandang di matamu
Yang basah adalah relung hatiku

Kau menitipkan mendung di musim yang salah
Saat hatiku dibuat berbunga-bunga

Apa air mata ini wahai, kekasih
Tidakkah Pak Kiai telah berpesan
Tak boleh ada yang membuat kita sedih selain minimnya bekal kematian

Namun Kau membuatku menyalahi perkataan Pak Kiai
Dengan membiarkan hujan itu menitiki pipimu

Aku tahu ini adalah tahun perpisahan kita
Tetapi bukankah sebaik-baik pertemuan
adalah yang disaksikan langsung di rumah terbaik-Nya?

Aku telah berbahagia di sini dengan segala limpahan-Nya
Kau pun seharusnya begitu

Semarang, Juni 2022.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan