Nur Yasin, Pondok dengan Bisnis “Bebek Awet Madura”

3,137 kali dibaca

Umumnya, santri belajar di pondok dengan tujuan mendalami materi agama serta kekayaan tradisi Islam. Santri belajar agama dengan kiai yang menguasai berbagai bidang ilmu, seperti nahwu shorof, balaghoh, bahasa Arab, tarkib kalimat, teologi, akhlak, dan tidak lengkap jika tidak ada aspek tasawuf. Sosok kiai yang menjadi tempat santri berguru juga mampu berbicara fasih setiap keilmuan dengan referensi berskala internasional bahkan mendunia, seperti kitab Fathul Mu’in yang ditulis oleh syaikh Zinudin al Malibari dari India.

Sebaran pesantren sebagai pusat santri belajar agama di Indonesia yang demikian banyak dan luas, mulai dari ujung Sabang sampai Merauke, memunculkan karakter khas pesantren masing-masing. Ada khas penerbitan, percetakan, usaha, bisnis, kedalaman ilmu alat, pencak silat, dan masih banyak varian karakter pesantren di belahan Indonesia. Mulai dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tengara Barat, Kalimantan, tak terkecuali Pondok Pesantren Nur Yasin di Madura.

Advertisements

Kegiatan mengaji dan memperdalam ilmu agama memang menjadi ciri utama pesantren. Umumnya, pendalaman kitab menjadi kebanggaan tersendiri dengan ikut terlibat aktif dalam halaqoh seperti Bahsul Masa’il al Diniyah. Kondisi semacam ini sudah banyak diketahui di berbagai pesantren, terlebih pesantren di Jawa Timur. Di sisi lain, ada pula pesantren yang juga terjun di bidang usaha seperti Pesantren Sidogiri Pasuruan yang menekuni bidang usaha air minum, Pesantren Nurul Iman Bogor dengan usaha perikanan, Pesantren Al Ittifaq dengan agribisnisnya, Pesantren Riyadlul Jannah dengan rumah makannya, dan masih banyak lagi pesantren yang terjun di bidang usaha demi kematangan dan kemandirian ekonomi.

Nampaknya, kondisi demikian tidak jauh berbeda dengan lembaga pendidikan Nur Yasin di Jalan Masjid al Mubarok Alaskokon Modung, Bangkalan, Madura. Pesantren yang didirikan sejak zaman Belanda ini tetap istiqomah menjalankan rutinitas nyantri meskipun saat awal berdirinya santri tidak seperti sekarang ini. Pondok Nur Yasin didirikan oleh Syaikh Muhammad Mudzhar Bin Noor Bin Kafil Qofal dibantu kakak iparnya, Syaikh al Kabir al-Allamah Muhammad Nur Yasin yang kelak namanya diabadikan sebagai nama pesantren. Konon ceritanya, beliau sangat pakar dalam ilmu fikih, hingga tak heran sang guru, Syaikh Kholil Bangkalan, mempercayainya sebagai pakar untuk menjawab persoalan agama saat nyantri di Arab Saudi.

Dengan aktivitas sehari-hari seperti pesantren lainnya, Pesantren Nur Yasin juga menerapkan sistem ngaji rutin baik bagi santri mukim maupun santri tidak mukim dan masyarakat luas. Kajian kitab yang dibaca mencakup al-Quran, ilmu alat, fikih, hadits, dan tasawuf. Hal ini didukung dengan penekanan riyadhoh batin yang tercermin pada rutinitas keagamaan. Dalam tradisi pesantren, kita sebagai santri dianjurkan untuk istiqomah membaca adzkia yang menjadi wiridan para santri sebelum melaksanakan salat fardhu.

Seiring berjalannya waktu, Pesantren Nur Yasin semakin piawai mengimbangi dinamika zaman dengan hadirnya lembaga pendidikan formal yang terdiri dari PG, TK, MI, MTS, SMK, dan juga bergerak di sektor bisnis. Uniknya, Pesantren Nur Yasin tidak memungut biaya pendidikan serta pembangunan kepada santri. Konon, diceritakan oleh sesepuh desa bahwa kehidupan masyarakat sejak dulu sudah bergotong royong bersama untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang madani dan berusaha mewujudkan yayasan yang mandiri. Tak heran, jika dalam perkembangannya, Pesantren Nur Yasin di bawah naungan Yayasan al Mahdiyin dimulai dari pembangunan fisik seperti gedung, sekolah, dan masjid bersumber dari masyarakat mulai dari pasir, kerikil, bata, kapur, kayu, tenaga tukang, dan juga lahan lain yang diwakafkan untuk ndalem pengasuh.

Dalam perkembangannya, Pesantren Nur Yasin bergerak di sektor usaha meskipun harus dari mulai awal. Pondok Nur Yasin mengembangkan salah satu usaha pesantren yang baru-baru ini mulai dilirik pasar bahkan menjangkau pasar dalam dan luar negeri. Pesantren Nur Yasin mengembangkan bisnis produk makanan dengan merek dagang “Bebek Awet Madura”. Produksinya dimulai tepat pada 02 Maret 2020 bersamaan dengan launching Program SMK MINI Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.

Usaha Bebek Awet Madura siap saji merupakan makanan khas hasil olahan bebek dengan racikan bumbu tradisional. Dikemas dengan teknologi pengalengan sehingga bisa awet selama 1 tahun tanpa adanya bahan pengawet. Produksi Bebek Awet Madura di bawah naungan Pesantren Nur Yasin akan terus mengembangkan sayap bisnisnya. Targetnya di tahun 2020 ini adalah memproduksi Kuah Adhun Awet Madura, Srapa Awet Madura, Ladheh Awet Madura, dan Burung Dara Awet Madura.

Dengan demikian, selain mengajari para santri mengaji dan mendalami agama, pesantren juga mendidik santri berwiraswasta melalui pengembangan usaha Bebek Awet Madura. Ke depannya, untuk mengimbangi laju teknologi, Pesantren Nur Yasin dengan tim bisnisnya akan mencoba masuk ke pemanfaatan rahasia ramuan tradisional Madura yang secara nyata telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Bentuk real dari pengembangan teknologi pangan adalah dibangunnya pabrik pangan berstandar nasional dengan harapan ke depannya lembaga negara memberikan sertifikat halal maupun keamanan pangan yang diuji secara medis dan terpercaya.

“Semoga dengan hadirnya usaha mini Bebek Awet Madura, Pesantren Nur Yasin mampu bertahan dengan ragam inovasi usaha tanpa meninggalkan kewajiban pesantren dengan tagline Entrepreneur Islamic Boarding School,” tegas Kiai Sulahak Syafii Mudzhar di sela-sela promosi Bebek Awet Madura. Wallahu A’lam

Multi-Page

Tinggalkan Balasan